80 Persen dalam 100 Hari Dianggap Mengada-ada

Selasa, 19 Januari 2010 – 17:50 WIB
JAKARTA - Dalam beberapa waktu belakangan, seiring hampir berakhirnya masa awal 100 hari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, sejumlah menteri pun sibuk menyampaikan bahwa program mereka sudah berjalan mendekati 100 persenNamun nyatanya, hal itu tidak diyakini begitu saja oleh berbagai pihak, serta malah dianggap mengada-ada

BACA JUGA: Perpanjangan Pensiun PNS Masih Dikaji

Salah satunya adalah seperti yang disampaikan oleh Audy WMR Wuisang MSi dari lembaga Strategic Indonesia.

"Ada dua isu atau hal menarik yang mencuat menjelang masa 100 hari ini
Pertama adalah terkait kabinet dan kinerjanya, yang dibarengi 'promosi' bahwa sebagian besar departemen ataupun menteri hampir 100 persen menyelesaikan agenda 100 harinya

BACA JUGA: Dana Bailout di Luar Prediksi LPS

Di sisi lain, juga terdengar bergulir isu reshuffle kabinet," papar Audy kepada media, Selasa (19/1).

"Secara keseluruhan, Menkominfo bahkan menegaskan (bahwa) sudah terealisasi 82 persen target pencapaian 100 hari kerja kabinet
Padahal masih tersisa waktu hingga 1 Februari 2010, hingga (ia) optimis bisa mencapai target 100 persen atau bahkan di atas 100 persen," tambah Audy yang di lembaganya menjabat sebagai program director itu.

Pernyataan maupun keyakinan seperti itu, termasuk pencapaian antara 80-90 persen, menurut Audy pula, sama sekali sulit diterima akal sehat

BACA JUGA: Mabes Siap Fasilitasi Keluarga Hambali ke AS

"Bukan hanya karena program 100 hari dan acuan serta parameternya tidak jelas, tetapi karena banyak agenda-agenda pertemuan dan kegiatan rutin departemen dimasukkan (juga) dalam program 100 hari itu," ucapnya menjelaskan.

Artinya menurut Audy lagi, meskipun kinerja keseluruhan kabinet tak bisa diukur keberhasilannya dalam 100 hari pertama, release dan informasi 'kesuksesan' justru sudah disampaikan kepada khalayakSementara, tak ada penjelasan mengenai parameter maupun acuan penilaian untuk ituHal inilah dalam pandangan Audy, yang lantas membuat semuanya (pernyataan) itu terkesan sebagai propaganda belaka.

Sementara terkait isu reshuffle, Audy memandang hal itu bisa saja terjadi, terlebih lantaran kebijakan (langkah) tersebut merupakan hak prerogatifnya presiden"Isu reshuffle bukan semata didasarkan pada evaluasi 100 hari kabinet, tetapi bisa dipastikan ada aroma kental 'politik' di dalamnyaApa lagi jika bukan (terkait) kasus Bank CenturyMakanya, cukup beralasan jika beberapa partai yang memiliki menteri di kabinet, (kini) terancam mengalami reshuffle akibat kencangnya pertarungan di parlemen seputar kasus Century," ucapnya.

Kendati demikian, Audy pun coba mengingatkan bahwa meski menjadi hak presiden, jika reshuffle kabinet semata didasarkan atas perilaku koalisi yang dianggap kurang loyal, atau juga atas dasar evaluasi yang tak jelas parameternya, maka proses (reshuffle) itu bakal hanya menjadi sebuah olok-olok politik terbaruSelain itu katanya, publik juga akan melihat secara jelas betapa koalisi parpol memang didasarkan atas kepentingan politik sesaat(ito/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Wajib Awasi Rumah Sakit


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler