jpnn.com, JAKARTA - Indonesia memiliki 2.200 dokter spesialis bedah. Namun lebih dari 50 persennya praktik di Jawa. Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur menjadi kantong spesialis bedah.
Ketua Persatuan Ahli Bedah Indonesia (PABI) dr Urip Murtedjo SpB-KL membenarkan bahwa spesialis bedah banyak praktik di kota besar.
BACA JUGA: DR. Mochammad Syam, MD. dr, SpPA, Ternyata Dokter Spesialis Gadungan
”PABI punya 38 cabang. Tapi memang anggotanya berada di Surabaya Raya dan Jakarta Raya,” tuturnya.
Menurut Urip hal itu tak lepas dari sarana kesehatan yang kurang. Sebab spesialis bedah tidak bisa bekerja tanpa menggunakan alat yang memadai di kamar operasi.
BACA JUGA: Pengamat: Pemerintah Bingung Tentukan Arah Pendidikan
Belum lagi beberapa alat seperti x-ray, MRI, MRA, dan beberapa alat lain yang digunakan untuk diagnosa yang juga tidak dimiliki di setiap wilayah.
Sehingga tidak bisa disalahkan jika para spesialis bedah tersebut berada di daerah yang memiliki fasilitas lebih lenggap.
BACA JUGA: 2,9 Juta Anak Tidak Sekolah jadi Sasaran Program Indonesia Pintar
”Alat kesehatan harus ditingkatkan. Pemerintah daerah bisa mengusahakan agar alat kesehatannya diperbaharui,” bebernya.
Selain itu Urip juga menambahkan, adanya dokter spesialis bedah maka harus ada dokter atau perawat anastesi yang mendampingi. Sehingga keberadaan ahli anastesi pun harus diperhatikan.
”Program wajib kerja ke daerah juga bisa menjadi salah satu solusi,” tutur Urip.
Dalam wajib kerja ke daerah itu, daerah juga dituntut untuk memiliki sarana kesehatan yang memadai. Sebab daerah yang dituju akan disurvei terlebih dahulu dari PABI dan Kementrian Kesehatan.
Untuk tahun ini ada 45 dokter bedah yang mengikuti wajib kerja. Mereka adalah dokter yang baru lulus dari pendidikan dokter spesialis di 16 prodi seluruh Indonesia. ”Program tersebut juga bisa menjadi stimulant dokter mau praktik di daerah,” paparnya.
Pemerataan dokter spesialis dapat memberikan dampak baik bagi kondisi kesehatan di Indonesia. Salah satunya adalah mengenai sistem rujukan.
Masalah kesehatan bisa ditangani di ranah primer dan sekunder. Sehingga layanan kesehatan tersier tidak membludak. (lyn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tangkal Paham Radikalisme
Redaktur & Reporter : Soetomo