jpnn.com, JAKARTA - Pernyataan Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo yang menyebut dirinya diberhentikan sebagai Panglima TNI berkaitan dengan kebijakannya meminta seluruh prajurit TNI menonton film G30S PKI, menuai kontoversi.
Berikut penilaian Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo soal pernyataan Jenderal Gatot.
BACA JUGA: Arief Poyuono Dukung Gatot Nurmantyo Jadi Capres 2024, Prabowo Bagaimana?
Pertama, menurut Karyono, Gatot Nurmantyo tengah memainkan politik playing victim.
"Jika benar pernyataan Gatot Nurmantyo yang mengatakan dia diberhentikan menjadi panglima karena memutar film G30S PKI, patut diduga, Gatot sedang memainkan gaya politik playing victim," ujar Karyono saat dihubungi jpnn.com, Jumat (24/9).
BACA JUGA: Tanggapi Pernyataan Gatot Nurmantyo soal PKI, Jubir BIN: Under Control
Dengan memainkan politik playing victim, Gatot ingin mengesankan dirinya dianiaya pemerintah.
"Intinya, dia tengah membangun opini publik seolah menjadi pihak yang teraniaya," ujar Karyono.
BACA JUGA: Guru Honorer Jakarta Tak Bakal Melupakan Ahok, Peristiwa 2015
Kedua, menurut Karyono, pernyataan Gatot yang meminta penayangan kembali film G30S PKI, ialah strategi propaganda.
Strategi itu yang dijadikan jualan untuk mendapatkan keuntungan dan manfaat politik. Dengan propaganda ini diharapkan dapat membangun empati dan simpati.
Ketiga, gaya politik Gatot yang getol menggunakan narasi komunis dan PKI mirip gaya politik orde baru.
“Gaya politik Orde Baru yang gemar jualan isu komunis atau PKI," beber Karyono.
Menurut Karyono, propaganda isu komunis atau PKI sudah tidak efektif untuk menaklukkan lawan politik.
"Propaganda isu komunis atau PKI terbukti tidak mampu menaklukkan lawan politik yang diserang dengan isu tersebut," ujar dia.
"Jadi, menurut saya, pihak yang terus menerus menggunakan isu komunis dan PKI sebagai propaganda politik untuk tujuan berkuasa adalah kelompok yang tidak mau belajar dari kegagalan. Mereka kurang kreatif dan inovatif dalam membuat propaganda yang lebih efektif dan simpati," beber dia.
Keempat, masih menurut Karyono, isu PKI sengaja diambil Gatot untuk menimbulkan sentimen negatif masyarakat terhadap pemerintahan Joko Widodo.
Kelima, Karyono Wibowo menduga gaya Gatot Nurmantyo dalam mengampanyekan anti-PKI terinspirasi dari Presiden Kedua RI Soeharto.
"Jualan isu komunis atau PKI dalam konteks pertarungan politik tidak diharamkan. Tetapi menurut saya, Gatot terlalu sederhana dalam membuat kalkulasi politik jika hanya mengandalkan isu kebangkitan komunis atau PKI. Mungkin dia hanya terinspirasi oleh kejayaan Jenderal Besar Soeharto yang berhasil menjadi pemimpin pemerintahan orde baru setelah berhasil menumpas PKI," kata Karyono.
Keenam, manuver Gatot berkaitan dengan urusan Pilpres 2024.
"Melihat manuver politik Gatot semakin membuat orang yakin ada hasrat menjadi salah satu kandidat presiden atau wakil presiden pada pemilu mendatang. Hal itu wajar saja karena setiap warga negara memiliki hak, sejauh memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan," jelas Karyono.
Dengan demikian, kata Karyono, wajar saja apabila masyarakat juga melihat kepentingan Gatot dan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sama untuk Pilpres 2024.
"Wajar juga jika dikatakan manuver KAMI memiliki relevansi dengan kepentingan Gatot di pilpres 2024 karena gelagatnya menunjukkan hasrat yang kuat untuk maju dalam kontestasi pilpres," pungkas Karyono mengenai manuver Gatot Nurmantyo. (ast/tan/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur : Aristo Setiawan
Reporter : Aristo Setiawan, Fathan Sinaga