6 Laskar FPI Tewas Ditembak, Romo Syafi'i Meradang, 4 Kali Mengucap 'Harus Diberhentikan'

Jumat, 11 Desember 2020 – 08:58 WIB
Anggota Komisi III DPR Romo Muhammad Syafi'i. Ilustrasi/Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Syafi'i meradang saat disinggung soal peristiwa penembakan di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek yang menewaskan enam Laskar FPI (Front Pembela Islam).

Awalnya politikus yang biasa disapa dengan panggilan Romo Syafi'i ini menyampaikan pandangannya terkait insiden yang menimbulkan kontroversi itu.

BACA JUGA: Uni Irma: Apa Hubungan Fadli Zon dengan FPI?

"Saya kan sebagai anggota komisi hukum (Komisi III DPR-red) berpikiran normatif ya, aparat kepolisian ini kan pada dasarnya tidak mempunyai hak apa pun, kecuali apa yang diberikan oleh UU kepada mereka," ucap Romo Syafi'i saat berbincang dengan jpnn.com, Kamis (10/12).

Apa yang diberikan UU kepada Kepolisian? Katanya, yang diberikan UU adalah mereka diwajibkan menegakkan hukum, dan menjamin ketertiban masyarakat dengan cara melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat.

BACA JUGA: Rizieq jadi Tersangka, MUI Langsung Bereaksi Keras

Semua peristiwa hukum itu, lanjut legislator Partai Gerindra ini, harus harus Due Process of Law. "Ya, dalam sistem criminal justice system ini, semua peristiwa harus ditangani dengan due process of law," tegasnya mengulangi.

Nah, Romo Syafi'i menyebut peristiwa yang terjadi di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek pada Senin (17/120 dini hari, itu jelas mengabaikan due process of law.

BACA JUGA: Polisi Beber Temuan di Tangan Pengawal Rizieq Shihab yang Tewas

"Itu sudah extra judicial killing, ya. Extra judicial killing (penghukuman mati di luar hukum-red). Dan ini tidak bisa dibenarkan," tegas politikus asal Sumatera Utara ini.

Karena itu, wakil rakyat dari daerah pemilihan (Dapil) Sumut I ini sejak awal menuntut tanggung jawab dari pimpinan di Polri atas peristiwa penembakan yang menewaskan 6 Laskar FPI tersebut.

"Makanya dari awal saya menuntut, itu Irjen Pol Fadil itu harus diberhentikan. Harus diberhentikan. Saya ulang sekali lagi, sangat tidak promoter ini kepolisian kalau Fadil tetap jadi kapolda, ya," tegas Romo Syafi'i.

"Kalau dia tetap jadi kapolda, ini kepolisian kita memang sudah sangat tidak promoter seperti tagline yang selama ini mereka sampaikan. Jadi, Fadil itu harus diberhentikan, harus diberhentikan," ujarnya menegaskan.

Dia juga menyoroti pernyataan seorang perwira menengah Polri berpangkat Komisaris Besar (Kombes) dalam pemberitaan yang beredar di media sosial karena dianggap menebar teror kepada masyarakat.

"Kemudian statement, saya lihat di medsos, saya lupa itu (namanya), seorang perwira juga, kalau ada yang bilang tidak terjadi tembak menembak, itu fitnah bakal dipidanakan.

Saya kira yang beri statement itu telah mengancam, itu teror terhadap masyarakat, harus dipidanakan juga itu orang. Ini orang meneror masyarakat. Polisi bukan mengayomi, meneror itu," tutur Romo Syafi'i.

Dia menjelaskan, perwira tersebut mengancam akan memidanakan masyarakat yang menyebar hoaks bahwa tidak terjadi baku-tembak dalam peristiwa yang menewaskan 6 Laskar FPI.

Artinya, kata Romo Syafi'i, oknum perwira itu akan membungkam semua pihak yang coba-coba ingin menghilangkan diksi baku-tembak. Dia ingin mempertahankan diksi terjadi baku-tembak. Sehingga, kalau ada diksi yang di dalamnya tidak ada baku-tembak, dia akan memidanakan.

"Ini meneror. Jangan begitu dong. Jangan begitu, dia meneror. Kita akan tandai ini orang. Ini yang sebenarnya harus ditangkap, dia enggak cocok jadi polisi itu, meneror masyarakat," tegasnya.

Menurut Romo Syafi'i, seharusnya pejabat-pejabat di Polri cukup memberikan jawaban yang tidak menimbulkan rasa takut di masyarakat.

"Seharusnya dia (bilang) kami akan selesaikan secara hukum, akan dibuktikan kalau nanti ada kesalahan, kami akan tangani. Kita punya etik segala, harusnya begitu. Tampak ya, jadi dari itu semua secara kesimpulan, ada yang ditutupi. Itu saja," pungkas Romo Syafi'i.(fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler