Abdala

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Minggu, 01 Agustus 2021 – 09:12 WIB
Dua biarawati di Havana setelah divaksinasi dengan vaksin Covid-19 Kuba, Abdala. Foto: RAMON ESPINOSA/AP - El Pais

jpnn.com - Abdala bukan nama seorang jemaah keturunan Arab yang tinggal di kampung Arab Surabaya.

Abdala adalah nama vaksin anti- Covid 19 buatan Kuba.

BACA JUGA: Daftar Merek Vaksin Covid-19, Produsen, dan Harganya

Namanya memang unik dan tidak banyak didengar dan dipublikasikan seperti vaksin buatan Barat atau China, karena vaksin itu dibuat dan dipakai untuk masyarakat Kuba sendiri.

Kuba sekarang bisa disebut sebagai sisa-sisa terakhir eksistensi negara komunis di dunia.

BACA JUGA: Analisis Ahli Virologi soal Kekuatan Vaksin Nusantara Vs Vaksin Konvensional

Di Amerika Selatan mungkin Kuba satu-satunya yang masih tetap dikuasai rezim komunis pasca-Perang Dunia Kedua.

Negara-negara lain di Amerika Selatan seperti Venezuela menerapkan sistem sosialisme, tetapi tidak komunisme penuh seperti Kuba.

BACA JUGA: Iwan Fals Bingung Soal Vaksin Sinovac dan Nusantara

Di Asia, Korea Utara menjadi satu-satunya sisa negara komunis yang masih tetap setia dengan gaya kepemimpinan komunis yang otoriter dan tertutup.

Kalau Kuba masih punya pengaruh yang merembet di negara-negara Amerika Selatan, Korea Utara praktis tidak punya pengaruh ideologis terhadap negara-negara di sekitarnya.

Meski demikian, Korea Utara tetap menjadi ancaman keamanan yang menakutkan bagi Korea Selatan dan Jepang.

Di tengah musim pandemi ini negara yang paling tertutup seperti Korea Utara pun tidak bisa menahan laju penularan.

Jumlah data korban terjangkiti dan yang meninggal, tentu saja, tidak pernah bisa diketahui secara pasti, karena pemerintah tidak akan pernah memublikasikannya.

Namun, pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un sudah menyatakan permintaan maaf kepada rakyatnya, karena tidak berhasil menahan serangan pandemi.

Di Kuba kondisinya juga tidak lebih baik. Data yang valid juga tidak tersedia. Namun, dibanding dengan Korea Utara, Kuba jauh lebih terbuka, orang asing relatif bebas keluar masuk Kuba, dan media asing pun lebih bebas meliput perkembangan di Kuba.

Data resmi yang dikeluarkan pemerintah Kuba menunjukkan keberhasilan dalam penanganan pandemi.

Pada masa-masa puncak pandemi 2020 Kuba termasuk negara yang sukses menahan laju penularan. Bahkan Kuba siap mendeklarasikan diri bebas dari virus.

Seperti banyak negara, Kuba menutup perbatasan dan sekolahnya sejak awal wabah dan mewajibkan warga untuk mempraktikkan jarak sosial, meskipun ada antrean panjang di luar toko di tengah kelangkaan sembako yang semakin meningkat.

Kuba dengan cepat mewajibkan masker wajah dan menerapkan lockdown serta karantina wilayah yang ketat. Pelanggaran terhadap regulasi pandemi dijatuhi hukuman denda atau bahkan penjara.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengidentifikasi Amerika Latin sebagai pusat baru pandemic. Namun, Kuba membuktikan sebagai negara yang sukses menangani pandemi dengan kemampuan mandirinya.

Data resmi menunjukkan Kuba jauh lebih aman dibanding Meksiko maupun Brasil. Orang Kuba sekarang 27 kali lebih kecil kemungkinannya untuk tertulari dibandingkan orang Meksiko, dan lebih dari 70 kali lebih mungkin tidak terinfeksi daripada orang Brasil.

Data yang dilansir oleh The Guardian menunjukkan dengan populasi sebelas juta Kuba mencatat 2.200 kasus dan 83 kematian. Ini berarti Kuba hanya memiliki 0,73 kematian per 100.000 penduduk, jauh di bawah Brasil di angka 17,4.

Penanganan dilakukan dengan sangat cermat, sehingga oleh The Guardian disebut secermat cara kerja arloji Swiss.

Kalau ada seorang pekerja dinyatakan positif, otoritas memindahkannya ke rumah sakit, memberi antivirus dan penguat sistem kekebalan tubuh. Orang-orang yang menjadi kontak akan dikirim ke karantina selama dua minggu.

Ini menggambarkan pendekatan keras yang diambil Kuba untuk mengekang wabah. Sistem perawatan kesehatan dilakukan secara preventif, tersentralisasi, ditambah dengan tindakan pemaksaan khas rezim komunis.

Sistem preventif dilakukan dengan menyediakan layanan vaksinasi terhadap seluruh penduduk. Capaian kesehatan ini menjadi kebanggaan Kuba. Apalagi musuh utama mereka, Amerika Serikat, bisa disebut masih pontang-panting menghadapi pandemi.

Kuba bisa bertahan menghadapi embargo ekonomi, karena mampu menyediakan layanan kesehatan yang bagus kepada warganya.

Pemerintah mengirim puluhan ribu dokter keluarga, perawat, dan mahasiswa kedokteran ke rumah-rumah di seluruh negeri setiap hari untuk melakukan pemeriksaan.

Kuba memiliki sistem kesehatan yang kuat bahkan ketika turunnya sumber daya negara dalam beberapa dekade terakhir telah membuat rumah sakit tidak terawat dan kekurangan obat.

Sejak revolusi komunisme Kuba 1959 kendali pemerintahan dikuasai oleh Fidel Castro dan kemudian mewariskannya kepada sang adik, Raul Castro.

Setelah 60 tahun berkuasa era Castro berakhir setelah Raul Castro tahun ini menyatakan pensiun dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua Partai Komunis Kuba.

Kuba sekarang dipimpin oleh generasi baru Miguel Diaz-Canel yang memperkenalkan sistem pengelolaan ekonomi yang lebih terbuka, tetapi tetap setia kepada ideologi komunisme yang diwariskan oleh Castro.

Penemuan vaksin Abdala adalah sebuah langkah maju yang dicapai Kuba. Sebagai negara yang dimusuhi Amerika dan Barat dan menghadapi blokade ekonomi selama berpuluh tahun, Kuba sudah terbiasa hidup mandiri dengan mengandalkan kemampuan diri sendiri.

Di tengah kondisi pandemi yang buruk, masyarakat Kuba semakin menderita karena berbagai embargo ekonomi yang diterapkan oleh Amerika dan sekutu Barat.

Namun, penemuan Abdala menunjukkan bahwa diam-diam, Kuba punya kemampuan riset yang bagus. sistem kesehatan dan kedokteran di Kuba juga berjalan cukup bagus untuk melayani kebutuhan masyarakat.

Kuba mempunyai sistem pelayanan kesehatan terbaik di Amerika Selatan—mungkin juga di seluruh dunia--terutama dalam hal penanganan kecanduan narkoba dan obat bius.

Superstar sepak bola dunia, Diego Maradona, yang mengalami kecanduan obat bius setelah pensiun bermain, selalu memilih Kuba untuk menjalani rehabilitasi.

Sebelum meninggal dunia November 2020 Maradona sering keluar masuk rehabilitasi karena kecanduannya terhadap obat bius yang tidak bisa dihilangkan.

Setiap kali melakukan rehabilitasi Maradona selalu memilih Kuba. Maradona sendiri secara pribadi mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan Fidel Castro.

Ketika Maradona sukses membawa Argentina menjadi juara dunia sepak bola 1987 ia melakukan kunjungan kehormatan ke Havana dan bertemu dengan Castro.

Sejak itu Maradona semakin dekat dengan Castro dan melakukan beberapa kali kunjungan ke Havana. Maradona secara terbuka mengatakan bahwa Fidel Castro adalah ayah keduanya.

Maradona juga memercayai sistem perawatan rehabilitasi bius di Kuba. Terbukti dia tidak pernah memilih negara lain selain Kuba untuk menjalani perawatan.

Hasilnya sangat bagus, Maradona sembuh dari ketergantungan. Namun, gaya hidup Maradona yang bebas membuatnya kecanduan obat bius lagi dan lagi.

Penemuan vaksin Abdala dan kisah sukses Kuba menjadi bukti bahwa ad acara alternatif dalam penanganan pandemi tanpa harus tunduk seratus persen terhadap WHO.

Penemuan Abdala menunjukkan perlawanan terhadap dominasi WHO yang memonopoli rekom dan hanya memberikannya kepada negara-negara maju.

Penemuan Abdala seharusnya bisa menjadi contoh bagi Indonesia untuk bisa menemukan dan memproduksi vaksin sendiri tanpa harus selalu bergantung kepada WHO. Sampai sekarang vaksin Nusantara buatan Indonesia tidak jelas nasibnya.

Abdala dan vaksin Nusantara, nasibnya memang sangat berbeda. (*)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler