MEDAN-Ratusan pasien yang datang ke klinik Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) setiap bulannya 50 persen adalah remajaDari jumlah tersebut hampir 80 persen tidak mengetahui sama sekali tentang kesehatan seksual dan reproduksi.
Kepala Divisi Akses dan Layanan PKBI Pusat, dr Maya Trisiswati Ch mengatakan, dari jumlah remaja yang datang ke klinik PKBI setelah diperiksa ada yang terinfeksi penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS
BACA JUGA: Warna Alam Inspirasi Trend Rambut
Hal itu disebabkan ketidaktahuan remaja mengenai pengetahuan kesehatan reproduksi, tekanan teman sebaya, pusat layanan dan informasi kesehatan reproduksi yang minim dan hambatan komunikasi dengan orangtua dan guru.“Pengetahuan remaja tentang kesehatan seksual dan reproduksi sangat memprihatinkan, padahal berdasarkan kunjungan pasien yang datang ke klinik kita sebagian besar adalah remaja dan sudah aktif melakukan hubungan seksual,” ungkap Maya saat menyampaikan materinya pada pelatihan jurnalistik kesehatan seksual dan reproduksi kepada sejumlah wartawan media lokal di Dharma Deli Medan, seperti diberitakan Sumut Pos (grup JPNN).
Dijelaskannya, apabila kondisi itu terus dibiarkan, maka akan lebih banyak lagi remaja yang melakukan hubungan seksual sejak dini
“Yang jelas kalau usia remaja 10-24 terlalu dini melakukan hubungan seksual, ketika hamil muda maka reproduksinya tidak bagus
BACA JUGA: Vaksin Meningitis Tidak Boleh Dipaksakan
Bukan hanya itu, psikologisnya juga akan ikut berdampak buruk,” ucapnya.Untuk itu, lanjutnya, selain peran orangtua dan pemerintah, instansi pendidikan, media dan lembaga terkait harus lebih maksimal memberi pengetahuan yang tepat tentang kesehatan seksual dan reproduksi
“Artinya, remaja itu perlu diberikan informasi mengenai anatomi alat reproduksi, cara perawatan dan pencegahan terhadap infeksi sel reproduksi
BACA JUGA: Minimarket AS Sepakat Tak Jual Rokok pada Anak
Selain itu, remaja juga perlu tahu soal dorongan seksual, pelecehan seksual, tindakan asertif, mengelola dan memanfaatkan dampak positif kemajuan tekhnologi dan pengembangan diri,”terangnya.Menurutnya peran pemerintah juga harus membuat informasi kesehatan reproduksi dalam kurikulum sekolah, mengembangkan kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dalam ekstra kulikuler, membuat jejaring mitra dan inter sekolah dan mengoptimalisasi peran media atau tekhnologi.
“Sedangkan, peran sekolah bisa mengaktifkan bimbingan dan konseling, mengembangkan kegiatan ekstra kurikuler dan bermitra dengan LSM atau lembaga profesi lainnyaPeran guru bisa menggiring remaja untuk mengenal dan menerima diri, membangun kepercayaan dan membuka diri serta mengembangkan program young oriented,” ucapnya.
Sementara, Priyo SM selaku pemateri dengan materinya yang berjudul Gender Media menyampaikan, secara umum gender digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya, bukan dari jenis kelamin“Apa yang dianggap maskulin dalam kebudayaan bisa dianggap sebagai feminim dalam budaya lainDengan kata lain, ciri maskulin atau feminim itu tergantung dari konteks sosial budaya,” sebutnya.(mag-7)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Susu Instan Sebabkan Anak Diabetes Dini
Redaktur : Tim Redaksi