jpnn.com - PONTIANAK - Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji mengatakan 5.768,73 hektare lahan di Kalbar terbakar hingga 30 Juli 2023. Dia berharap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) itu tidak makin meluas, karena akan berpengaruh pada aktivitas warga di daerah tersebut.
“Kita tentu tidak menginginkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) makin meluas dan memengaruhi aktivitas masyarakat. Oleh karenanya, seluruh pihak harus segera mengantisipasi dan ikut menanganinya," kata Sutarmidji di Pontianak, Kamis (3/8).
BACA JUGA: Karhutla di Bengkalis 318,5 Hektare, Pelaku yang Tertangkap Baru 1
Dia menjelaskan bahwa musim kemarau akan cukup panjang, yang terjadi pada Juli hingga Oktober 2023.
Terkait hal itu, berpedoman pada Perda Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pembukaan Lahan Berbasis Kearifan Lokal oleh Masyarakat, maka pembukaan lahan perlu dikawal dan diawasi ketat oleh aparat yang berwenang agar tidak terjadi karhutla yang menyebabkan bencana asap.
BACA JUGA: 6 Helikopter Disiagakan untuk Penanganan Karhutla di Provinsi Riau
Lebih lanjut Sutarmidji mengatakan untuk mengantisipasi, mencegah, serta menangani karhutla, dibutuhkan koordinasi yang lebih intensif. Seluruh pemangku kepentingan di Kalbar diharapkan bisa meningkatkan koordinasi dan komunikasi antarinstansi, baik pemerintah, aparat, maupun swasta.
Khusus kepada pemangku kepentingan di tataran desa/kelurahan, Sutarmidji menginstruksikan agar lebih gencar menyosialisasikan penanganan dan status siaga darurat bencana kabut asap akibat karhutla kepada masyarakat.
BACA JUGA: Bakar Sampah Berujung Karhutla, RP Langsung Diciduk Polresta Pekanbaru
"Jangan sampai tidak mengetahui penetapan status siaga karhutla di Kalbar ini. Selanjutnya, kami minta kepada seluruh petugas, baik itu petugas pemadam kebakaran, petugas penanggulangan bencana daerah, maupun Manggala Agni agar tetap siaga dan memastikan peralatan sudah siap setiap saat," katanya.
Sutarmidji juga menjelaskan Kalbar memiliki 2,8 juta hektare lahan gambut, 80 persen di antaranya rusak ringan dan sisanya rusak berat dan sedang, sehingga sangat menyulitkan saat terjadi musim kemarau.
"Hanya lebih 1 persen saja yang dalam kondisi masih sangat alami, 99 persen sudah mengarah ke rusak ringan, rusak sedang, dan rusak berat. Mari, bersinergi dan lebih peduli dengan lingkungan kita untuk tidak melakukan pembakaran hutan dan lahan," tuturnya. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi