5 Kendala yang Mengadang Industri Kreatif

Kamis, 11 Mei 2017 – 15:25 WIB
Ilustrasi UMKM. Foto: Jawa Pos.Com/JPNN

jpnn.com, SURABAYA - Neraca perdagangan antardaerah Jawa Timur mengalami surplus Rp 45,15 triliun pada triwulan pertama 2017.

Nominal itu meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 23,11 triliun.

BACA JUGA: Sumsel Expo Targetkan Seribu Pengunjung per Hari

Gubernur Provinsi Jawa Timur Soekarwo menyatakan, perdagangan antardaerah ditopang industri argo dan produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang bergerak di industri kreatif.

”Mulai batik, aksesori, bordir, hingga produk IT. Jadi, yang harus kami lakukan sekarang adalah berorientasi pada produk kreatif,” terangnya setelah pembukaan Pameran Batik Bordir & Aksesoris Fair ke-12 2017 di Grand City, Surabaya, Rabu (10/5).

BACA JUGA: Permen LHK P.17/2017 Dinilai Belum Memberi Solusi

Namun, sejumlah kendala memang dihadapi industri kreatif di Jatim.

Misalnya, skema pembiayaan, efisiensi industri, pemasaran, promosi, maupun packaging yang dianggap kurang menarik.

BACA JUGA: Program Magang Kemenkop UKM 2017 Dorong 500 Wirausaha Muda

”Tugas pengusaha memastikan kualitas produk mereka baik. Pemerintah akan membantu skema pembiayaan murah melalui dana bergulir dengan bunga kredit enam persen lewat PT Bank Jatim maupun PT Bank UMKM,” imbuhnya.

Skema pembiyaan murah itu diharapkan dapat menekan biaya produksi sehingga harga produk terjangkau bagi konsumen.

Untuk packaging, pemerintah bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk membuat inkubator khusus di bidang packaging.

Inkubator juga perlu dibuat untuk pembatik, khususnya di sisi desain dan motif.

Bertumbuhnya kelas menengah di Jatim menjadi pendongkrak permintaan industri kreatif berbasis lifestyle.

Dari 39 juta penduduk Jatim, sebanyak 40 persen merupakan kelas menengah.

”Setiap ada kelas menengah, mereka pasti mengincar produk lifestyle. Mereka harus diberi produk yang baik, harga lebih murah, dan distribusi cepat. Jika produk dalam negeri tidak memenuhi standar tersebut, mereka beralih ke produk impor,” tuturnya.

Ketua Asosiasi Perajin Batik Jatim Putu Sulistiani mengungkapkan, saat ini perajin batik di Jatim gencar mengadopsi tren terbaru sesuai dengan minat masyarakat.

”Inovasi itu memang penting agar masyarakat terus tertarik untuk membeli batik. Selain corak, desain batik yang ready to wear terus berkembang. Desainer juga memengaruhi permintaan batik,” katanya.

Tren corak batik yang saat ini berkembang, antara lain, warna alam maupun motif yang cukup besar.

APBJ mencatat, permintaan batik di Jatim meningkat 10–20 persen per tahun selama tiga tahun terakhir.

Pihaknya juga tidak khawatir jika harus bersaing dengan kain bermotif batik impor.

Menurut dia, masyarakat sudah lebih teredukasi serta bisa memilih antara kain batik asli dan tekstil motif batik.

”Masyarakat mulai cerdas. Mereka lebih bangga dan gengsinya merasa terangkat jika bisa membeli batik tulis asal Indonesia daripada kain batik impor,” ungkapnya. (vir/c16/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Industri Pengolahan Susu Sangat Seksi


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler