7 Fakta Kasus Penyuntikan Vaksin Kosong di Pluit, Tangisan EO, Cermati Poin Terakhir

Selasa, 10 Agustus 2021 – 20:23 WIB
Oknum perawat EO menangis saat mengakui kelalaiannya dalam kasus penyuntikan vaksin kosong, di Markas Polres Metro Jakarta Utara, Selasa (10/8/2021). Foto: ANTARA/Abdu Faisal

jpnn.com, JAKARTA - Oknum perawat berinisial EO ditetapkan sebagai tersangka kasus penyuntikan vaksin kosong saat kegiatan vaksinasi COVID-19 di Sekolah Kristen IPEKA Pluit Timur, Penjaringan, Jakarta Utara, 6 Agustus 2021.

Berikut ini sejumlah fakta kasus tersebut, dirangkum dari penjelasan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus.

BACA JUGA: Reni Menyampaikan Kabar Gembira untuk Warga Surabaya, Alhamdulillah

1. Motif belum terungkap

Oknum perawat mengaku kejadian tersebut karena kelalaian diri. Namun penyidik masih mendalami apakah ada motif lain dari kasus ini.

BACA JUGA: Terungkap, Tempat Bekerja Perawat Pelaku Penyuntikan Vaksin Kosong

Polisi tetap mendalami sejumlah keterangan dari pihak lainnya, termasuk keterangan ahli, apakah terdapat motif lain dari tersangka melakukan perbuatan tersebut.

"Dia (tersangka) merasa memang lalai dia, tidak memeriksa lagi (spuit) yang digunakan ada isinya atau tidak), seharusnya kan saat diambil harus diperiksa dulu. Itu yang dia sampaikan. Tapi kami masih mendalami terus," ujar Yusri saat konferensi pers di Markas Polres Metro Jakarta Utara, Selasa (10/8).

BACA JUGA: Bamsoet Minta Presiden Jokowi Pidato di Sidang Tahunan MPR

2. Oknum perawat inisial EO menangis

Tersangka sembari menangis mengakui kelalaiannya dalam menjalankan tugas.

Dia menyebutkan sudah 599 kali menyuntikkan vaksin COVID-19 di sejumlah sentra vaksin dalam rangka membantu program vaksinasi nasional.

Di hadapan awak media, tersangka EO mengungkapkan permintaan maaf kepada BLP, keluarga, dan masyarakat Indonesia.

Ia mengaku tidak sengaja dan lalai karena hari itu menyuntikkan vaksin kepada 599 orang, dan dia akan menghadapi segala proses hukum yang menjerat dirinya.

"Saya minta maaf kepada keluarga dan BLP yang sudah vaksin. Saya tidak ada niat. Saya hanya membantu sebagai relawan memberikan vaksin. Maaf kepada masyarakat Indonesia atas kejadian ini. Saya akan mengikuti segala proses ke depan. Di hari itu saya menyuntikkan vaksin kepada 599 orang," tutupnya.

3. PPNI Jakarta Utara mendukung pengusutan kasus ini

Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jakarta Utara Maryanto mengatakan, penyelidikan perlu dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mengungkap kejadian sebenarnya.

"Video itu bisa saja multitafsir, kita tidak bisa menduga-duga. Tapi pada prinsipnya, kami (DPD) PPNI Jakarta Utara siap bekerja sama dengan Polres Metro Jakarta Utara dalam menyelidiki kasus ini," ujar Maryanto di Jakarta Utara, Senin.

Maryanto mengatakan kasus ini perlu penyelidikan dan pengembangan yang mendalam serta komprehensif, termasuk juga memeriksa pasien, pembuat, dan penyebar videonya.

Kendati, menurut dia, proses hukum terhadap tetap harus dilakukan, dengan mengedepankan asas Lex Specialis Derogat Legi Generali.

Yakni, asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.

Hukum yang dimaksud merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.

"Kalau memang hasil penyelidikan kasus terbukti terdakwa seorang perawat maka tidak semata-mata menggunakan pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tapi pakai asas Lex Specialis Derogat Legi Generali," ujar Maryanto.

Merujuk pada kedua hukum tersebut, ia menjelaskan bahwa seorang perawat harus mengantongi Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) sebelum menjalankan tugasnya.

Kedua surat itu tidak bisa didapatkan dari pendidikan sarjana keperawatan saja, tapi perlu juga mengikuti serangkaian uji kompetensi lainnya hingga dinyatakan lulus.

4. Kombes Yusri menyebut EO bukan vaksinator sembarangan

Kombes Yusri Yunus memastikan tersangka EO bukan tenaga kesehatan penyuntik vaksin COVID-19 (vaksinator) sembarangan.

"Ibu EO ini perawat yang punya klasifikasi untuk melakukan penyuntikan. Karena orang yang mau jadi vaksinator harus punya klasifikasi," ujar Yusri.

5. Tersangka menjadi vaksinator yang dimintai tolong

Yusri mengatakan tersangka menjadi surelawan vaksinator pada saat Jakarta memang sedang gencar-gencarnya melakukan vaksinasi, karena upaya untuk memutus mata rantai COVID-19 sekarang ini adalah dengan vaksinasi dan protokol kesehatan.

"Saudari EO ini adalah seorang perawat yang memang diminta tolong, karena memang kami terus terang untuk melakukan vaksinasi massal ini membutuhkan relawan-relawan sebagai vaksinator," kata Yusri.

6. Warga inisial BLP disuntik ulang

Yusri menjelaskan bahwa saat itu telah terjadi kelalaian tersangka. Namun, korban berinisial BLP telah disuntik ulang.

"Banyak yang menanyakan kepada saya bahwa suntikan yang dilakukan terhadap seseorang inisialnya BLP ini, itu adalah kosong. Kemudian dicek, dan memang diakui itu tidak ada isinya, sehingga dilakukan vaksinasi kembali terhadap saudara BLP ini," kata Yusri.

Polisi langsung bertindak karena setelah kejadian yang sempat divideokan orang tua korban sendiri atau ibunya sendiri, kemudian diadukan kepada penanggung jawab dari yayasan sekolah yang menyelenggarakan vaksinasi bersama pada saat itu.

"Ini (video) yang kemudian beredar, dilakukan pendalaman oleh teman-teman Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara dan berhasil mengamankan (menangkap) saudari EO inisialnya, ini adalah tenaga kesehatan yang pada saat itu melakukan penyuntikan, yang sesuai ada di video viral tersebut," kata Yusri.

7. Barang bukti yang disita

Polisi masih mendalami keterangan dari tersangka EO. "Kami masih mendalami dan masuk dalam tahap penyidikan setelah kita memeriksa beberapa saksi sekaligus menyita barang bukti termasuk satu buah botol vial, juga suntikannya dan ada beberapa alat lain yang memang biasa dipakai untuk melakukan vaksinasi kepada masyarakat," kata Yusri.

Penyidik melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dengan menggunakan pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular.

Kendati selama kegiatan vaksinasi massal untuk warga Jakarta, tersangka EO adalah relawan vaksinator. Ini akan dikesampingkan, karena kata Yusri, Indonesia adalah negara hukum.

"Negara kita adalah negara hukum, apa pun kesalahan di situ ada aturan yang mengatur, termasuk di dalamnya ada Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular. Kami masih mendalami terus, termasuk kalau teman-teman menanyakan motifnya seperti apa, apakah kemungkinan ada motif lain, nanti kita sampaikan," kata Yusri.

Yusri mengatakan sejauh ini tersangka akan terancam pidana kurungan 1 tahun penjara. Namun, dia menegaskan bahwa kasus ini masih berproses. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler