jpnn.com, JAKARTA - Pejabat Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan (dahulu Dinas P2B) diduga melakukan penyalahgunaan wewenang terkait pengawasan lahan di JL. Haji kamang RT.09 RW.10 Kelurahan Pondok Labu, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Lahan yang sudah disegel pada 2013 itu ternyata masih digunakan untuk pembangunan tiga rumah petak.
Padahal, penyegelan tersebut berdasarkan disposisi wakil gubernur DKI Jakarta kala itu Basuki Tjahaja Purnama atas permintaan anak dari pemilik lahan. Langkah itu dilakukan karena lahan tersebut diserobot ketua RT setempat.
BACA JUGA: Pemprov DKI Kurang Mengapresiasi Kader Jumantik
Kuasa hukum dari Mudji Ridwan, Rielen Pattiasana sangat menyayangkan ketika pemerintah setempat mulai dari tingkat RT sampai kecamatan seakan mendiamkan tindakan tersebut.
"Padahal sudah ada plang segel tapi malah dicopot dan disembunyikan hingga bisa dikontrakan. Kami curiga ada indikasi main mata disini," kata Rielen.
BACA JUGA: Pemprov DKI Gelar Tausiah, Satpol PP Kompak Berkopiah
Indikasi main mata itu pun dijelaskan oleh Rielen, makin terasa ketika kliennya sempat diundang untuk rapat tentang laporan mereka sebelumnya.
Rapat yang berlangsung di kantor P2B wali kota Jakarta Selatan dengan Kasudin P2B Jakarta Selatan pada tahun 2014 mengkonfrotir kliennya dengan beberapa nama yang telah dilaporkan dan digugat secara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
BACA JUGA: Rapat RSPO Bakal Bahas Kasus Sime Darby di Sanggau
Nama-nama tersebut antara lain Ketua RT 009 Mahmud dan warga setempat Yahya bin Abdulloh. Mereka terindikasi ikut terlibat dalam pembangunan bangunan bermasalah tersebut.
Selain itu, wali kota Jakarta Selatan melalui Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (Dahulu Dinas P2B) serta Kantor BPN Jakarta Selatan ikut diadukan dalam gugatan perdata.
Selanjutnya, dalam rapat pemilik tanah seakan didesak untuk mau menyerah dan menggunakan cara yang terindikasi justru memaksa. Menurut Rielen, kliennya dituntut membayar ganti rugi sebesar Rp 550 juta kepada pihak-pihak yang dilaporkan dalam jangka waktu enam bulan.
"Jika tidak bisa membayar ganti rugi tersebut, maka dianggap telah menyerahkan kepada orang yang dilaporkan tersebut. Hal ini sudah dilaporkan klien saya secara tertulis kepada gubernur DKI Jakarta," jelas Rielen.
Oleh karenanya, lanjut Rielen, sang klien ogah menandatangani surat yang isinya nyata-nyata merugikan tersebut.
Selain itu, Rielen juga mengaku akan membawa masalah ini ke ranah pidana. Sebab, dari pembuktian sidang sementara, para tergugat tidak bisa menunjukan dokumen asli terkait kepemilikan lahan dan hanya sebatas fotokopi saja.
"Dengan bukti sementara yang kami pegang, kami optimis akan menang dan kemudian akan melanjutkannya ke ranah pidana ," tandasnya. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ribuan Polisi Bakal Amankan Tausiah Kebangsaan Pemprov DKI
Redaktur & Reporter : Adil