Ormas Keagamaan Kompak Menyoroti Peta Jalan Pendidikan Kemendikbud

Rabu, 13 Januari 2021 – 11:30 WIB
Siswa belajar menghadapi Asesmen Nasional 2021. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul FIkri Faqih mengkritisi peta jalan (road map) pendidikan tahun 2020-2035 yang sudah dibuat Kemendikbud.

Menurut politikus Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, peta jalan tersebut masih perlu banyak revisi di sana-sini. 

BACA JUGA: Program Organisasi Penggerak dan Ekspektasi Mutu Pendidikan di 2021

"Peta jalannya masih perlu banyak direvisi karenanya Komisi X membentuk panitia kerja (panja) peta jalan pendidikan sebagai bagian dari fungsi pengawasan,” kata Fikri saat memimpin rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan pimpinan organisasi masyarakat keagamaan pengelola pendidikan yang digelar secara virtual, Selasa (12/1).

Organisasi keagamaan dan ormas yang hadir dalam RDPU virtual tersebut antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Pengurus Pusat Muhammadiyah, pimpinan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Perwakilan Umat Budha Indonesia (Walubi), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), serta Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin).

BACA JUGA: Program Prioritas Kemendikbud 2021 Menyasar Jalur Rempah dan Desa Budaya

Fikri mengungkapkan, sebelumnya Komisi X DPR telah memberi banyak catatan atas munculnya dokumen peta jalan pendidikan 2020-2035. Catatan tersebut juga telah diberikan kepada Kemendikbud RI agar menjadi revisi atas konsep peta jalan yang sudah dibuat.

“Menurut kajian Komisi X alokasi anggaran pendidikan masih belum memadai sesuai ketentuan.  Meskipun laporannya sudah 20 persen, banyak yang mengkonfirmasi sesungguhnya bahkan masih di bawah 10 persen,” urai Fikri.

BACA JUGA: Oknum PNS Cuti, Diintai Polisi, Terbongkarlah Kelakuannya

Di samping itu, karakteristik dan kompetensi pelajar Pancasila yang akan dibentuk melalui peta jalan Pendidikan, masih perlu disempurnakan. 

“Antara lain melalui substansi nilai kejujuran, penguatan demokrasi, nasionalisme, cinta tanah air, toleransi, pola pembelajaran di satuan pendidikan serta keterlibatan orang tua,” tandas Fikri.   

Sementara itu. Ketua Lembaga Pendidikan Maarif PBNU, KH. Z. Arifin Junaedi mengaku kurang setuju dengan penyebutan peta jalan pendidikan. 

“Saya terus terang kurang sreg menyebut peta jalan, lebih sreg grand desain. Kesannya mau jalan-jalan gitu,” ucapnya.

Dia mengaku heran dengan peta jalan yang dicanangkan hanya sampai  2035. 

“Alasannya apa, mestinya grand desain sampai 2045, bertepatan dengan 100 tahun kemerdekaan kita,” imbuhnya.

Pihak PBNU juga mengkritisi peta jalan pendidikan 2020-2035 yang dianggap hanya berorientasi kepada wilayah perkotaan.

“Bahwa peta jalan yang disusun hanya dari perspektif kelas menengah dan kota, belum bisa menjawab persoalan Pendidikan di level grassroot, pedalaman,” ujar Sekertaris Lembaga Pendidikan Maarif PBNU, Iklila Muzayyanah.

Senada, Sekertaris Dikdasmen PP Muhammadiyah  Alpha Amirrachman mengungkapkan ketidaksetujuannya perihal penyebutan peta jalan. 

“Lebih tepat grand desain, bukan peta jalan. hendaknya yang diatur bersifat makro, bukan super teknis.  Sedangkan yang teknis dan detail mestinya diterjemahkan di reinstra," ujarnya.

Menurut pihaknya, tujuan pendidikan sesuai dengan cita-cita Ki Hajar Dewantara adalah pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, baru kemudian bicara soal kompetensi dan kecerdasan.   

Pengurus Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Romo Gandhi Hartono mengkritisi soal perlunya pendidikan karakter yang terintegrasi dalam Pendidikan Agama dan  Moral Pancasila. 

“Juga perlunya kerja sama (keterlibatan) orang tua bagi pembentukan karakter peserta didik yang berbudaya Indonesia dan Pancasilais, beriman dan bertakwa,” imbuh Romo.

Sedangkan Sekertaris Umum Persekutuan Wali Gereja Indonesia (PGI), Pdt. Jacky Manuputty, mendesak agar peta jalan pendidikan sebagai sistem pendidikan masa depan harus sungguh-sungguh mempertimbangkan pengembangan sistem pendidikan yang mensinergiskan aspek pendidikan dengan pembentukan karakter dan martabat manusia Indonesia yang mampu berselancar dan berkontribusi dalam tren perubahan global.   

“Rekonstruksi juga perlu dilakukan dengan menambahkan konten pembelajaran yang terkait dengan pemahaman terhadap karakter dan kontur geografis Indonesia yang sangat kaya, namun juga menjadi langganan bencana alam,” tandas Pendeta Jacky. (esy/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler