jpnn.com, BANDUNG - Ditreskrimsus Polda Jabar mengungkap perkara ilegal akses data base kependudukan yang digunakan untuk membuat kartu prakerja fiktif.
Pencurian data ini dilakukan seorang peretas (hacker) berinisial BY yang berhasil mencuri data dari laman BPJSKetenagakerjaan.go.id.
BACA JUGA: Ibu DFN dan Anaknya Didatangi Perampok, Diikat, Lalu Terjadilah
Total ada 12.401.328 data dengan data NIK dan foto yang berhasil diambil berjumlah 322.359.
Data ini kemudian disimpan pada penyedia VPS di Amerika Serikat.
BACA JUGA: 6 Tersangka Pemalsu Data Kartu Prakerja Diringkus Polisi, Begini Modusnya
BY yang tinggal di Samarinda, Kalimantan Timur, kemudian bekerja sama dengan empat tersangka lainnya yakni AP, RW, AW, dan WG asal Bandung.
Mereka berhasil memverifikasi sistem dan mendapat 50 ribu data valid, dari data tersebut terdapat 10.000 akun yang didapat hingga ke kode verifikasi kata kunci sekali pakai (OTP) dari sistem.
"BY kemudian membuat script untuk membuat KTP palsu dan membuat email palsu secara masif yang langsung didaftarkan otomatis di dashboard prakerja.go.id sebanyak 10 ribu akun dengan hanya melakukan pendaftaran sebanyak 3 kali saja," kata Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Jabar Kombes Pol Erdi A Chaniago di Mapolda Jabar, Selasa (7/12).
Dengan modal data yang sudah terverifikasi tersebut, para pelaku lantas mendaftar pada program prakerja yang merupakan program pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional.
"Akun tersebut lolos dalam sistem dengan NIK yang sebenarnya palsu," imbuhnya.
Erdi menambahkan, BY kemudian mengirimkan data NIK, foto, KTP palsu, dan email yang sudah teregister sebagai akun prakerja fiktif kepada AP melalui aplikasi Telegram.
AP langsung memasukkan nomor handphone yang sudah diaktivasi dengan provider, menggunakan data NIK orang lain ke akun prakerja fiktif yang sudah dibuat BY.
Setelah dinyatakan lolos, kemudian AP, RW, AW, dan WG membeli pelatihan di Tokopedia dengan saldo yang sudah dikirimkan ke dashboard prakerja sebesar Rp 1.000.000, dan selanjutnya mengikuti ujian untuk mendapatkan sertifikat lolos prakerja.
"BY juga membuat script untuk mem bypass video pelatihan dengan maksud mempercepat proses pelatihan tanpa harus mengikuti pelatihan secara utuh," jelas Erdi.
Para pelaku kemudian membuat akun dompet elektronik premium ke dalam akun prakerja fiktif. Dari perbuatannya, mereka berhasil mendapatkan dana insentif dari pemerintah sebesar Rp 600.000 selama empat bulan dan dana survei sebesar Rp 50.000 dalam tiga bulan untuk setiap akun.
Kemudian AP, RE, AW, dan WG menarik dana yang sudah cair dari akun prakerja melalui dompet elektronik, yang kemudian dikirim ke 11 rekening fiktif.
"Keuntungan tersangka dari perbuatannya, mereka mendapatkan keuntungan Rp 2,5 miliar hingga Rp 15,3 miliar," terangnya.
Atas kejahatan yang diperbuat, para pelaku terancam Undang-undang RI No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU RI No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman kurungan penjara paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp 12 miliar.
Kemudian, mereka juga bisa dikenai hukuman sesuai pasal 48 ayat (2) dengan ancaman pidana penjara paling lama 9 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar.
Serta pasal 46 ayat (2) dengan ancaman hukum pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 700.000.000.
Tidak cuma itu, kata Erdi, para pelaku juga dihukum pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp25 juta karena melanggar UU RI No 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas UU RI No 23 Tahun 2996 tentang Administrasi Kependudukan. (mcr27/jpnn)
Redaktur : Rah Mahatma Sakti
Reporter : Nur Fidhiah Sabrina