5 Ciri-ciri Berpacaran yang Tak Sehat, Bahaya!

Senin, 20 September 2021 – 12:37 WIB
Ilustrasi - Pasangan. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Psikolog Rininda Mutia dari Universitas Indonesia menyebut setidaknya ada sejumlah ciri-ciri hubungan berpacaran yang tidak sehat atau sering diistilahkan dengan toxic relationship.

Menurutnya, hubungan tidak sehat biasanya dipengaruhi emosi negatif yang sering muncul.

BACA JUGA: Saran Penting Cegah Pembuluh Darah di Otak Pecah, Dialami 1 Orang Setiap 18 Menit

Emosi negatif tersebut pada dasarnya alarm dari dalam diri bahwa ada sesuatu tidak baik yang terjadi di sekitar.

"Tanda-tandanya apa? Lebih sering marah, menangis, lebih sensitif juga," ujar Rininda dalam keterangannya, Senin (20/9).

BACA JUGA: Dokter Grace Beri Saran Soal Area Kewanitaan, Awas Infeksi Bakteri

Secara umum, kesehatan mental juga menjadi kurang sehat dan merasa tidak berdaya di dalam hubungan tersebut.

Apa yang diharapkan dan diinginkan dari hubungan itu terasa tidak kunjung tercapai.

BACA JUGA: Mantan Teroris Soroti Kontroversi Pernyataan Letjen Dudung Kostrad, Seru!

"Misalnya, lebih banyak porsinya dia yang memaksakan kehendak. Kita merasa tidak berdaya, tidak bisa melawan, tidak bisa berbuat apa-apa," ucapnya.

Menurut Rininda, dampak terjebak dalam hubungan yang tidak sehat bisa terasa hingga jangka panjang.

Seseorang bisa merasa tidak percaya diri, mengetahui hubungannya tidak baik tetapi sulit merasa lepas karena sayang dengan orang tersebut.

"Bisa jadi itu bukan sayang, bisa jadi karena sudah menjadi kebiasaan, sehingga ketika dia tidak ada, merasa kehilangan," katanya.

Rininda kemudian menyarankan setiap orang memperhatikan para anggota keluarga maupun sahabat yang terjebak dalam hubungan tidak sehat.

Amati perilakunya bila ada yang berubah drastis.

 

Berikut 5 Ciri-ciri Hubungan yang Tak Sehat dilihat dari perilaku: 

1. Seseorang yang biasanya mudah bertemu dengan teman mendadak tidak pernah bersosialisasi gegara dilarang oleh pacarnya.

"Bahkan sampai bilang tidak boleh main sama pacar, saya harus menemani pacar. Nah, itu salah satu kekerasan psikis."

"Namanya isolasi. Artinya memang si pelaku kekerasan ini membuat pasangan atau korbannya tidak punya tempat bergantung lain selain dirinya."

"Dijauhkan dari teman-teman, keluarga. Jadi si korban menganggap yang peduli itu hanya pasangannya atau pelakunya," ujar Rininda.

Itulah mengapa seseorang yang ada dalam hubungan tidak sehat merasa sulit lepas dari kekasihnya.

Rininda mengingatkan bila ada tanda-tanda seperti itu, jangan lupa untuk sering mengecek kabar teman terdekat.

Tanyakan keadaan, tawarkan diri untuk menjadi pendengar bila ada yang ingin diceritakan.


2. Ciri lain dari hubungan tidak sehat adalah penampilan fisik yang tampak makin berantakan atau munculnya lebam-lebam di badan.

Anda bisa bertanya apa penyebab dan menawarkan bantuan, tetapi jangan langsung menghakimi dan menuduh.

"Ini dipukuli pacar ya? Jangan begitu juga. Pasti dia akan defensif. Dia akan membela pacarnya biasanya. Tetapi, kita pancing sedikit-sedikit supaya dia mau cerita. Jangan menghakimi juga ketika dia bercerita supaya ceritanya bisa lengkap."

Sebab, kadang korban menutupi kebiasaan yang dilakukan pasangan agar kekasihnya tidak dinilai negatif oleh teman-temannya.

Kekerasan psikis yang dialami dalam hubungan tidak sehat bisa juga berupa posesif yang berlebihan.

Kekasih selalu bertanya di mana dia berada, bersama siapa, apa yang dilakukan dan sebagainya. Jika tidak dijawab atau dibalas, orang tersebut akan mengamuk.

Bila itu yang terjadi, berarti hubungan tersebut tidak sehat.

"Seseorang itu harus bisa mengembangkan kepercayaan kepada pasangannya. Tentu dengan orang yang tepat ya."


3. Karena kalau dari dulu dia suka bohong, ya wajar kalau sering mempertanyakan. Tetapi artinya apa? Hubungannya sudah tidak sehat lagi."

"Sudah tahu pacarnya suka bohong, tetapi tidak mau pisah, jadi posesif banget juga. Sebenernya sudah tidak sehat juga," papar dia.

Menurut Rininda hubungan tidak sehat bisa disembuhkan, hanya butuh waktu dan kesadaran dari dua belah pihak untuk menyelesaikan konflik yang belum selesai.


4. Terlalu banyak mengatur juga menjadi salah satu ciri. Misalnya, mengatur siapa yang boleh menjadi teman, baju yang dipakai, sampai-sampai pasangan tidak punya hak mengatur kehidupannya sendiri.

Menurut Rininda, penting diketahui bahwa berpasangan adalah dua individu yang terpisah tetapi berada di satu 'kapal' dan tujuan.

Beda pendapat boleh saja dan bisa diselesaikan dengan negosiasi dan diskusi.

"Bukan berarti si A jadi harus sama seperti si B atau si B harus sama dengan si A. Bukan berarti mereka menjadi satu orang yang sama."

"Itu sudah tidak sehat, terlalu nge-blend antara pasangan yang satu dengan pasangan yang lainnya," ucapnya.


5. Mengisolasi, di mana seseorang dituntut untuk tidak boleh bertemu dengan siapa pun kecuali pasangannya sehingga merasa bergantung.

Bergantung secara ekonomi juga bisa terjadi, misalnya memaksa kekasihnya untuk membayari sesuatu bila memang ingin terus berpacaran.

Penghinaan secara langsung atau secara verbal seperti kamu tidak cantik, kamu tidak layak, kamu tidak berharga, kamu tidak pintar, kamu tidak pantas untuk disayangi, dan sebagainya bisa dilontarkan dari mulut pasangan.

Rininda menyarankan untuk memperbaiki hubungan bila itu terjadi sebelum menikah.

"Jangan dipikir kalau sudah menikah dia bakal berubah, tidak."

"Kalau memang ada di toxic relationship dan berpikir untuk menikah, perbaiki dulu sebelum menikah. Karena tugas nanti setelah menikah itu lebih berat lagi," ucapnya.

Menurut Rininda, lebih mudah meninggalkan pasangan yang membuat hubungan tidak sehat dan lebih baik mencari orang yang memperlakukan anda lebih baik.(Antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler