jpnn.com, BOGOR - Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2023, menyebutkan bahwa industri farmasi dan alat kesehatan di tanah air masih mengalami ketergantungan pada negara lain, mulai dari bahan baku hingga teknologi.
Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Lucia Rizka Andalucia, mengatakan pemerintah berkomitmen melaksanakan transformasi kesehatan.
BACA JUGA: GAKESLAB Siap Bersinergi Memajukan Industri Alkes Indonesia
"Upaya itu dengan 6 pilar, yakni transformasi layanan primer, layanan rujukan, Sumber Daya Manusia (SDM), ketahanan kesehatan, pembiayaan dan sistem digital," ujar Lucia pada Seminar Kesehatan Penyakit Kardiovaskular dan Stroke yang dilaksanakan di RS PMI, Bogor, Kamis (7/12).
Menurut dia, kebutuhan alat kesehatan juga bisa tumbuh sekitar 12% di 2023. Kondisi pertumbuhan ini justru masih menghadapi tantangan dari suplai alat kesehatan.
BACA JUGA: Produk Alkes Indonesia Diminati Mancanegara
Lucia mengatakan 70% alat kesehatan di Indonesia, merupakan produk impor. Di sisi lain investasi negara dari APBN untuk riset kesehatan masih rendah hanya 0,2 persen dari APBN.
Melihat kebutuhan alkes yang cukup tinggi dan masih didominasi oleh impor, STEI-ITB dan PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk (SCNP) berkolaborasi melakukan riset dan pengembangan AKD, yaitu Non-Invasive Vascular Analyzer ( NIVA).
BACA JUGA: Jokowi Pengin RI Setop Impor Alkes dan Obat-obatanÂ
Dokter senior spesialis jantung, dr. Jetty H Sedyawan mengatakan, peraturan pemerintah impor alat kesehatan sudah tidak boleh, dan saat ini sudah 42,6 persen.
Menurutnya, produk NIVA sudah masuk ke dalam E-katalog kementerian kesehatan sehingga sudah bisa dibeli oleh rumah sakit milik pemerintah.
NIVA sudah mengantongi izin edar karena mengantongi perizinan secara resmi dari pemerintah dan dalam tahap sosialisasi dan pendistribusian.
Dia mengatakan di Palembang, sudah ada 10 Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) yang menggunakan NIVA, LEMHANNAS dan juga Kemenkes.
"Saat ini sudah lebih dari 100 unit NIVA yang terjual dan ditargetkan untuk 2024 bisa terjual hingga 1.000 unit," ujar dr. Jetty.
Adapun harga satu unit NIVA di bandrol pada harga Rp253 juta. Dia menyebut produk hasil kolaborasi SCNP dan STIE-ITB ini juga telah dilirik oleh Kimia Farma.
Kurangnya Alkes AKD inilah yang menjadi salah satu alasan utama PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk (SCNP) masuk ke ranah produksi alat kesehatan terkait dengan penyakit jantung dan pembuluh darah.
Selain itu, untuk mewujudkan dukungan nyata SCNP terhadap Pemerintah akan program kesehatan yang menjadi salah satu prioritas di APBN 2023.
Dengan kehadiran AKD NIVA dalam industri kesehatan diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh