jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing memprediksi peluang Partai Gelora Indonesia yang digagas Fahri Hamzah dan kawan-kawannya tidak begitu menggembirakan.
Alasannya, masyarakat sudah sering melihat bahwa ketika ada ketidakpuasan politisi terhadap partai politik tertentu, lantas mendirikan parpol baru.
BACA JUGA: Partai Gelora Ancaman Serius Bagi PKS, Begini Penjelasannya
Menurut Emrus, Partai Gelora bisa berpeluang menjadi besar dan sukses kalau berani membuat dan mengimplementasikan perubahan. Dia menegaskan perubahan itu bukan sekadar slogan belaka, tetapi benar-benar diwujudkan.
"Kalau partai ini membawa angin perubahan yang sungguh-sungguh perubahan, dengan berbuat dan bertindak akan perubahan untuk Indonesia lebih baik ke depan, saya kira akan ada peluang," kata Emrus saat dihubungi JPNN.com, Jumat (8/11).
BACA JUGA: Partai Gelora Hadir Karena Ketidakpuasan Tokohnya?
Dia pun memberikan sejumlah garis besar perubahan yang mesti dilakukan Partai Gelora. Pertama, kata Emrus, beranikah mereka menyatakan kalau kader terindikasi korupsi bahkan sudah berstatus tersangka akan dipecat. "Kenapa, karena masalah kita di Indonesia salah satu yang paling parah adalah korupsi," tegasnya.
Menurut dia, bisa dilihat korupsi sekarang ini masih kerap terjadi, tidak hanya di pusat tetapi juga di daerah, terutama yang berhubungan dengan pelayanan publik. Karena itu, dibutuhkan keberanian untuk memberantas korupsi. "Nah jadi berani tidak mereka katakan itu," tegasnya.
BACA JUGA: Ferdinand Demokrat: Sekalipun Dibayar Rp 100 Triliun, Saya tidak Akan Masuk Partai GeloraÂ
Kedua, berani tidak Partai Gelora mengatakan bahwa sumber keuangan partai bisa diaudit oleh setiap warga negara Indonesi. Artinya, kata dia, sumber keuangan partai itu tidak harus diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan saja, tetapi setiap rakyat bisa mengakses. "Jadi, rakyat yang ingin mengaudit keuangan partai, tidak hanya sekedar bisa mengakses, tetapi juga bisa mengecek validasi atau mengaudit pembukuannya," ungkapnya.
Ketiga, sambung Emrus, maukah mereka terbuka terkait urusan kekayaan pengurus dari pusat sampai ranting juga terbuka. Baik itu keuangan pribadi maupun perusahaan dan keluarganya.
Menurut Emrus, komitmen ini pernting karena publok sering ada relasi di relung gelap bahwa memang bisa saja tidak memperkaya pribadi, tetapi pihak ketiga atau korporasi yang ada di sekitarnya.
"Bukankah kemungkinan ketika orang duduk di satu jabatan tertentu, kekayaannya melonjak, padahal sebelum menduduki jabatan tertentu biasa-biasa saja, kan begitu. Berarti ada relasional yang saya sebut sebagai relasional siluman itu," katanya
Keempat, kata dia, supaya partai maju dan sebagai antitesis dari yang ada sekarang, tentu mereka harus sungguh-sungguh menggelorakan antinarkoba.
Bisa saja mereka mengadopsi partai di Filipina, yang menyatakan kalau menang maka programnya mengusulkan atau membuat undang-undang atau produk apa pun untuk memberantas tuntas narkoba. "Jadi seperti mengadopsi sistem di Filipina. Mereka juga harus sungguh-sungguh bersama rakyat," ujarnya.
Kelima, kata Emrus lagi, kader yang mereka rekrut harus orang yang dekat dengan rakyat. Mereka adalah yang memang berkarya di akar rumput. Partai harus jemput bola, untuk merekrut kader yang ada. "Banyak di daerah pemimpin yang punya idealisme," tegasnya.
Dia menyebut bahwa apa yang disampaikan itu bisa saja dituangkan sebagai sebuah pakta integritas. Namun, menurut dia seringkali pakta integritas hanya slogan saja tetapi tidak diketahui bagaimana kelanjutannya.
"Boleh saja (pakta integritas), tetapi jauh lebih penting adalah action, mengimplementasikan atau mewujudkan. Tidak sekadar lips service. Kalau itu dilakukan saya kira berprospek ke depan," paparnya.
Lebih jauh Emrus mengingatkan bahwa mendirikan partai itu tidak sekadar idelisme, tetapi dibutuhkan cost politic yang begitu besar. Sebab, kata dia, dalam mendirikan sebuah partai harus sampai ke daerah, atau dari pusat sampai ranting.
"Walaupun menggelorakan idealisme tetapi tidak bisa lepas dari sewa gedung, kantor DPD, ruangan, administrasi dan lain sebagainya, termasuk pergerakan politik yang positif yang tentu membutuhkan cost politic," kata Emrus Sihombing. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy