jpnn.com, BANDA ACEH - Anggota MPR dari Fraksi PKB Abdul Kadir Karding menilai bangsa Indonesia saat ini sudah menjauh dari musyawarah mufakat. Padahal Indonesia tetap bertahan, bersatu, dan utuh adalah karena musyawarah mufakat.
"Ini adalah sebuah keniscayaan. Indonesia tetap bertahan, bersatu, dan utuh karena ada musyawarah mufakat," kata Abdul Kadir Karding ketika berbicara sebagai narasumber dalam Training of trainers (pelatihan untuk pelatih) Empat Pilar MPR kepada seratus pengajar dari perguruan tinggi negeri dan swasta se Provinsi Aceh yang berlangsung di hotel Hermes, Banda Aceh, Sabtu (30/9). Turut berbicara pada sesi pertama ini Prof Dr Bachtiar Aly dari Fraksi Nasdem.
BACA JUGA: Ketika Ketua MPR Menghibur Santri Korban Konflik Aceh
Abdul Kadir Karding menyebutkan bukti bahwa masyarakat Indonesia menjauh dari musyawarah mufakat adalah seringnya digunakan mekanisme voting dalam pengambilan keputusan.
"Demokrasi kita sering mempertontonkan budaya voting. Sebentar-sebentar voting," ucapnya.
BACA JUGA: Ketua MPR Optimistis Demokrasi Tanpa Korupsi Bisa Terwujud
Menurut politisi PKB itu, jika tidak ada musyawarah mufakat maka masyarakat bisa terbelah dan tidak utuh bersatu. Untuk itu dia mengajak untuk kembali pada musyawarah mufakat.
"Musyawarah sudah dilupakan. Musyawarah mufakat mulai kita tinggalkan. Untuk itu kita harus kembali pada musyawarah mufakat," ajaknya.
BACA JUGA: Ketua MPR Yakin Demokrasi Tanpa Korupsi Bisa Terwujud
Bagaimana kembali pada musyawarah mufakat? Abdul Karding menjawab perlu perubahan dalam peraturan dan perundang-undangan yang mengatur tentang pengambilan keputusan.
"Dalam peraturan perundangan yang dikuatkan adalah pengambilan keputusan secara musyawarah mufakat. Voting hanya dilakukan jika sangat terpaksa," ujarnya.
Selain musyawarah mufakat, Abdul Kadir Karding juga menyoroti kelemahan dalam penerapan nilai agama dan budaya.
"Nilai agama dan budaya mulai terkikis. Kebersamaan dan kekeluargaan mulai menipis," ucapnya.
Dia memberi contoh lunturnya dalam kehidupan bertetangga yang guyub. Orang yang tinggal di apartemen tidak salinh kenal dengan tetangga.
"Contoh lainnya adalah konflik Aceh pada masa lalu. Masyarakat Aceh sesungguhnya tidak ingin konflik. Perlawanan terhadap negara adalah karena ketidakadilan terhadap daerah. Hak-hak daerah diabaikan. Inilah yang mendorong adanya perlawanan," katanya. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... HNW: Nobar Film G 30 S/PKI Bukan Upaya Memecah Bangsa
Redaktur : Tim Redaksi