6 Mitos Seputar Vaksin COVID-19, yang Kelima Berbahaya

Sabtu, 28 Agustus 2021 – 12:03 WIB
Arsip foto Juru Bicara Pemerintah Reisa Broto Asmoro dalam keterangan persnya, di Kantor Presiden, Jakarta, yang ditayangkan langsung pada kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (20/8). ANTARA/HO-Biro Pers Sekretariat Presiden-Kris/pri.

jpnn.com, JAKARTA - Reisa Broto Asmoro menjelaskan mitos-mitos yang berkembang seputar vaksin COVID-19.

Menurut juru bicara pemerintah untuk Penanganan COVID-19 ini, masyarakat perlu tahu apa saja mitos dimaksud.

BACA JUGA: Keren! Alat Tes Antigen Buatan Lokal Mulai Diproduksi

Duta adaptasi kebiasaan baru ini kemudian memaparkannya satu persatu.

 

BACA JUGA: Panglima TNI Mengingatkan Pentingnya Meningkatkan Pelacakan

Pertama, keberadaan chip yang disuntikkan ke dalam tubuh melalui vaksin COVID-19.

"Mitos ini banyak banget berkembang karena pada tidak paham isi vaksin itu sebenarnya apa."

BACA JUGA: Soal Pergantian Wakil Bupati Pamekasan Ketua DPRD Bilang Begini

"Sebenarnya isi vaksin itu mau itu vaksin buatan Amerika, Eropa, China, itu semuanya punya standar internasional yang sama," ujar Reisa dikutip Sabtu (28/8).

Dia menjelaskan bahwa vaksin hanya berisi komponen virus serta bahan-bahan yang membuat vaksin awet di dalam tubuh.

"Jadi tidak ada tuh isi chip segala macam," tegas dia.

 

Kedua, mitos tentang merokok dapat menangkal virus corona.

Reisa menegaskan hal itu tidak benar.

Dia mengatakan bahwa merokok justru memperburuk kondisi tubuh, terlebih terinfeksi COVID-19.

Merokok, kata dia, juga berpotensi menularkan droplet ke lingkungan sekitar.

Apalagi jika dilakukan di ruangan yang tidak memiliki sirkulasi udara yang bagus.

Hal itu membuat virus bertahan di udara dan berpotensi terhirup oleh orang lain.

 

Ketiga, mitos menyebut anak-anak kebal terhadap COVID-19.

Dia mengatakan bahwa tingkat kematian anak-anak karena COVID-19 di Indonesia justru tergolong tinggi.

"Jadi jangan salah kaprah, anak-anak ini bukan berarti kebal dan justru malah kita harus bersedih karena di Indonesia tingkat kematian anak karena COVID-19 ini tinggi sekali dibanding negara lain."

"Jadi kita harus hati-hati ekstra jaga anak-anak, ajarkan mereka protokol kesehatan 3M," kata Reisa.

 

Keempat, anggapan bahwa protokol kesehatan dapat diabaikan setelah menerima vaksin COVID-19.

Reisa menilai hal itu salah kaprah, karena vaksinasi COVID-19 tidak membuat tubuh menjadi kebal 100 persen.

Vaksin, kata dia, merupakan bagian dari ikhtiar membentengi diri dari penularan COVID-19.

Selain vaksin, ikhtiar lain yang harus dilakukan adalah menerapkan protokol kesehatan.

"Nanti suatu saat kalau misalnya semuanya sudah divaksinasi, kita sudah mempunyai herd immunity atau kekebalan imunitas, baru kita bisa berharap melonggarkan protokol kesehatan ini," kata Reisa.

 

Kelima, mitos tentang meminum minyak kayu putih dapat menyembuhkan COVID-19.

Dia mengatakan mengonsumsi minyak kayu putih justru dapat membahayakan tubuh dan berpotensi menimbulkan penyakit baru.

 

Keenam, mitos yang menyebut imunitas orang yang pernah terinfeksi COVID-19 lebih baik dari orang yang mendapatkan vaksin.

Dia mengatakan bahwa daya tahan tubuh yang terbentuk dari orang yang terinfeksi COVID-19 berbeda-beda.

"Ada yang bentuknya ringan, ada yang terbentuknya optimal."

"Jadi, yang lebih baik dilakukan adalah perlindungan justru dari vaksin."

"Karena vaksin itu bisa memberikan perlindungan yang memang sudah tertakar, sudah sesuai rekomendasi, jadi optimal," katanya.

"Apalagi kalau sempat sakitnya gejalanya ringan, biasanya antibodinya justru tidak terlalu optimal seperti yang diharapkan dan biasanya tidak bertahan lama seperti dari vaksin," pungkas Reisa.(Antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler