jpnn.com, PALEMBANG - Hepatitis merupakan peradangan hati, penyakit ini paling sering disebabkan oleh infeksi virus, penyebab lainnya, yakni kebiasaan minum alkohol.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) setidaknya ada 6,7 juta orang Indonesia mengidap penyakit Hepatitis.
BACA JUGA: Gandeng Bumame, UBC Medical Indonesia Luncurkan Produk Baru Hepatitis Viral Load Testing
"6,7 juta itu semuanya, Hepatitis tipe A, B, C dan E," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republika Indonesia (RI) dr. Imran Pambudi saat ditemui di The Zuri Palembang, Selasa (30/7).
Rata-rata kata Imran, seseorang baru datang jika sudah parah.
BACA JUGA: Industri Kripto Sumbang Pajak Rp798,84 Miliar untuk Pembangunan Ekonomi Digital
"Hepatitis ini di beberapa kasus tidak memiliki gejala, gejala paling ringan itu ditandai dengan demam, nyeri sendi dan sakit perut, sedangkan gejala berat itu ditandai dengan muntah-muntah, diare, demam, dan masalah pernapasan," kata Imran.
"Makanya yang terregistrasi di rumah sakit itu hanya 56 ribu orang, dan itu sangat kecil, selain itu mungkin juga pencatatannya belum bagus," tambah Imran.
BACA JUGA: Galon Le Minerale 100% Bebas BPA Berkode Plastik 1
Saat ini skrining hanya dilakukan kepada ibu hamil dan beberapa kelompok resiko tinggi.
"Itu saja masih perlu disosialisasikan pada ibu hamil, paling tidak selama masa kehamilan satu kali di skrining," terang Imran.
"Skrining juga dilakukan kepada kelompok-kelompok tertentu seperti penderita HIV, Lembaga Pemasyarakatan, pengguna jarum suntik juga bisa dilakukan," sambung Imran.
Dalam satu tahun Imran menyebut bahwa ada sekitar 4,9 juta orang yang hanya bisa di-skrining.
"Angka itu hanya sekitar 70 persen, padahal, dari Dinkes sendiri sudah menyediakan rapid antigen, tetapi balik lagi memang ini harus disosialisasikan bahwa skrining itu penting, banyak orang-orang menghindari skrining karena takut ketahuan kalau sakit," beber Imran.
"Kalau sudah sakit itu tadi biayanya akan sangat besar, " sambung Imran.
Sementara imunisasi lanjut Imran, saat ini cakupannya sebesar 88 persen.
"Tidak sampai 90 persen, harusnya setiap bayi dilahirkan oleh seorang Ibu, sebelum 24 jam harus sudah diberikan vaksin, tetapi vaksin ini tidak sampai dewasa, ketika anak tersebut dewasa maka harus diberikan kembali vaksin," seru Imran.(mcr35/jpnn)
Redaktur : Yessy Artada
Reporter : Cuci Hati