5 Terdakwa Korupsi PPJ Lhokseumawe Divonis Bebas

Rabu, 07 Agustus 2024 – 20:26 WIB
Lima terdakwa tindak pidana korupsi pajak penerangan jalan mengikuti persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Rabu (07/08/2024). ANTARA/M Haris SA

jpnn.com - BANDA ACEH - Sebanyak lima terdakwa tindak pidana korupsi pajak penerangan jalan (PPJ) umum di Pemerintah Kota Lhokseumawe, Aceh, divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh. 

Vonis bebas tersebut dibacakan majelis hakim yang diketuai Teuku Syarafi serta didampingi R Deddy Haryanto dan Heri Alfian masing-masing sebagai hakim anggota dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Banda Aceh di Banda Aceh, Rabu (7/8).

BACA JUGA: 5 Terdakwa Korupsi Akuisisi Saham PT SBS oleh PTBA Divonis Bebas, JPU Kasasi

Kelima terdakwa, yakni Mawardi Yusuf selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kota Lhokseumawe 2020-2022, Azwar selaku Kepala BPKD Kota Lhokseumawe 2018-2020.

Berikutnya, Asriana selaku Kepala Subbagian Keuangan BPKD Kota Lhokseumawe, Sulaiman selaku Bendahara Pengeluaran BPKD Kota Lhokseumawe, M Dahri selaku Kuasa Pengguna Anggaran BPKD Kota Lhokseumawe.

BACA JUGA: Menyambut HUT RI, Pegadaian Hadirkan Gadai Bebas Bunga

"Menyatakan para terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum. Membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum," kata majelis hakim.

Dalam putusannya, majelis hakim memerintahkan supaya para terdakwa dibebaskan dari tahanan, serta merehabilitasi nama dan memulihkan hak-haknya. Termasuk memulihkan harkat dan martabat para terdakwa.

BACA JUGA: Ronald Tannur Divonis Bebas, Ratusan Massa Bakal Gelar Aksi Tuntut Keadilan Bagi Dini Sera Afrianti

Selain itu, majelis hakim juga memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) mengembalikan uang Rp 706,5 juta lebih yang disita sebelumnya kepada masing-masing pihak. Serta mengembalikan semua barang bukti ke tempat sebelumnya.

Berdasarkan fakta hukum selama persidangan, kata majelis hakim, tidak ditemukan bukti para terdakwa melakukan tindak pidana korupsi pembayaran insentif dari pemungutan pajak penerangan jalan.

"Apa yang dilakukan para terdakwa berdasarkan kapasitas dan kewenangan dari jabatan yang diembannya," kata majelis hakim.

Atas putusan majelis hakim tersebut, JPU Ully Herman menyatakan pikir-pikir. Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari untuk menentukan sikap, apakah menerima atau tidak atas putusan tersebut.

Sebelum, JPU menuntut empat dari lima terdakwa tindak pidana korupsi pajak penerangan jalan tersebut masing-masing delapan tahun penjara. Sementara, satu terdakwa lainnya atas nama Sulaiman dituntut tujuh tahun penjara.

Selain pidana penjara, JPU juga menuntut para terdakwa membayar denda Rp 200 juta subsider  enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti kerugian negara masing-masing Rp 631 juta. Jika terdakwa tidak membayar, maka dipidana masing-masing empat tahun penjara.

JPU juga menuntut terdakwa Mawardi Yusuf, Azwar, dan Sulaiman, dicabut hak politik selama lima tahun.

Dalam tuntutannya, JPU menyatakan para terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Juncto Pasal 18 Ayat 1 Huruf a, b, d Ayat 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Sebelumnya, JPU dalam dakwaannya menyebutkan para terdakwa membagikan dan menerima sejumlah uang dari intensif pemungutan pajak penerangan jalan yang dilakukan PLN.

"Pemungutan pajak lampu jalan dilakukan PLN sehingga para terdakwa tidak berhak menerima intensif dari pemungutan pajak penerangan jalan tersebut," kata JPU.

Selain itu, JPU menyebutkan PLN pada rentang waktu 2018 hingga 2022 menyetorkan pajak penerangan jalan ke BPKD Kota Lhokseumawe dengan jumlah keseluruhannya mencapai Rp 72 miliar lebih.

Seharusnya, uang dari pajak penerangan jalan yang dipungut PLN tersebut disetor ke kas daerah sebagai pendapatan asli daerah. Akan tetapi, para terdakwa membuat kebijakan dengan membagikan sebagai intensif pemungut, kata JPU.

"Perbuatan para terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara berdasarkan hasil penghitungan lembaga audit negara mencapai Rp3,15 miliar," kata JPU. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler