5 Rekomendasi Komnas HAM untuk Presiden Jokowi Soal Kasus Pembunuhan Brigadir J

Senin, 12 September 2022 – 13:42 WIB
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat memberikan keterangan pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (12/9/2022). ANTARA/Tri M Ameliya.

jpnn.com - JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memberikan rekomendasi kepada Pemerintah RI dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kasus pembunuhan Brigadir J. Rekomendasi itu disampaikan Komnas HAM kepada Presiden Jokowi melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Senin (12/9). 

“Kami menyampaikan ada lima rekomendasi kami kepada Bapak Presiden RI Joko Widodo atau Pemerintah RI,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat memberikan keterangan pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (12/9). 

BACA JUGA: Kirim Surat Keberatan, Deolipa Anggap Komnas HAM Buat Pernyataan Melawan Hukum 

Lalu apa isi lima rekomendasi Komnas HAM kepada Presiden Jokowi terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J?

Pertama, Taufan mengatakan, Komnas HAM meminta pemerintah melakukan pengawasan atau audit kinerja dan kultur kerja di Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk memastikan tidak terjadi penyiksaan, kekerasan, atau pelanggaran HAM lainnya.

BACA JUGA: Soal Pelecehan Seksual Putri Candrawathi, Begini Komentar Tajam Mas Anam ke Komnas HAM

“Kami sebutkan ini tidak semata-mata berangkat dari kasus Brigadir J, tetapi juga dari data pengaduan atau kasus-kasus yang kami tangani selama ini, terutama dalam lima tahun periode di bawah kepemimpinan kami,” ungkap dia.

Kedua, lanjut Taufan, Komnas HAM meminta Presiden Jokowi memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyusun suatu mekanisme pencegahan dan pengawasan berkala terkait dengan penanganan kasus kekerasan, penyiksaan, atau pelanggaran HAM lainnya yang dilakukan Polri ataupun petinggi Polri, seperti yang sekarang terjadi, yakni kasus Brigadir J.

BACA JUGA: Begini Laporan Komnas HAM soal Putri Candrawathi jadi Korban Pelecehan

Ketiga, pihaknya meminta pemerintah melakukan pengawasan bersama dengan Komnas HAM terhadap berbagai kasus kekerasan, penyiksaan atau pelanggaran HAM lainnya yang dilakukan anggota Polri. “Jadi, perlu ada mekanisme bersama antara pihak polisi dengan Komnas HAM,” kata Taufan. 

Keempat, Komnas HAM meminta percepatan pembentukan Direktorat Pelayanan Perempuan dan Anak di Polri. 

Kelima, Komnas HAM meminta pemerintah untuk memastikan bahwa infrastruktur pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), termasuk kesiapan kelembagaan dan ketersediaan peraturan pelaksanaannya.

Menurut Taufan, UU TPKS itu baru diputuskan pada tahun ini, sehingga masih membutuhkan kelengkapan infrastruktur.

“Oleh karena itu, kami berharap Pemerintah Ri memastikan penyiapan infrastruktur dan peraturan pelaksanaan UU TPKS yang merupakan hasil perjuangan dari begitu banyak aktivis HAM, terutama aktivis perempuan,” kata Taufan.


Laporan Hasil Penyidikan

Sebelumnya, Komnas HAM juga telah memberikan laporan hasil penyelidikan kasus pembunuhan Brigadir J kepada pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD.

Adapun hasil laporan yang disusun Komnas HAM dibantu Komnas Perempuan tersebut terdiri atas dua kesimpulan. 

Pertama, Komnas HAM berkesimpulan bahwa telah terjadi exstra judicial killing (pembunuhan di luar hukum) yang dilakukan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdi Sambo terhadap Brigadir J.

Kedua, telah terjadi secara sistematik obstruction of justice atau upaya menghalangi proses hukum perkara yang sekarang sedang ditangani Penyidik ataupun Tim Khusus (Timsus) Mabes Polri.  Terhadap hasil laporan penyelidikan itu, Komnas HAM meyakini para tersangka pantas untuk disangkakan Pasal 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana.

“Dari dua kesimpulan pokok itu, kami percaya pengenaan Pasal 340 KUHP yang dilakukan penyidik itu dikunci dua kesimpulan tersebut,” kata Taufan. 

“Artinya, terduga yang sebentar lagi akan maju ke pengadilan, kami berharap melalui prinsip-prinsip peradilan yang adil, majelis hakim bisa memberikan hukuman yang seberat-beratnya atau setimpal pada apa yang dilakukan tersangka sebagai tindak pidana,” pungkas Ahmad Taufan Damanik. (antara/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler