jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menginisiasi pertemuan sejumlah parpol untuk menolak sistem pemilu coblos parpol atau proporsional tertutup. Golkar ingin sistem pemilu tetap menggunakan coblos Caleg alias proporsional terbuka.
Peneliti Utama BRIN, R Siti Zuhro memuji langkah Golkar yang memimpin gerakan penolakan proporsional tertutup yang disuarakan oleh PDIP. Menurut dia, esensi pemilu adalah kompetisi dan kontestasi.
BACA JUGA: Airlangga: Golkar Menang Pemilu dengan Sistem Tertutup, tetapi Kami Ingin Demokrasi Maju
“Apa yang dikompetisikan adalah visi, misi dan program. Kualitas partai-partai lah yang harus dikompetisikan agar pemilu berkorelasi positif terhadap kualitas pemerintahan. Golkar sebagai partai besar dan berpengalaman menunjukkan perannya dengan menggalang partai-partai yang ada di DPR untuk berkumpul dan memiliki perspektif yang sama dalam mendukung sistem proporsional terbuka,” ujar Siti, Selasa (10/1).
Seperti diketahui, Golkar bersama PKB, Demokrat, NasDem, PAN, PPP dan PKS menggelar pertemuan di Hotel Dharmawangsa pekan lalu. Gerindra berhalangan hadir. Namun, mereka sepakat menolak proporsional tertutup.
BACA JUGA: Pemilu 2024 Berpeluang Gunakan Sistem Proporsional Tertutup? Begini Sikap KPU
Siti mengatakan, inisiatif Golkar tersebut perlu diapresiasi oleh partai-patai dan publik luas. Karena interupsi terhadap tahapan pemilu akan merepotkan dan membingungkan dan bisa memunculkan silang sengkarut.
“Harus dibedakan antara dukungan terhadap pemerintah dan partai-partai yang memikirkan nasibnya dalam pemilu legislatif 2024. Ketika usulan tertutup dinilai mengancam 8 partai, maka mereka menolaknya secara bersama,” tegas Siti.
BACA JUGA: Sistem Proporsional Tertutup Bisa Bikin Anak Muda Kecewa dan jadi Golput
Siti menilai, ada plus minus dari sistem proporsional tertutup atau coblos parpol. Sebab kewenangan partai akan sangat besar dalam sistem tertutup. Misalnya menentukan anggota DPRD dan DPR. Bukan lagi rakyat seperti proporsional terbuka.
Di sisi lain, hak otonom kader tidak besar. Oleh sebab itu, Siti menilai, 8 partai ini sudah siap dengan sistem proporsional terbuka.
“Jadi kalau sekonyong-konyong diubah pastinya berat bagi 8 parpol,” imbuhnya.
Siti menambahkan, PDIP memilih proporsional tertutup dengan sejumlah pertimbangan. Misalnya, menghindari dampak negatif seperti vote buying atau politik uang.
“Otoritas parpol yang bisa tergerus dengan model terbuka. Kultur politik internal PDIP bisa jadi lebih kompatibel dengan sistem proporsional tertutup,” katanya. (dil/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif