60 Detik Mampu Tembakkan 3.000 Peluru

Rabu, 29 Maret 2017 – 00:07 WIB
Senjata pelontar martir yang juga diuji coba. Foto: Foto: SAHRUL YUNIZAR/JAWA POS

jpnn.com - Dalam perang, yang utama bukan hanya kemampuan prajurit. Kemampuan senjata juga memegang peran vital.

SAHRUL YUNIZAR, Bandung

BACA JUGA: Innalillahi...Mayjen Toto Rinanto Tutup Usia

TNI sebagai garda terdepan penjaga NKRI pun perlu memastikan keduanya mesti siap dalam segala kondisi.

Untuk itu, TNI-AD mengandalkan Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Darat (Dislitbangad) untuk memastikan setiap alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang mereka gunakan memenuhi standar sehingga aman serta berfungsi optimal saat digunakan.

BACA JUGA: Aneh, Mengaku Anggota TNI dan Titip Bahan Kimia

Pekan lalu, secara khusus Jawa Pos menyambangi Markas Komando Dislitbangad di Jakarta Timur dan Laboratorium Dislitbangad di Bandung Barat.

Meski tidak dalam kondisi perang, dinas yang bekerja di bawah koordinasi kepala staf Angkatan Darat (KSAD) itu tidak berhenti bekerja.

BACA JUGA: 3 Warga Tiongkok Ditangkap TNI, Lihat Tuh Wajahnya

Secara rutin, prajurit di bawah dinas tersebut menguji coba alutsista untuk digunakan matra mereka. Baik buatan perusahaan lokal maupun produk negara lain.

Tidak satu pun alutsista sampai ke tangan prajurit TNI-AD tanpa uji Dislitbangad.

Karena itu, di Markas Komando Dislitbangad, berjejer sejumlah senjata yang sedang diuji coba di laboratorium.

Di antaranya, rancang bangun alat bidik, rancang bangun senjata multilaras, rancang bangun pengolah air, rancang bangun pesawat tanpa awak, prototipe kendaraan amfibi, serta senjata api otomatis.

Ada yang sudah dinyatakan lulus uji dan mendapat sertifikat. Ada pula yang masih dalam proses pengembangan.

Untuk dinyatakan lulus sertifikasi, setiap alutsista mesti menjalani ’’penyiksaan’’ lebih dulu.

Misalnya, rancang bangun senjata multilaras. Sampai saat ini, senjata itu masih dikembangkan Dislitbangad.

Padahal, kemampuannya sudah mentereng. Dari uji coba terakhir tercatat, senjata itu mampu menembakkan 3.000 peluru per menit. Jarak tembaknya juga cukup jauh.

’’Efektifnya 600 meter. Tapi, bisa lebih dari satu kilometer,’’ kata Mayor Inf Darmaji, kepala Seksi Rencana Kegiatan Bagian Materiil Umum Subdis Materiil Dislitbangad.

Dia termasuk salah seorang prajurit yang terlibat dalam pengembangan senjata tersebut.

Tidak sembarang ucap, Darmaji menunjukkan cara kerja rancang bangun senjata multilaras itu.

Tidak ubahnya senapan mesin dalam film perang, deru suara senjata tersebut begitu rancak.

Mocong senjata itu mampu memutar enam laras peluru kaliber 7,62 milimeter dengan cepat.

Dari enam laras itu, 3.000 peluru bisa ditembakkan hanya dalam hitungan 60 detik.

Apabila meluncur dalam jarak efektif, bisa dipastikan seluruh peluru yang ditembakkan mendarat tepat sasaran.

Musuh tanpa pelindung lapis baja sudah pasti tumbang kena serbuan peluru itu.

Meski senjata tersebut sudah dibekali kemampuan mentereng, Dislitbangad belum mengeluarkan sertifikat kelulusan.

Serangkaian ’’penyiksaan’’ melalui pengujian masih harus dilakukan.

Sebab, senjata dengan bobot hingga 60 kilogram itu diproyeksikan andal dalam pertempuran darat, air, maupun udara. Karena itu, pengembangan terus dilakukan.

Dengan bantuan PT Pindad, Dislitbangad ingin kemampuan senjata tersebut mencapai titik maksimal sehingga tidak mengecewakan ketika dinyatakan lulus uji dan diproduksi secara masal.

Selain harus memenuhi standar uji kemampuan, setiap alutsista TNI-AD wajib melalui uji kelancaran kerja.

Khusus senjata api, salah satu pengujian yang harus dilalui adalah direndam di dalam air laut, air tawar, dan lumpur.

’’Masing-masing berdurasi 15 menit,’’ ungkap Kepala Seksi Uji Senjata Amunisi Laboratorium Dislitbangad Mayor Inf Suratmoko.

Apabila senjata tidak berfungsi optimal setelah melalui tiga uji coba itu, label tidak layak produksi langsung disematkan.

Ketika Jawa pos menyambangi Laboratorium Dislitbangad, memang tidak ada aktivitas uji senjata api. Namun, proses uji tersebut diperlihatkan dalam video dokumentasi.

Tidak hanya wajib tahan rendaman air laut, air tawar, dan lumpur, senjata api yang diuji coba juga harus tahan banting.

Melalui uji manual, berkali-kali senjata api dilempar dari ketinggian 3 meter.

Bila tidak mengalami kerusakan sama sekali, senjata itu berarti tergolong tahan banting.

Rangkaian uji coba tersebut tidak boleh dilewatkan. Sebab, setiap senjata api yang dibawa prajurit TNI-AD harus tahan segala medan.

Ketentuan itu juga berlaku untuk setiap amunisi yang melengkapi senjata api.

Laboratorium Dislitbangad punya seksi khusus yang bertugas menguji ketahanan amunisi. Yakni, seksi uji biologi kimia.

Lokasi pengujian amunisi di bawah kendali Kepala Seksi Uji Biologi Kimia Laboratorium Dislitbangad Mayor Inf Hartugianto masih sekompleks dengan lokasi pengujian senjata api.

Peralatan yang digunakan untuk uji amunisi tersebut masih sederhana. Hanya berupa oven dan alat timbang.

Namun, pengujian terbilang luar biasa. Setiap amunisi yang dibeli TNI-AD harus tahan dipanaskan dalam oven dengan suhu 95 derajat Celsius. Tahap itu harus dilakukan lebih dari sepuluh hari.

Untuk mendapat label kelas satu, amunisi tidak boleh bau setelah berada dalam oven selama sepuluh hari.

Beratnya juga tidak boleh menyusut. Amunisi kelas satu adalah amunisi terbaik.

’’Biasanya kami pakai untuk tempur dan lomba,’’ ucap Hartugianto sambil menunjukkan amunisi yang sudah lulus uji.

Dia mengungkapkan, amunisi kelas satu punya masa pakai paling panjang. Yakni, bisa bertahan sampai 25 tahun.

Amunisi kelas dua hanya punya masa pakai 15–20 tahun. Amunisi jenis itu biasanya tidak mampu bertahan hingga sepuluh hari dalam oven.

’’Tapi, sudah lebih dari enam hari di dalam oven,’’ jelas Hartugianto.

Untuk amunisi kelas tiga, masa pakainya 7,5–15 tahun dengan masa pengujian 4–5 hari.

Amunisi kelas empat, usia simpan atau masa pakainya 3–7 tahun. Proses ujinya hanya tiga hari.

Amunisi kelas lima yang biasa digunakan untuk latihan adalah yang dua hari dalam oven sudah beraroma tidak sedap dan beratnya menyusut.

Proses uji amunisi memang terkesan ringkas. Namun, diperlukan ketelatenan dan ketelitian.

Maka, jangan heran apabila harus dicek berkali-kali untuk memastikan kemampuan amunisi yang diuji coba.

Berbeda dengan uji amunisi, rompi antipeluru dinyatakan lolos uji coba apabila mampu menahan peluru yang ditembakkan dari jarak tertentu. Proses ujinya mirip dalam lomba menembak.

Rompi antipeluru dibalutkan di backing material yang terbuat dari clay carolina.

Selain berfungsi sebagai pengganti tubuh, material itu punya peran untuk menentukan deformasi dalam uji rompi antipeluru.

’’Deformasi (berbentuk cekungan, Red) tidak boleh lebih dari 44 milimeter,’’ tegas Kepala Laboratorium Dislitbangad Letnan Kolonel Cpl Simon Petrus Kamlasi.

Sesuai dengan standar internasional, ada lima level rompi antipeluru. Namun, TNI-AD hanya menggunakan dua level tertinggi. Yakni, level III-A dan level IV.

Plate pada dua level rompi antipeluru itulah yang menjadi pembeda. Level IV dilengkapi plate berbahan armit, sedangkan level III-A tanpa plate.

Uji rompi antipeluru level IV menggunakan senapan serbu SS1 buatan PT Pindad. Jarak tembak antara rompi dan senapan 25 meter.

Sementara itu, rompi antipeluru level III-A diuji dengan menggunakan pistol dari jarak 5 meter.

Dalam proses uji yang disaksikan Jawa Pos, rompi antipeluru buatan PT Persada Aman Sentosa (PAS) dinyatakan lulus uji.

Keduanya dinyatakan layak mendapat sertifikat. Bila hasil uji itu sesuai dengan spesifikasi matra Angkatan Darat, rompi yang dinyatakan lulus uji bisa diproduksi masal.

Serupa dengan rompi antipeluru, helm alias pelindung kepala prajurit TNI-AD juga melalui uji tembak.

Selain itu, ada ujian lain, yakni menahan hantaman besi seberat 2 kilogram yang dilepas dari ketinggian 3 meter.

Helm tidak boleh retak atau pecah, apalagi rusak. Pengujian helm dilakukan oleh Seksi Uji Alat Kelengkapan Satuan Laboratorium Dislitbangad.

Di seksi tersebut juga diuji ketahanan beragam jenis kelengkapan yang biasa digunakan prajurit TNI-AD.

Salah satunya sepatu tentara. Dislitbangad menggunakan adhesion test untuk menguji ketahanan sepatu prajurit TNI-AD.

Uji tekuk sepatu dengan menggunakan alat tersebut dilakukan secara otomatis.

Standarnya, sepatu harus tetap dalam kondisi baik setelah ditekuk seribu kali. Tanpa lecet sama sekali.

Itu sama dengan sepatu digunakan untuk berjalan/berlari seribu langkah. Sepatu yang digunakan prajurit TNI-AD saat ini tidak lain adalah sepatu yang sudah lulus uji tersebut.

Demikian pun peralatan lain. Tidak terkecuali kendaraan taktis seperti Komodo yang diproduksi PT Pindad.

Selain laboratorium di Bandung Barat, Dislitbangad punya lokasi uji lain di Kebumen, Jawa Tengah.

Di laboratorium itu, mereka bisa menguji kendaraan taktis secara lebih leluasa.

Begitu pula dengan senjata api. Selain lega, laboratorium yang berlokasi di garis pantai membuat ruang untuk proses uji lebih luas.

Laboratorium itu juga bisa dipakai untuk uji peralatan komunikasi. Baik yang terpasang maupun yang tidak menempel pada kendaraan taktis.

Menurut Kepala Seksi Uji Komunikasi dan Elektronika Laboratorium Dislitbangad Mayor Inf Maman Hidayat, lokasi uji peralatan komunikasi Laboratorium Dislitbangad paling ekstrem.

Itu bukan klaim semata, melainkan sudah dibenarkan institusi militer negara lain. ’’Mereka ampun-ampun,’’ ungkap Maman.

Salah satu yang paling ekstrem adalah hutan karet di Subang. Bila alat komunikasi tidak sanggup berfungsi optimal di hutan tersebut, Dislitbangad tidak akan membeli alat itu.

Belum cukup hutan karet, uji coba alat komunikasi sebelum sampai ke tangan prajurit TNI-AD juga dilakukan di perkotaan, medan datar, pantai, serta pegunungan.

’’Semuanya kami lakukan sesuai standar militer internasional,’’ tegas Maman. (*/c5/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Deteksi Teroris, TNI dan Brimob Lebih Intens Berpatroli


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Alutsista   TNI   senjata api  

Terpopuler