jpnn.com - JAKARTA – Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN mengamanatkan pengangkatan honorer jadi PPPK harus diawali dengan tahapan validasi dan verifikasi data
Diharapkan, dengan proses audit, tidak akan ada honorer bodong yang diangkat menjadi PPPK, yang mempersempit peluang honorer asli.
BACA JUGA: Honorer Mengabdi Minimal 5 Tahun jadi PPPK Enggak Perlu Pakai Tes
Saat Rapat Kerja bersama MenPAN-RB Azwar Anas, Senin (13/11), sejumlah anggota Komisi II DPR RI mempersoalkan jumlah honorer yang sudah ada di data base BKN itu.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang meragukan jumlah honorer sebanyak 2.357.092 atau 2,3 juta, yang sudah dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak atau SPTJM dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
BACA JUGA: Terungkap Masalah Serius soal Audit Honorer Calon PPPK Part Time, Ya Ampun
Junimart mengatakan, di luar jumlah honorer yang sudah ber-SPTJM itu, masih banyak lagi honorer yang belum terdata di BKN. Dia mengaku punya data.
Junimart mengaku mendapat keluhan dari banyak honorer yang belum terdata di BKN.
BACA JUGA: Wahai Honorer, PPPK Part Time Prioritas jadi Penuh Waktu, tetapi Tidak Gampang
Mereka sudah meminta datanya didaftarkan ke data base BKN, tetapi ditolak oleh pimpinan instansi tempat mereka bekerja. Junimart mengatakan, kasus seperti itu biasanya terjadi di instansi daerah atau pemda.
“Banyak honorer meminta didaftarkan, tetapi kepala daerah, kepala dinas, enggak mau. Jadi, Saudara Menteri dan BKN, jangan terpaku pada SPTJM. Inilah gunanya BPKP melakukan audit data,” kata Junimart.
Anggota Fraksi PDIP itu mengatakan, selain ada mafia tanah, saat ini juga ada mafia tenaga honorer.
“Ini fakta di lapangan, Pak,” kata Junimart kepada Azwar Anas.
Hal yang sama disampaikan Anggota Komisi II DPR Syamsurizal, yang meminta KemenPAN-RB serius menuntaskan persoalan data honorer.
Dia mengatakan, masih banyak honorer yang mengeluh tidak terdata di BKN dan itu terjadi di banyak daerah.
“Masih banyak yang tercecer,” kata Syamsurizal.
“Di luar angka itu masih ada 1,6 juta,” imbuhnya, seraya mengatakan masalah ini memang tidak sederhana. Namun, harus segera diselesaikan agar tidak muncul masalah lagi di kemudian hari.
Hal senada diutarakan Guspardi Gaus. Anggota Komisi II DPR yang getol memperjuangkan nasib honorer itu juga mempertanyakan data jumlah honorer.
Dia meminta Menteri Anas segera memastikan dari 2,3 juta itu, berapa sebenarnya honorer yang valid, yang bukan honorer bodong.
“Sekarang sedang diaudit, bagaimana progress validasi. Sebetulnya berapa dari 2,3 juta itu yang valid?” tanya Guspardi.
Jumlah Honorer Naik Turun
Merespons pertanyaan sejumlah anggota Komisi II DPR RI, MenPAN-RB Abdullah Azwar Anas menyatakan sepakat mengenai pentingnya audit data honorer sebelum dilakukan pengangkatan.
Menteri Anas menjelaskan, hasil audit sementara yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan BKN, menunjukkan jumlah honorer naik turun.
“Kalau sudah ada policy, tetapi data belum beres, ini jadi masalah, sehingga validasi menjadi penting,” kata Anas.
Dia lantas menyampaikan dugaan penyebab masih adanya honorer yang tercecer, belum terdata di BKN, seperti disampaikan Junimart Girsang.
Mantan bupati Banyuwangi dua periode itu menjelaskan, seringkali kepala dinas di suatu daerah merekrut tenaga kontrak yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan tertentu.
Kontrak mereka lantas diperpanjang oleh kepala dinas, sehingga masa kerja telah 2 tahun lebih.
Para tenaga kontrak yang bekerja pada kegiatan-kegiatan tertentu saja itulah, kata Menteri Anas, yang merasa sudah berstatus honorer dan meminta agar datanya dimasukkan ke data base BKN.
“Dulu (SK kontrak) mereka tidak diteken bupati agar nantinya tidak menuntut jadi ASN,” kata Anas.
Namun, meski SK kontrak tidak diteken kepala daerah, tetap saja mereka merasa sudah berstatus pegawai honorer dan merasa berhak juga diangkat menjadi PPPK.
“Maka, saya minta SPTJM, biar jelas pertanggungjawabannya,” kata Menteri Anas.
Lantaran kepala daerah merasa tidak meneken SK kontrak, maka tidak berani menerbitkan SPTJM.
Dampaknya, data tenaga kontrak itu tidak dimasukkan ke data base BKN karena tidak masuk kualifikasi sebagai pegawai honorer. (sam/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu