jpnn.com, JAKARTA - Rencana pemerintah menghapus seluruh honorer dan nama lainnya sesuai amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) sepertinya sulit dilaksanakan.
Pun Pasal 66 UU ASN yang berbunyi 'Pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024 dan sejak undang-undang ini mulai berlaku instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain pegawai ASN'.
BACA JUGA: Sambil Menunggu Hasil Seleksi CPNS & PPPK, Daerah Ini Mempertahankan 186 Honorer Satpol PP
"Sulit menghapus honorer atau tenaga non-ASN. Wacana ini sudah berlangsung beberapa tahun lalu, sebelum UU Pokok-pokok Kepegawaian direvisi menjadi UU ASN 2014," kata Ketum Forum Komunikasi Bantuan Polisi Pamong Praja Nusantara (FKBPPPN) Fadlun kepada JPNN, Jumat (10/1).
Prediksi FKBPPPN tidak asalan, Fadlun membeberkan fakta-faktanya dari tahap penyelesaian tenaga honorer masih banyak kendala yang dihadapi.
BACA JUGA: Pendaftaran CPNS 2024 & PPPK: Honorer Satpol PP Harus Tahu Info Penting Ini
Dimulai dari data tidak valid sampai dengan penentuan nama-nama jabatan yang akan diselesaikan untuk tenaga honorer.
Sebagai contoh, Satuan Polisi Pamong Praja yang jabatannya jelas diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
BACA JUGA: Instruksi Kemendagri soal Pengangkatan Honorer Satpol PP jadi ASN Sangat Jelas, Ini FaktanyaÂ
Dalam UU tersebut jelas-jelas disampaikan bahwa 'Polisi pamong praja adalah jabatan fungsional pegawai negeri sipil yang penetapannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'.
"Pada kenyataan pemerintah sudah memaksakan kehendak dengan melawan aturan tertinggi, yaitu undang-undang dengan menerbitkan aturan baru di bawah UU 23 Tahun 2014, yaitu KepmenPAN-RB 11 Tahun 2024 tentang Jabatan Pelaksana di Lingkungan Pemerintah," beber Fadlun.
Dalam lampiran KepmenPAN-RB 11/2024, kata Fadlun, ada salah satu jabatan disebutkan Pranata Tibumtranmas dan Pengelola Tibumtranmas menjalankan tugas melakukan penegakan peraturan daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan kententraman masyarakat sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
"Jelas aturan itu berbenturan dengan UU Pemda Pasal 255. Dengan adanya KepmenPAN-RB ini juga 90 ribu anggota Satpol PP non-PNS di Indonesia dirugikan," tegasnya.
Fadlun sangat menyesalkan tindakan pemerintah pusat yang tidak adil dalam penanganan honorer khususnya Satuan Polisi Pamong Praja.
Fadlun mengantakan dirinya menerima kebijakan pemerintah dengan penyelesaian tenaga honorer ini sesuai amanat UU 20 Tahun 2023.
Namun, pemerintah harus tetap menjunjung tinggi urutan tata peraturan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu, FKBPPPN mendapatkan laporan dari beberapa pengurus DPD bahwa di daerah-daerah telah terjadi ketidakadilan karena banyak yang tidak diakomodasi dalam penyelesaian tenaga honorer.
"Kami sengaja menunggu waktu yang tepat untuk mengambil langkah dalam penyelesaian honorer ini," ucapnya.
Dengan adanya aturan KepmenPAN-RB 11/2024 yang mengalahkan aturan di atas (UU Pemda), FKBPPPN akan mengambil langkah menggugat ke Mahkamah Konstitusi atas aturan yang dikeluarkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) tersebut.
"KepmenPAN-RB 11/2024 jelas-jelas sudah merugikan 90 ribu honorer Satpol PP di seluruh Indonesia. Sebelum kami gugat ke MK, kami berencana aksi damai di bulan Februari 2024 untuk menyampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto bahwa ada kesalahan aturan dalam penyelesaian honorer ini khususnya Satpol PP," pungkas ketum FKBPPPN ini. (esy/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Mesyia Muhammad