71 RS Swasta di DKI Tak Terima Pasien BPJS

Tetapi Tetap Wajib Sediakan Ruang untuk Pasien Emergency

Sabtu, 01 Maret 2014 – 15:01 WIB

jpnn.com - JAKARTA PUSAT - Tidak semua rumah sakit (RS) swasta di DKI Jakarta saat ini bergabung dan terlibat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sejak JKN yang dikelola PT BPJS diluncurkan pada 1 Januari lalu, Pemprov DKI Jakarta baru bisa menggandeng 81 di antara 152 RS swasta di seantero ibu kota. Sedangkan 71 RS swasta lain belum terlibat kerja sama.

Hal itu mendapat perhatian Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI. Menurut Kepala Dinkes DKI Dien Emawati, idealnya semakin banyak RS swasta yang bekerja sama dengan pemprov, semakin bagus pula kualitas pelayanan kesehatan di Jakarta.

BACA JUGA: Jemaah Umroh Gagal, Dikarantina di Hotel

Dien mengatakan, pihaknya bersama PT BPJS terus berupaya memperluas kerja sama dengan RS swasta untuk menyukseskan program JKN. Namun, hingga saat ini baru 81 RS swasta yang bekerja sama dengan Pemprov DKI.

Alhasil, 71 RS swasta yang belum bekerja sama dengan pemprov tidak menerima pasien peserta BPJS. “Itu yang terus kita bahas bersama BPJS hingga saat ini. Baru separo (RS swasta) yang bekerja sama,” katanya seperti dilansir Jawa Pos edisi hari ini.

BACA JUGA: Raskin Februari Tidak Jadi Dikirim Dobel

Dia menuturkan, umumnya yang belum bekerja sama dengan pemprov itu tergolong RS elite. Dicontohkannya pula nama-nama RS, seperti RS Pondok Indah, RS Metropolitan Medical Center (MMC), dan RS Medistra. Pihaknya tidak dapat memaksa RS swasta tersebut agar menerima pasien peserta BPJS di kelas III. “Sebab, mereka itu kan (RS) swasta murni,” ujarnya.

Karena tergolong elite, pemerintah mengenakan pajak tinggi atas sejumlah RS tersebut. Sebaliknya, RS pemerintah justru mendapat subsidi dan pajak yang ringan.

BACA JUGA: Jokowi Ajari Ahok Blusukan, Pertanda Nyapres

Meski tidak wajib menerima pasien peserta BPJS, RS tersebut tetap diwajibkan oleh pemerintah menyediakan ruang perawatan kelas III maksimal 22 persen dari seluruh ruang yang tersedia di RS. Ruang kelas III itu dimaksudkan untuk me­ngantisipasi pasien emergency (gawat darurat). “Misalnya, jika ada korban tabrakan (kecelakaan) di depan RS yang bersangkutan, ya harus ditolong di sana,” tuturnya.

Walaupun sejauh ini baru separo RS swasta yang ikut program JKN, Dien tidak mempersoalkannya. Menurut dia, jumlah RS swasta yang bekerja sama dengan pemprov sudah cukup. Dia memastikan minimnya jumlah RS swasta yang menerima pasien BPJS tersebut juga tidak akan mempengaruhi layanan kesehatan terhadap masyarakat.

“Ya enggak lah (berdampak pada layanan kesehatan). Kita sudah (bekerja sama) cukup banyak. RS (swasta) 81, puskesmas 340, klinik 88. Ini sudah sangat banyak dibandingkan dengan daerah lain,”paparnya.

Masalahnya, lanjut Dien, banyak warga yang belum tahu alur pengobatan yang benar. Dia menjelaskan, puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan. Selama ini, bila ingin berobat, warga langsung menuju RS. Akibatnya, pasien RS membeludak.

“Ini yang perlu kita sosialisasikan. Masyarakat masih belum care. Padahal, ada klinik. Ada puskesmas sebagai ujung tombak,” terangnya.

Dia menyatakan, pihaknya terus mendorong berbagai upaya agar masyarakat menjadikan puskesmas dan klinik sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan. (bad/dwi)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sempat Kejang, Penumpang Tewas di Metro Mini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler