jpnn.com - SURABAYA – Hingga kemarin (18/12) ada 44 perusahaan di Jawa Timur (Jatim) yang mengajukan penangguhan penerapan upah minimum kota (UMK) untuk 2016. Jumlah ini berkurang dibanding sebelumnya yang mencapai 95 perusahaan.
’’Angka ini sekitar setengah dari total jumlah perusahaan yang mengajukan penangguhan tahun kemarin. Tahun lalu tercatat 95 perusahaan. Namun, yang disetujui hanya 85 perusahaan,’’ kata Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Provinsi Jatim Sukardo kemarin (18/12).
BACA JUGA: Tingkatkan Mutu, PT ASDP Gandeng PT BKI
Dia menuturkan, jumlah perusahaan yang mengajukan penangguhan UMK tahun ini diperkirakan tidak sebesar tahun lalu. ’’Pedoman kenaikan UMK tahun ini kan sudah jelas. Angka kenaikannya relatif lebih rendah kalau dibandingkan dengan tahun lalu,’’ ungkapnya.
Kenaikan UMK pada 2016 di Jatim sebesar 12,4 persen. Tahun lalu UMK di Jatim mengalami kenaikan 32,5 persen. Menurut Sukardo, sekitar 60 persen merupakan perusahaan yang pernah mendapat penangguhan UMK pada 2015.
BACA JUGA: Program Sejuta Rumah, Berapa sih yang Sudah Dibangun?
’’Mereka lalu mengajukan kembali. Rentang waktu yang didapatkan untuk penangguhan disesuaikan dengan kondisi perusahaan,’’ terang dia.
Sukardo menjelaskan, rata-rata perusahaan memperoleh penangguhan selama 3 bulan, 6 bulan, 10 bulan, bahkan setahun. Jumlah tenaga kerja yang terkena penangguhan mencapai 23.449 pekerja.
BACA JUGA: Rencana Impor Lidah Menuai Protes
Mayoritas pekerja yang terkena penangguhan berasal dari industri alas kaki dengan total 14.454 tenaga kerja. ’’Mereka akan menerapkan besaran upah 2015 pada 2016. Langkah ini setidaknya lebih baik daripada harus melakukan PHK kepada pekerja,’’ ujarnya.
Dia menambahkan, angka tersebut masih tentatif karena Pemprov Jatim memberikan waktu sampai 28 Desember 2015 bagi perusahaan yang ingin mengajukan penangguhan.
Di sisi lain, Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jatim Winyoto menyatakan bahwa penangguhan merupakan salah satu usaha industri tersebut untuk tetap mampu bersaing dengan negara lain.
’’Harga sepatu kita saja sudah selisih 9 persen lebih murah ketimbang Vietnam dari segi komponen bea masuk ke negara-negara tertentu. Belum dari komponen upah. Di sana rata-rata upah sebesar Rp 1.350.000 sampai Rp 1.400.000,’’ jelasnya.
Winyoto memaparkan, industri sepatu merupakan industri padat karya yang menyerap cukup banyak tenaga kerja.
’’Komponen upah di industri ini bisa mencapai 20–30 persen. Biaya produksi di sini juga mahal sehingga beberapa investor industri alas kaki maupun buyer sudah mulai beralih ke Vietnam, Kamboja, maupun Eropa Timur,’’ tandasnya. (vir/c14/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Revisi Permen ESDM Alokasi Gas Bakal Menurunkan Wibawa Pemerintah
Redaktur : Tim Redaksi