jpnn.com, JAKARTA - Hingga 25 Desember, Kementerian Kesehatan sudah menemukan 907 kasus difteri di Indonesia.
Dari jumlah itu 44 diantaranya meninggal. Difteri tidak hanya menyerang anak-anak, namun juga dewasa.
BACA JUGA: Cegah Difteri, Jangan Bergantian Tiup Trompet
Sabtu (30/12), perempuan berusia 34 tahun dari Garut meninggal dunia. Perempuan bernama Ecin meninggal RSUD dr Slamet karena difteri.
Ecin yang diketahui tengah hamil tua itu masuk ke RSUD dr Slamet pada Jumat lalu (29/12). Kematian Ecin ini menambah daftar penderita difteri yang meninggal dunia.
BACA JUGA: Jumlah Vaksin Difteri Cukup untuk 34 Provinsi
Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Oscar Primadi, kejadian luar biasa (KLB) difteri pada saat ini memiliki gambaran yang berbeda dibanding kejadian sebelumnya.
Pada KLB sebelumnya pada umumnya menyerang anak-balita. Sekarang, Kemenkes menemukan pada kelompok umur 1 – 40 tahun.
BACA JUGA: Mahasiswa UIN Meninggal karena Difteri, DPR Soroti Kemenkes
”Dimana 47 persen menyerang anak usia sekolah (5 – 14 tahun) dan 34 persen menyerang umur di atas 14 tahun,” ungkapnya.
Data tersebut menunjukkan proporsi usia sekolah dan dewasa yang rentan terhadap difteri cukup tinggi.
Lebih lanjut Oscar mengatakan jika salah satu faktor yang membuat penanggulangan KLB menjadi lebih sulit adalah adanya orang sehat yang tidak menunjukkan gejala difteri.
Namun orang tersebut bisa menularkannya pada orang lain atau sebagai carrier. ”Oleh karenanya, menerapkan perilaku bersih dan sehat menjadi penting dalam setiap kesempatan,” jelasnya.
Oscar juga mengingatkan jika masyarakat diharapakan selalu ingat menerapkan etiket batuk dengan menggunakan masker atau menutup mulut.
Sebab penyakit difteri ditularkan melalui percikan ludah (droplet infection) penderita kepada orang lain yang berada dekat dengannya.
Menurutnya, imunisasi menjadi salah satu solusi untuk mengatasi meluasnya difteri. ”Program imunisasi yang telah rutin dilaksanakan secara berkesinambungan sejak 50 tahun yang lalu harus menjadi perhatian dan diikuti oleh masyarakat, karena melalui upaya pencegahan ini akan dapat mengurangi risiko kesakitan dan terjadinya KLB,” terangnya.
Penanggulangan KLB Difteri dilakukan dengan mengadakan ORI atau Outbreak Response Immunization, yaitu mengimunisasi penduduk yang tinggal di sekitar penderita.
Mulai dari yang tinggal serumah, tetangga, dan mereka yg pernah menengok penderita. ”Dengan ORI, KLB Difteri secara berangsur-angsur akan dapat diatasi,” ungkap Oscar.
Saat ini ORI dibatasi sasarannya pada usia 1 tahun sampai kurang dari 19 tahun. Mengingat hal tersebut, Kemenkes berharap ada penduduk dewasa bisa melakukan imunisasi difteri secara mandiri.
”Beberapa fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta telah siap untuk memberikan pelayanan imunisasi difteri kepada orang dewasa dengan pembayaran yang bervariasi jumlahnya,” ujarnya.
Walaupun sudah divaksinasi, bukan berarti kebal 100 persen. Ahli imunologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr. Iris Rengganis, SpPD-KAI menuturkan jika menjaga pola hidup dan mengurangi kontak dengan penyandang difteri adalah salah satu cara mengurangi peluang tertular.
”Kalau untuk vaksin, dua minggu baru terbentuk imunitas dalam tubuh. Jadi tidak heran kalau ada kasus yang setelah divaksin masih tertular,” bebernya. (lyn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wabah Difteri Meluas, Legislator PKS Waswas
Redaktur & Reporter : Soetomo