6 Terpidana Narkoba 402 Kilogram Lolos Hukuman Mati, LaNyalla: Jangan-jangan..

Senin, 28 Juni 2021 – 18:12 WIB
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. ANTARA/HO-DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud berang mendengar kabar enam terpidana kasus sabu-sabu seberat 402 kilogram lolos dari hukuman mati.

Dia mempertanyakan keputusan yang diambil Pengadilan Tinggi Bandung yang meloloskan para terpidana tersebut.

BACA JUGA: TNI Kerahkan 176 Personel Nakes ke Jakarta, Segera Bertugas di 3 Tempat ini

Pasalnya, Indonesia darurat narkoba dan bahayanya sudah merusak berbagai sendi kehidupan.

Enam orang terpidana kasus narkoba jenis sabu-sabu seberat 402 kilogram itu diungkap oleh Satgas Merah Putih pada Rabu 3 Juni 2020.

BACA JUGA: Puan Mengingatkan Soal Ancaman dari Serangan Siber

Barang haram dari kasus tersebut diselundupkan jaringan internasional dengan dikemas mirip bola.

Pihak berwajib membekuk sebanyak 14 warga Iran, Pakistan dan Indonesia.

BACA JUGA: Aksi Blokade 24 Mantan Anggota Dewan ini Sungguh Tak Biasa, Lihat Fotonya

Para pelaku sebelumnya mendapat vonis hukuman mati di Pengadilan Negeri Cibadak pada 6 April 2021.

Namun, mendapat keringanan hukuman menjadi belasan tahun penjara setelah pengajuan banding yang dilakukan kuasa hukum pelaku diterima majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung.

Meski kecewa dengan putusan hakim, LaNyalla mengaku menghormati proses hukum yang berjalan.

Menurutnya, independensi hakim harus dihormati, namun dia berharap agar dilakukan upaya hukum selanjutnya.

"Masih ada langkah Jaksa untuk melakukan kasasi. Saya kira hal itu perlu diambil. Ini demi keadilan dan melindungi generasi yang lebih besar lagi," ucap LaNyalla.

LaNyalla mengatakan, para pelaku kejahatan narkoba seharusnya diberi hukuman yang berat.

Hal ini perlu dilakukan karena sudah menjadi tugas negara untuk melindungi masyarakat dan menyelamatkan anak-anak bangsa dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang.

"Kita sekuat tenaga berjibaku menangkap pengedar narkoba, diperlukan tenaga yang ekstra juga agar dapat menekan laju peredaran barang yang merusak anak bangsa tersebut."

"Namun dengan mudahnya terpidana narkoba dengan barang bukti dalam jumlah besar terhindar dari hukuman mati. Sangat ironis," ucap LaNyalla.

Senator Jawa Timur itu menilai, dengan ringannya hukuman pengedar atau bandar narkoba kelas kakap bisa menjadi preseden buruk bagi masa depan Indonesia dalam penegakan hukum terkait narkoba.

"Bagi saya pribadi, ini tentu cukup mengherankan dan menimbulkan tanda tanya besar. Saya kira perlu ditelusuri keputusan hakim ini, jangan-jangan ada mafia peradilan yang bermain," ucapnya.

Indonesia sendiri, menurut LaNyalla, telah terikat dengan konvensi internasional narkotika dan psikotropika yang telah diratifikasi menjadi hukum nasional dalam Undang-undang Narkotika.

Dengan kondisi tersebut, Indonesia mempunyai kewajiban untuk menjaga warganya dari ancaman jaringan peredaran gelap narkotika skala internasional, dengan menerapkan hukuman yang efektif dan maksimal.

"Dalam konvensi internasional itu Indonesia telah mengakui kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa."

"Sehingga, penegakan hukumnya butuh perlakuan khusus, efektif dan maksimal. Salah satunya dengan penerapan hukuman berat pidana mati," tutur LaNyalla.

Mantan Ketua Umum PSSI itu juga meminta masyarakat untuk ikut serta mengawasi proses hukum dalam setiap peradilan narkotika.

Jika ada proses yang tidak sepantasnya terjadi, apalagi memberikan hukuman ringan kepada terpidana narkoba, menurut LaNyalla masyarakat bisa melapor ke pihak yang berwajib atau kepada Komisi Yudisial.

"Bukan tidak percaya pada hakim, tetapi sudah sewajarnya Komisi Yudisial juga terus melakukan pengawasan intensif terhadap hakim-hakim, ini kan tugas pokoknya, tugas rutin," ujarnya.

Apalagi menurut LaNyalla keputusan Pengadilan Tinggi Bandung membebaskan terpidana kasus narkoba yang menyelundupkan 402 kilogram sabu-sabu dari hukuman mati menjadi sorotan dan banyak dipertanyakan.(Antara/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler