jpnn.com, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) tak lama lagi bakal disahkan. Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) pun gencar melakukan uji publik.
Deputi SDM Aparatur KemenPAN-RB Alex Denni mengungkapkan terdapat tujuh klaster yang menjadi pokok dalam revisi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yaitu penghapusan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), penetapan kebutuhan PNS dan PPPK, kesejahteraan PPPK.
BACA JUGA: KemenPAN-RB Kumpulkan 524 Pemda, 3 Agenda Penting, Ada Soal RUU ASN, Bikin Penasaran
Kemudian, pengurangan ASN akibat perampingan organisasi, pengangkatan tenaga honorer, dan digitalisasi manajemen ASN, dan ASN di lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif.
Dia menegaskan dalam penyelesaian honorer, pemerintah dan DPR punya beberapa prinsip dalam penyelesaian masalah ini, yaitu tidak boleh ada pemberhentian massal, skema yang dijalankan harus memastikan pendapatan non-ASN tidak boleh berkurang dari yang diterima saat ini.
BACA JUGA: Uji Publik RUU ASN, KemenPAN-RB Menggandeng Unnes
Lalu, memperhitungkan kapasitas fiskal yang dimiliki pemerintah sehingga bisa menciptakan keberlanjutan program pemerintah.
Adapun 7 pokok RUU ASN yang dibahas pemerintah dan Komisi II DPR RI sebagai berikut:
BACA JUGA: RUU ASN Diuji Publik, Ada 3 Mekanisme Penyelesaian Honorer
DPR mengusulkan Pasal 1 angka 19 dalam UU ASN diubah menjadi Komisi ASN yang selanjutnya disingkat KASN adalah lembaga yang bersifat nasional, tetap, mandiri, dan bebas dari intervensi politik.
Usulan pemerintah, alternatif (1) dihapus Pasal 1 angka 19 sebagai implikasi dengan dihapusnya seluruh pasal terkait kelembagaan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.
Alternatif (2) mempertahankan Pasal 1 angka 19 "Mempertahankan Komisi ASN yang selanjutnya disingkat KASN adalah lembaga non-struktural yang bersifat nasional, tetap, mandiri, dan bebas dari intervensi politik.
Pemerintah juga mengusulkan:
- Menghindari pengaturan kelembaban yang rigid
- Nomenklatur lembaga tidak disebutkan
- Hanya mengatur fungsinya untuk memberi ruang konsolidasi antarlembaga
- KemenPAN-RB melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kewenangan manajemen ASN (diatur dalam Perpres)
Implikasinya Pasal 25 ayat (2) diubah dan huruf a-d dihapus serta ditambahkan ayat (3) sampai dengan (7). Pasal 26, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50.
2. Penetapan kebutuhan PNS dan PPPK
Existing UU ASN dalam Pasal 56 (kebutuhan PNS) ayat (1) Setiap instansi pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja.
Ayat (2) Penyusunan keburukan jumlah dan jenis jabatan PNS dilakukan untuk jangka waktu 5 tahun yang diperinci per 1 tahun berdasarkan prioritas kebutuhan.
Ayat (3) Menteri menetapkan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS secara nasional.
DPR mengusulkan penambahan ayat di Pasal 56:
(4) Penetapan kebutuhan PNS harus disertai jadwal pengadaan, jumlah, dan jenis jabatan yang dibutuhkan, serta kriteria untuk masing-masing jabatan.
(5) Penetapan kebutuhan PNS menjadi dasar bagi diadakannya pengadaan PNS.
(6) Dalam hal kebutuhan PNS belum ditetapkan, pengadaan PNS dihentikan.
Usulan pemerintah terhadap Pasal 56 (kebutuhan PNS):
- Tidak secara rigid mengatur metode-metode penyusunan kebutuhan proses pengadaan pegawai ASN.
- Menteri menetapkan kebijakan perencanaan kebutuhan ASN secara nasional sebagai panduan bagi instansi pemerintah dalam menyusun kebutuhan ASN.
- Ditetapkan untuk jangka waktu 5 tahun berdasarkan prioritas nasional sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional.
Untuk jenis jabatan yang bisa diisi oleh PPPK diatur dengan Perpres, DPR tidak memberikan usulan alias ketentuannya tetap.
Pemerintah mengajukan sejumlah usulan sebagai berikut:
- Membuka peluang kepada PPPK untuk menduduki jabatan manajerial (jabatan pimpinan tinggi, administrator, pengawas) dan jabatan non-manajerial (jabatan fungsional dan pelaksana).
- Ketentuan lebih lanjut diatur dalam PP.
3. Kesejahteraan PPPK
Dalam existing UU ASN menyebutkan PPPK berhak memperoleh gaji dan tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi.
DPR mengusulkan PPPK berhak mendapatkan:
a. Gaji, tunjangan, dan fasilitas.
b. Cuti.
c. Pengembangan kompetensi.
d. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua.
e. Perlindungan.
Namun, pemerintah punya usulan sendiri, yang poinnya:
- Komponen kesejahteraan pegawai PNS dan PPPK, tidak disebutkan secara rigid.
- kesejahteraan ASN mengarah pada konsep total rewards.
- Komponen penghargaan dan pengakuan bagi pegawai ASN terdiri atas:
a. Gaji pokok.
b. Penghargaan motivasi.
c. Tunjangan dan fasilitas.
d. Pengakuan
- Penghargaan ASN diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
4. Pengurangan ASN akibat perampingan organisasi
Dalam existing UU ASN tidak diatur mengenai pengurangan ASN akibat perampingan organisasi.
Dalam RUU ASN, Komisi II DPR RI mengusulkan dalam perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini dilakukan secara massal, pemerintah sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR berdasarkan pada evaluasi serta perencanaan pegawai.
Usulan pemerintah untuk dihapus. Panja revisi UU ASN dan Komisi II DPR sepakat terkait klaster pengurangan ASN akibat perampingan organisasi diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah.
5. Pengangkatan tenaga honorer
UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN tidak mengatur terkait penyelesaian tenaga honorer.
DPR RI mengusulkan tenaga honorer dan sebutan lainnya diangkat menjadi PNS secara langsung setelah dilakukan verifikasi SK pengangkatan dengan memperhatikan batas usia pensiun (BUP).
Usulan pemerintah diatur dalam ketentuan peralihan, yaitu tenaga honorer dan sebutan lainnya bisa diseleksi menjadi PPPK paruh waktu.
Selanjutnya apabila terdapat kebutuhan penuh waktu, instansi melakukan seleksi dengan memprioritaskan PPPK paruh waktu.
6. Digitalisasi Manajemen ASN
Existing UU ASN Pasal 1 angka 6 "Sistem Informasi ASN adalah rangkaian informasi dan data mengenai pegawai ASN yang disusun secara sistematis, menyeluruh dan terintegrasi dengan berbasis teknologi.
DPR mengusulkan pasal tersebut tetap, sedangkan pemerintah minta dihapus. Usulan pemerintah untuk menghapus Pasal 1 angka 6 implikasinya akan dibuat Bab XII Digitalisasi Manajemen ASN.
Existing UU ASN menyebutkan:
- Sistem informasi ASN diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antarinstansi pemerintah.
- Instansi pemerintah wajib memutakhirkan data secara berkala dan menyampaikannya kepada BKN.
Atas hal tersebut DPR mengusulkan:
- Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN diperlukan platform tunggal untuk berkolaborasi ekosistem ASN secara menyeluruh.
- Platform tunggal sejalan dengan transformasi organisasi dan sistem kerja.
- Diatur lebih lanjut dalam PP.
Terhadap usulan DPR, pemerintah mengatakan setuju.
7. ASN di Lembaga Legislatif dan Yudikatif
Di dalam existing UU ASN tidak diatur. DPR mengajukan sejumlah usulan:
- Pegawai ASN dibedakan antara pegawai ASN yang bekerja pada lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
- Ketentuan mengenai organisasi, jenis jabatan, dan tata kerja, dan manajemen kepegawaian ASN yang bekerja di lembaga legislatif dan yudikatif diatur lebih lanjut oleh masing-masing lembaga setelah berkonsultasi dengan pemerintah.
Pendapat pemerintah: tidak setuju atau dihapus. Alasannya, RUU ASN beserta peraturan turunannya mengarah pada pengelolaan Manajemen ASN yang lebih fleksibel sehingga tidak diperlukan adanya perbedaan antara pegawai ASN pada lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad