6 Dekade Lembaga Demografi FEB UI: Generasi Silver Sejahtera pada Indonesia Emas 2045

Sabtu, 31 Agustus 2024 – 12:33 WIB
6 dekade berdirinya Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI), LD FEB UI menyelenggarakan seminar bertajuk “Generasi Silver Aktif dan Sejahtera pada Indonesia Emas 2045”. Foto: dokumentasi Lembaga Demokrasi FEB UI

jpnn.com - Dalam rangka memperingati 6 dekade berdirinya Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI), LD FEB UI menyelenggarakan seminar bertajuk “Generasi Silver Aktif dan Sejahtera pada Indonesia Emas 2045”.

Seminar ini bertujuan untuk mengeksplorasi isu-isu terkini terkait generasi silver (lansia) dan berbagai tantangan yang dihadapi menuju Indonesia Emas 2045.

BACA JUGA: Menaker Ida Fauziyah Sebut Naker Fest 2024 jadi Kunci Mencapai Indonesia Emas

Wakil Menteri Keuangan I Republik Indonesia Prof. Suahasil Nazara menekankan pentingnya mendukung pertumbuhan usia produktif dengan kebijakan pemerintah yang komprehensif, mulai dari fase prenatal hingga usia lanjut.

“Keberhasilan dan upaya di masa produktif sangat mempengaruhi kualitas hidup di usia senja,” ucap Prof Suahasil di Hotel Pullman, Jumat (30/8).

BACA JUGA: Pendidikan Disebut jadi Kunci Sukses Indonesia Emas 2045

Dia juga menyoroti bahwa investasi di bidang pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial yang adaptif, serta reformasi sistem pensiun memiliki peran krusial dalam mewujudkan silver demographic dividend yang berkelanjutan.

“Menjadi Lansia: Antara Anugerah dan Tantangan Mempersiapkan Perawatan Jangka Panjang (Long Term Care)”

BACA JUGA: Hashim Resmikan Forum Masyarakat Indonesia Emas, PATRIA Bergabung

Di tempat yang sama, Peneliti Senior LD FEB UI dan Guru Besar FEB UI Sri Moertiningsih Adioetomo mengatakan bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia diperkirakan akan mencapai 20 persen pada 2050.

“Seiring bertambahnya usia, lansia akan mengalami penurunan kapasitas fungsional yang diperparah oleh penyakit tidak menular akibat gaya hidup tidak sehat sejak dini,” kata Sri.

Hal ini menimbulkan kebutuhan akan perawatan jangka panjang (LTC) yang dapat menjadi beban signifikan bagi keluarga dan pemerintah.

Biaya LTC mencakup medical cost, non-medical cost, caregiving cost, dan social cost lainnya.

Dia menjelaskan beberapa alternatif pembiayaan LTC, seperti sistem asuransi sosial, Universal Coverage Tax Funded System, dan Safety Net Tax-Funded System.

Kebijakan LTC di beberapa negara tidak selalu termasuk dalam cakupan jaminan kesehatan universal, sehingga negara-negara seperti Jepang dan Korea telah mengembangkan skema asuransi sosial khusus untuk kebutuhan ini.

“Contoh lain adalah Jerman, di mana klien LTC berkontribusi hingga 21,4 persen dari total biaya, sementara di Jepang kontribusinya mencapai 10 persen,” tuturnya.

Sementara itu, Perwakilan Organisasi Ketenagakerjaan Internasional/International Labour Organization (ILO) Ippei Tsuruga menuturkan membahas tentang reformasi sistem pensiun di Indonesia.

Dia menuturkan, mengingat perubahan demografis yang cepat, seperti peningkatan jumlah penduduk lanjut usia dan dominasi pekerja di sektor informal.

Ippei juga merekomendasikan peningkatan kontribusi wajib pada skema pensiun untuk memperkuat jaring pengaman sosial bagi semua pekerja, baik di sektor formal maupun informal.

Dia menekankan perlunya memperkenalkan skema pensiun sosial yang menyediakan manfaat tetap bagi seluruh warga negara, guna mengatasi kesenjangan dalam akses manfaat pensiun, terutama bagi mereka yang tidak mampu berkontribusi secara konsisten.

“Reformasi ini diharapkan dapat menciptakan sistem perlindungan sosial yang lebih inklusif dan berkelanjutan, serta memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia,” ucap Ippei. (mcr4/jpnn)


Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler