8 Kebijakan Pemerintah Dalam Penyelesaian Honorer, Pegawai Non-ASN Bisa Ceria Lagi 

Selasa, 02 Agustus 2022 – 11:54 WIB
Pemerintah menyiapkan 8 kebijakan dalam penyelesaian masalah honorer. Dari poin 1 hingga 8 menguntungkan pegawai non-ASN. Ilustrasi ASN: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah mulai melakukan langkah-langkah penyelesaian masalah pegawai non-aparatur sipil negara (ASN).

Dimulai dari terbitnya SE MenPAN-RB tentang status kepegawaian di instansi pemerintah pusat dan daerah. 

BACA JUGA: Mahfud MD: Ingat Batas Waktu Pendataan Honorer, Terlambat Ada Konsekuensinya 

Salah satu poin mendasar dalam SE yang ditandangani MenPAN-RB Tjahjo Kumolo pada 31 Mei 2022 itu adalah honorer ditiadakan pada 28 November 2023, dan yang ada hanyalah PNS dan PPPK.

Dua bulan berselang, terbit lagi SE MenPAN-RB tentang pendataan tenaga Non-ASN yang ditandatangani Mahfud MD sebagai pelaksana tugas pada 22 Juli.

BACA JUGA: 6 Dokumen Ini Harus Disiapkan untuk Pendataan Honorer, Seluruh Pegawai Non-ASN Perlu Tahu 

Rentetan kebijakan tersebut, sebenarnya sudah disampaikan Plt MenPAN-RB Mahfud MD dalam rapat koordinasi pembahasan penyelesaian tenaga non-ASN di lingkungan instansi pemerintah pada 24 Juni.

Dalam rakor yang dihadiri perwakilan dari sekda provinsi, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) itu, Mahfud MD menyampaikan arah kebijakan pemerintah dalam menuntaskan masalah tenaga non-ASN, yaitu:

BACA JUGA: Pendataan Honorer Berkaitan dengan Penghapusan Pegawai Non-ASN? Mahfud MD Beri Penjelasan

1. Pemetaan honorer atau tenaga non-ASN 

Saat ini, pemerintah pusat dan daerah harus fokus mengatur strategi menata pegawai di instansi pemerintah untuk percepatan transformasi sumber daya manusia tanpa menghilangkan sisi kemanusiaan dan meritokrasinya.

Oleh karenanya, Mahfud meminta para pejabat pembina kepegawaian (PPK) melakukan pemetaan honorer untuk melihat jumlah yang real.

2. Dialihkan ke PNS dan PPPK 

Mahfud menerangkan, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) telah memberikan ruang untuk pengalihan status kepegawaian non-ASN yang beragam menjadi PNS maupun PPPK.

Tentu dengan syarat atau ketentuan yang sudah diatur berdasarkan UU No. 5/2014 tentang ASN beserta peraturan pelaksanaannya.

Instansi pemerintah pusat dan daerah diminta untuk melakukan pemetaan terkait tenaga non-ASN yang bisa diikutsertakan dalam seleksi PNS maupun PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Skema alih daya atau outsourcing

Menurut Mahfud, selain skema PNS maupun PPPK, tenaga non-ASN juga bisa diatur melalui skema alih daya atau outsourcing oleh pihak ketiga bagi yang kualifikasi tidak memenuhi syarat sebagai ASN. 

Pegawai yang bisa masuk dalam tenaga alih daya ini, di antaranya pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan.

Skema ini dibuat untuk memberikan kepastian hukum, status kepegawaian, serta kepastian penghasilan.

4. Larangan merekrut honorer baru disertai sanksi

Mahfud mengingatkan para PPK yang tidak mengindahkan amanat peraturan perundang-undangan dan tetap mengangkat honorer atau pegawai non-ASN akan diberikan sanksi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Pengangkatan itu dapat menjadi bagian dari objek temuan pemeriksaan bagi pengawas internal maupun eksternal pemerintah.

Salah satu sanksi bagi PPK atau kepala daerah yang masih melakukan perekrutan non-ASN, berarti yang bersangkutan dipandang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana Pasal 67 huruf b UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.

Di sisi lain, dalam PP Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pasal 36 diatur lebih rinci terkait sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada kepala daerah dan wakil kepala daerah apabila melakukan pelanggaran administratif. 

"Berdasarkan ruang lingkup pembinaan umum tersebut, kepala daerah yang melakukan penolakan terhadap penghapusan honorer dapat dilakukan pembinaan oleh Menteri Dalam Negeri selaku pembina umum dalam lingkup kepegawaian pada perangkat daerah," ujar Mahfud.

Namun, sebelum dilakukan pembinaan perlu dilakukan klarifikasi kepada kepala daerah yang bersangkutan.

5. Perekrutan PPPK guru dengan afirmasi 

Deputi bidang SDM Aparatur KemenPAN-RB Alex Denni menjelaskan kompetensi pada tingkat pelayanan dasar misalnya, tenaga pendidikan dan kesehatan menjadi perhatian pemerintah.

Guru juga merupakan posisi yang banyak diisi pegawai non-ASN. Tahun ini, telah diterbitkan PermenPAN-RB Nomor 20 Tahun 2022 tentang Pengadaan PPPK untuk Jabatan Fungsional Guru pada Instansi Daerah Tahun 2022.

Peraturan tersebut memberi afirmasi bagi guru-guru non-ASN yang telah mengabdi selama 3 tahun.

 "Tinggal kami mengeksekusi dan memberikan kesempatan kepada guru honorer tiga tahun ke belakang untuk kemudahan seleksi," jelas Alex.

6. Perekrutan PPPK nakes dengan afirmasi 

Alex Denni mengatakan honorer tenaga kesehatan (nakes) yang nantinya akan diberi afirmasi. Namun, aturan mengenai proses PPPK nakes akan diterbitkan kemudian. Alex mengatakan kondisi pandemi ini meningkatkan kebutuhan akan tenaga kesehatan di berbagai daerah.

Menurut Alex, KemenPAN-RB telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan yang menyetujui afirmasi honorer nakes seperti tenaga pendidikan. Pemerintah berkomitmen untuk mendahulukan pegawai honorer yang telah bekerja di unit kesehatan. 

"Honorer kesehatan di puskesmas tertentu harus diberikan kesempatan pertama untuk mendapatkan formasi di puskesmas tersebut. Ini sudah menjadi komitmen kami," jelas Alex.

7. Honorer administrasi dan teknis lainnya juga diberikan afirmasi 

Alex menjelaskan, per Desember 2021 jumlah ASN mencapai sekitar 4,1 juta yang 38 persen di antaranya menduduki jabatan pelaksana (administrasi dan teknis lainnya. pekerjaan pelaksana sederhana, tetapi rentan digantikan teknologi.

Alex mengungkapkan  KemenPAN-RB juga fokus kepada jabatan pelaksana non-ASN, yang tentunya akan mendukung capaian utama organisasi. Nantinya, jabatan pelaksana tersebut juga akan diberikan afirmasi.

8. Kebijakan khusus untuk honorer K2 

 Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro menjelaskan ada dua opsi solusi penyelesaian honorer K2, yakni filtrasi dan pencermatan ulang PP Nomor 49 Tahun 2018.

Untuk opsi filtrasi, Suhajar mengarahkan agar eks tenaga honorer K2  yang masih memenuhi syarat, agar didorong untuk ikut seleksi CPNS dan PPPK. 

Sementara, bagi honorer K2 yang tidak lulus CPNS dan PPPK akan didorong mengikuti seleksi PPPK afirmasi. PPPK afirmasi adalah kebijakan khusus (diskresi) bagi honorer K2 agar bisa diangkat menjadi PPPK dengan syarat khusus.

 "Kebijakan ini berlaku selama empat tahun, sampai dengan tahun 2026," pungkas Suhajar. (esy/jpnn)

 

 

 


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler