Sebanyak 537 warga Papua yang ditangkap aparat kepolisian di sejumlah kota pada Sabtu (1/12/2018) telah dibebaskan. Penangkapan terbesar terjadi di Surabaya yang tahun ini menjadi pusat kegiatan untuk merayakan 1 Desember yang dipandang sebagai hari kemerdekaan Papua.
Pengacara yang mendampingi para warga Papua tersebut, Veronica Koman, menjelaskan selain di Surabaya penangkapan juga terjadi di Kupang, Ternate, Manado, Makassar, Jayapura, Asmat dan Waropen.
BACA JUGA: Presiden Nigeria Bantah Meninggal dan Diganti Kloningan Dari Sudan
"Tahun ini kegiatan aksi damai dipusatkan di Surabaya untuk wilayah Jawa dan Bali," kata Veronica saat dihubungi jurnalis ABC Farid M. Ibrahim.
Aksi damai yang dimaksud Veronica yaitu long march dari Monumen Kapal Selam menuju gedung Grahadi.
BACA JUGA: Remaja NSW Ciptakan Alat Pelacak Keselamatan Pemancing Di Bebatuan
"Tapi mereka dihadang. Sekitar 200-an massa gabungan dari 18 ormas mengepung dan memprovokasi barisan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)," jelas Veronica.
Massa ormas tersebut, katanya, menuduh AMP sebagai pengkhianat bangsa dan diserang dengan bambu runcing dan batu. Bentrok pun tak terelakkan, meski akhirnya polisi berhasil mengatasi situasi.
BACA JUGA: PM Scott Morrison Bertemu Presiden AS Donald Trump
"16 massa AMP alami luka-luka, 3 orang di antaranya, kepalanya bocor," kata Veronica.
Dikatakan, massa AMP akhirnya kembali ke asramanya di Jalan Kalasan Surabaya. Photo: Ratusan mahasiswa dan warga Papua menggelar aksi unjuk rasa damai pada 1 Desember 2018 di berbagai kota di Indonesia. Namun mereka dihadang sejumlah ormas dan ditangkap polisi. (Istimewa/Veronica Koman)
Sekembalinya ke asrama, massa AMP tidak menyangka akan ada kelanjutan dari kejadian pagi hingga siang tersebut.
"Sekitar jam 11 malam ada empat truk polisi datang," ucap Veronica.
Mereka mencari mahasiswa Papua yang tidak tinggal di Surabaya untuk diminta pulang ke kota masing-masing.
Namun para mahasiswa tersebut menolak sehingga, kata Veronica, polisi mengangkut semua yang ada di sana ke kantor polisi.
"Termasuk juga seorang warga Australia berinisial RAH yang langsung dibawa ke kantor imigrasi," katanya.
Padahal, menurut Veronica, wanita asal Australia ini berada di lokasi karena kebetulan pacarnya adalah seorang aktivis AMP.
"Kelihatannya WNA yang bergaul dengan orang Papua banyak mendapat perlakuan tegas dari aparat. RAH ini bukan yang pertama," katanya.
Pada Minggu sore seluruh mahasiswa AMP tersebut dikembalikan ke asrama Papua namun mereka yang tidak tinggal di Surabaya akhirnya dipulangkan ke kota lainnya di Jawa dan Bali.
"Terjadi pengusiran paksa oleh aparat. Kalau mereka diakui sebagai warga negara Indonesia, mengapa mereka diusir dari Surabaya," ucap Veronica lagi.
Kepada media setempat Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menepis informasi adanya ratusan orang Papua yang ditangkap.
Menurut Brigjen Dedi Prasetyo jumlah yang ditangkap tidak sampai ratusan orang. "Cuma 44. Semua sudah dipulangkan," katanya.
Menurut berbagai laporan di Jakarta sejumlah eleman aktivis Papua yang berkumpul di gedung YLBHI juga dicegat polisi, sebelum mereka menggelar aksinya di Kedutaan Besar Belanda, PT Freeport Indonesia, dan kantor pewakilan PBB.
Catatan kelompok LSM United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menyebutkan sejak tahun 2015 pihak berwajib telah memangkap sekitar 7000 warga Papua.
ULMWP menyebut ruang gerak dan kebebasan demokratis rakyat Papua justru semakin dikekang dalam beberapa tahun terakhir ini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gempa Hantu Terdeteksi dari Afrika Hingga ke Hawaii