jpnn.com - JAKARTA – Masih banyak masalah yang harus dibereskan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) sebelum melakukan pengangkatan honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Saat ini MenPAN-RB Azwar Anas dan jajarannya sedang merumuskan Rancangan PP Manajemen ASN sebagai turunan UU Nomor 20 Tahun 2023.
BACA JUGA: Masa Transisi sebelum Honorer jadi PPPK, Guspardi: Apa Maksudnya?
PP Manajemen ASN itu yang nantinya akan mengatur mekanisme pengangkatan honorer jadi PPPK, termasuk soal kriteria non-ASN yang akan masuk daftar calon PPPK Part Time.
Berikut sejumlah masalah menjelang pengangkatan honorer jadi PPPK:
BACA JUGA: Menjelang Pengangkatan jadi PPPK, Jumlah Honorer Naik Turun, Mas Anas Ungkap Penyebabnya
1. Nasib Honorer Telanjur Diberhentikan
Data 2,3 juta honorer saat ini sedang dan akan diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan BKN. Audit dialkukan secara menyeluruh. Bukan secara acak.
Hanya saja, di luar jumlah honorer yang sudah dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang mencapai 2,3 juta itu, diduga masih banyak honorer yang belum terdata di BKN.
BACA JUGA: Semoga Tahun Ini Milik Guru P1, Diangkat PPPK, Lulus Tes PPG
Honorer yang belum terdata itu, antara lain ialah honorer yang sudah telanjur diberhentikan.
Masalah tersebut diungkap Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus saat Rapat Kerja bersama MenPAN-RB Azwar Anas, di Senayan, Senin (13/11).
Guspardi Gaus menceritakan kasus di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat.
Dijelaskan, ada sejumlah honorer yang sudah mengabdi sejak 2005, tetapi tiba-tiba diberhentikan pada September 2021.
“Mereka diberhentikan, dinolkan, dengan berbagai alasan, karena anggaran, ada temuan,” kata Guspardi.
Setelah sejumlah honorer diberhentikan, beberapa waktu kemudian bupati merekrut ratusan honorer yang baru.
Para honorer yang sudah telanjur diberhentikan itu tidak ikut dimasukkan dalam pendataan di BKN.
Selain itu, kata Guspardi, masih banyak juga honorer yang bertugas jauh dari perkotaan, belum terdata di BKN.
Dengan alasan tersebut, Guspardi mendesak Menteri Azwar Anas melakukan update data honorer.
Menteri Anas diminta membuat kebijakan khusus terkait masalah honorer tercecer, yang belum terdata di BKN, sebelum melakukan pengangkatan menjadi PPPK.
“Perlu ada kebijakan dari pemerintah, dari kita, terhadap berbagai masalah itu,” ujar Guspardi Gaus.
2. Masih Banyak Honorer Belum Didata
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN mengamanatkan pengangkatan honorer jadi PPPK harus diawali dengan tahapan validasi dan verifikasi data
Diharapkan, dengan proses audit, tidak akan ada honorer bodong yang diangkat menjadi PPPK, yang mempersempit peluang honorer asli.
Saat Rapat Kerja bersama MenPAN-RB Azwar Anas, Senin (13/11), Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang meragukan jumlah honorer sebanyak 2.357.092 atau 2,3 juta, yang sudah dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak atau SPTJM dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
Junimart mengatakan, di luar jumlah honorer yang sudah ber-SPTJM itu, masih banyak lagi honorer yang belum terdata di BKN. Dia mengaku punya data.
Junimart mengaku mendapat keluhan dari banyak honorer yang belum terdata di BKN.
Mereka sudah meminta datanya didaftarkan ke data base BKN, tetapi ditolak oleh pimpinan instansi tempat mereka bekerja. Junimart mengatakan, kasus seperti itu biasanya terjadi di instansi daerah atau pemda.
“Banyak honorer meminta didaftarkan, tetapi kepala daerah, kepala dinas, enggak mau. Jadi, Saudara Menteri dan BKN, jangan terpaku pada SPTJM. Inilah gunanya BPKP melakukan audit data,” kata Junimart.
Hal yang sama disampaikan Anggota Komisi II DPR Syamsurizal, yang meminta KemenPAN-RB serius menuntaskan persoalan data honorer.
Dia mengatakan, masih banyak honorer yang mengeluh tidak terdata di BKN dan itu terjadi di banyak daerah.
“Masih banyak yang tercecer,” kata Syamsurizal.
“Di luar angka itu masih ada 1,6 juta,” imbuhnya, seraya mengatakan masalah ini memang tidak sederhana. Namun, harus segera diselesaikan agar tidak muncul masalah lagi di kemudian hari.
Hal senada diutarakan Guspardi Gaus. Anggota Komisi II DPR yang getol memperjuangkan nasib honorer itu juga mempertanyakan data jumlah honorer.
Dia meminta Menteri Anas segera memastikan dari 2,3 juta itu, berapa sebenarnya honorer yang valid, yang bukan honorer bodong.
3. Menteri Anas Mengakui Jumlah Honorer Naik Turun
MenPAN-RB Abdullah Azwar Anas menyatakan sepakat mengenai pentingnya audit data honorer sebelum dilakukan pengangkatan.
Dia menjelaskan, hasil audit sementara yang dilakukan BPKP dan BKN, menunjukkan jumlah honorer naik turun.
“Hasil sampling BPKP, data naik turun di lapangan,” kata Menteri Anas saat raker di Komisi II DPR.
“Kalau sudah ada policy, tetapi data belum beres, ini jadi masalah, sehingga validasi menjadi penting,” kata Anas.
4. Komisi II DPR Meminta Honorer Kerja 5 Tahun jadi PPPK Tanpa Tes
Hingga saat ini pemerintah belum memutuskan apa kriteria honorer yang akan diangkat jadi PPPK Penuh Waktu, dan siapa saja yang bakal jadi PPPK Part Time.
PP Manajemen ASN menjadi kewenangan pemerintah untuk menyusunnya. Namun, sudah ada kesepakatan Komisi II DPR dilibatkan.
Nah, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang meminta, khusus bagi honorer dengan masa pengabdian 5 tahun ke atas, pengangkatan mereka menjadi PPPK tidak perlu melalui tahapan seleksi.
"Kami berharap agar Pemerintah komitlah dengan segera melakukan pengangkatan honorer menjadi PPPK tanpa ada seleksi atau tes segala," kata Junimart dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (14/13).
Junimart berdalih, sebelumnya DPR dan Pemerintah sudah sepakati di awal pembahasan dan masuk dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN bahwa semua tenaga honorer harus diangkat jadi PPPK.
5. Anggaran Audit Honorer Belum Ada
Belum siapnya anggaran untuk audit data honorer secara menyeluruh, bukan secara acak, juga menjadi kekahawtiran sejumlah anggota Komisi II DPR RI.
Program pengangkatan honorer jadi PPPK dikhawatirkan deadlock gegara data honorer masih amburadul akibat proses audit yang terganjal masalah anggaran.
Junimart Girsang mengatakan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dilibatkan untuk melakukan audit, ternyata belum punya pos anggaran untuk itu.
“(BPKP) enggak punya anggaran, bisa mendata ini? Masih banyak masalah-masalah non-ASN,” cetus Junimart.
Mardani Ali Sera juga mengatakan hal yang sama. Anggota Fraksi PSKI Komisi II DPR RI itu meminta masalah ketersediaan anggaran untuk audit harus segera dibereskan.
“Kalau BPKP tidak ada dana, kami perjuangkan,” cetus Mardani.
Merespons hal itu, Menteri Anas menegaskan akan segera bertemu Kepala BPKP untuk membahas masalah anggaran audit data honorer.
“Setelah ini saya akan bertemu Kepala BPKP,” kata Mas Anas.
6. Konsep Pengangkatan Honorer Belum Jelas
Junimart Girsang menilai pemerintah belum punya konsep yang jelas mengenai mekanisme pengangkatan honorer jadi PPPK.
Dalam rapat kerja Komisi II DPR bersama MenPAN-RB Azwar Anas di Senayan, Jakarta, Senin (13/11), Junimart menyampaikan kekecewaannya setelah membaca paparan tertulis KemenPAN-RB mengenai metode pengangkatan honorer jadi PPPK.
Anggota Fraksi PDIP itu kecewa lantaran kalimat dalam paparan tertulis itu masih banyak menggunakan kata “alternatif”, baik yang menyangkut honorer jadi PPPK Penuh Waktu, maupun yang akan dialihkan menjadi PPPK Part Time atau PPPK Paruh Waktu.
“Ini saya baca, “alternatif pengangkatan honorer, alternatif metode pengangkatan…”, kok, masih belum ada kepastian metode pengangkatan?” ujar Junimart.
Junimart mengatakan, jutaan tenaga honorer saat ini menunggu kepastian regulasi mengenai pengangkatan non-ASN jadi PPPK.
Namun, masih banyak ketidakpastian. Antara lain yang dikeluhkan honorer, yakni mengenai kabar bahwa untuk diangkat menjadi PPPK Part Time masih harus melalui tahapan tes.
“Kok, paruh waktu masih tes, tes. Ini keluhan dari banyak honorer,” kata Junimart.
Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mempertanyakan apa maksud transisi, setelah membaca paparan MenPAN-RB Azwar Anas yang tertuang di kertas kerja yang sudah dibagikan kepada para anggota Komisi II DPR RI.
“Bagi non-ASN masih bekerja di masa transisi sejak diberlakukan UU (Nomor 20 Tahun 2023, red) ini...Maksud di masa transisi ini apa?” tanya Guspardi. (sam/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu