jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah organisasi pendidikan menyayangkan konsep peta jalan pendidikan (PJP) nasional 2020-2035 yang dianggap masih belum mengakomodasi beberapa hal krusial.
Misalnya transformasi guru, pendidikan non-formal informal, PAUD, serta pendidikan inklusi.
BACA JUGA: 164 Aplikasi Jahat di Android, Jika Terlanjur Mengunduh, Segera Hapus!
Ketum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi menyatakan, PJP belum memuat latar belakang pemikiran yang jelas.
"Cara berpikir filosofis, historis, dan yuridis yang telah berkembang lama dan mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia ini yang belum kami lihat," kata Unifah dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi X DPR RI dengan tujuh organisasi pendidikan, Selasa (19/1).
BACA JUGA: Ormas Keagamaan Kompak Menyoroti Peta Jalan Pendidikan Kemendikbud
Ia menegaskan, hal itu penting untuk memahami bangsa Indonesia yang beragam dengan kondisi pendidikan dan masyarakat berbeda-beda, yang perlu dijadikan landasan untuk perumusan kebijakan pemerintah.
Netti Herawati dari Himpunan Tenaga Pendidik dan Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) menyatakan, pihaknya menyayangkan belum dimasukkannya PAUD secara eksplisit dalam draft PJP yang ada.
BACA JUGA: Program Organisasi Penggerak dan Ekspektasi Mutu Pendidikan di 2021
Dalam draft PJP hanya pendidikan prasekolah menyangkut calistung dan lain-lain yang dibutuhkan sebelum memasuki jenjang sekolah.
"Hal ini sangat berbeda dengan PAUD. Kami berharap pemerintah memiliki rencana yang komprehensif untuk pengembangan PAUD," ucapnya.
Lovely B selaku sekjen Asosiasi Sekolah Rumah/Home Schooling (Asah Pena) menyoroti tidak adanya perhatian yang cukup terhadap pendidikan non-formal dan informal dalam naskah PJP tersebut.
Selama ini, pendidikan nonformal dianggap sebagai tumpahannya formal.
"Sekarang paradigma itu sudah bergeser. Nonformal bukan lagi tumpahan, tetapi pilihan, dan ini harus diakomodasi bukan diperlawankan,” paparnya.
Hal senada juga disampaikan perwakilan dari Forum Pengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan (PLKP) dan Himpunan Penyelenggara Pelatihan dan Kursus Indonesia (HIPKI).
Sementara itu, Gufroni Sakaril selaku Ketua Umum Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) berharap pendidikan inklusi bisa memiliki rencana strategis yang jelas.
Penyandang disabilitas memiliki kondisi yang berbeda-beda. Mereka juga punya potensi yang besar untuk bangsa.
"Saya harap sistem pendidikan bisa juga bisa melakukan ini, dengan mempertimbangkan perbedaan keadaan para penyandang disabilitas,” jelas Gufroni.
Pendapat Gufroni itu juga didukung perwakilan Perkumpulan Orang Tua Penyandang Disabilitas (PORTADIN). (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad