Abdullah Hehamahua, ''Guru Spiritual'' Dua Periode di KPK

Tak Tega Istri Repot Berkerudung ke Kamar Mandi

Kamis, 26 Maret 2009 – 09:27 WIB

Keluarga sudah minta Abdullah Hehamahua pensiun dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)Namun, masih maraknya praktik korupsi di negeri ini membuat dia tertantang memasuki periode kedua masa pengabdiannya menjadi "guru spiritual" di lembaga superbodi tersebut.

ANGGIT SATRIYO NUGROHO, Jakarta

-----

GAYA berpakaian Abdullah Hehamahua masih seperti dulu: baju batik lengan panjang dan songkok hitam

BACA JUGA: Terungkap Lagi, Modus Perdagangan Keperawanan di Manado

Demikian pula kedisiplinan dirinya dalam memanfaatkan fasilitas negara yang diterimanya sebagai pejabat KPK
Misalnya, jangan bayangkan bisa berbincang dengannya di ruang kerja saat jam-jam efektif

BACA JUGA: Untuk Kampanye, Pengurus Parpol Sewa Pesawat Khusus

Apalagi untuk urusan tak terkait tugas KPK


Abdullah berprinsip, menghindari korupsi itu harus dimulai dari hal-hal kecil

BACA JUGA: Untuk Kampanye, Pengurus Parpol Sewa Pesawat Khusus

Misalnya, kemarin pagi atau sehari setelah Selasa lalu (24/3) dilantik kembali menjadi penasihat KPK, Jawa Pos berusaha menemui di ruang kerjanya di lantai 6 gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, JakartaMeski resepsionis sudah membuatkan surat pengantar untuk bisa menemui di ruangannya, bapak empat anak tersebut memilih mengajak turun ke ruang tunggu di lantai satu.

"Anda saya temui di sini karena urusan ini (wawancara) terkait dengan sayaBukan tugas sebagai penasihat (KPK)," jelas pria kelahiran Saparua, 60 tahun lalu itu kepada Jawa Pos

Selain ruang tunggu di lantai satu, untuk menemui tamu yang terkait dengan urusan pribadi, ada tempat lain yang biasa dipilih AbdullahYakni, musala gedung Jasa Raharja yang bersebelahan dengan gedung KPKItu pun pada jam istirahat.

Abdullah mengakui, pilihannya untuk kembali mengabdi ke KPK itu tak sesuai dengan keinginan keluargaBahkan, empat anaknya sudah melarang dia mencalonkan diri menjadi penasihat lagiNamun, dia kembali terpanggil karena korupsi tak pernah habis.

Saat kasus kasus Al Amin Nasution (anggota DPR dari PPP) terungkap, dia sempat berpikir orang makin takut melakukan korupsi"Tapi, kenyataannya, justru berganti modus operandi dengan tertangkapnya anggota DPR (dari Fraksi Bintang Reformasi) Bulyan Royan," katanyaBahkan, setelah itu muncul lagi kasus korupsi dengan tersangka anggota DPR Abdul Hadi Djamal dari PAN.

Di KPK, tugas Abdullah memang tidak kecilSetiap Senin dan Jumat, dia selalu memberikan surat elektronik (e-mail) kepada semua anak buahnya di komisiPertama, menyangkut tugas mereka memberantas korupsiKedua, nasihat spiritual"Kalau mereka muslim, saya berikan nasihat berdasarkan ajarannya," katanya

Demikian pula bagi para anggota beragama kristiani, Abdullah bisa memberikan petuah berdasar AlkitabMeski muslim, dia mengaku pernah 12 tahun belajar kitab suci itu di tanah kelahirannya di Saparua, Ambon.

Meski mengemban tugas mulia bagi negara, lanjut Abdullah, sebagai manusia, anggota KPK kadang diliputi pertentangan batinYang paling baru, dia memberikan nasihat kepada penyidik tentang langkah penyadapan kepada para tersangka yang menjadi target operasi kasus korupsi"Bagi anggota yang muslim, penyadapan yang diperdengarkan ke muka publik (pengadilan) tentu dianggap membuka aib orang," kata pria dengan jenggot lebat memutih itu

Menghadapi dilema itu, Abdullah "berfatwa" bahwa penyadapan boleh dibuka kalau terdakwa korupsi mengingkari semua perbuatannya"Maka, sekarang ditawarkan apakah mereka (tersangka korupsi) mengakui perbuatannya atau tidakKalau membantah, maka buka saja penyadapan itu," tambahnya

Dalam dua periode masa tugasnya, Abdullah mengaku sudah banyak memberikan kontribusi bagi tugas KPKPada masa awal berdirinya lembaga antikorupsi itu, dia ikut turun tangan menyusun nilai identitas KPK, kode etik, standar prosedur operasiNamun, di fase kedua jabatannya, dia bertugas menjembatani komunikasi pimpinan satu dengan lainnya.

"Tugas saya menjembatani bahwa keputusan yang diambil KPK adalah kolegial," jelasnyaArtinya, tak ada satu pun peran pimpinan yang menonjol dalam pengambilan keputusan.

Sebagai mantan ketua PB HMI, Abdullah merasa prihatin karena banyak terdakwa korupsi yang kini ditangani KPK adalah para mantan aktivis organisasi mahasiswaKebanyakan HMITentu ini juga menjadi pertentangan batin tersendiriSaat Amirudin Maula, wali kota Makassar yang dulunya kader HMI, disidik KPK karena dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran, dia sering ditelepon para aktivis HMIMereka merayu agar jangan sampai Amirudin masuk bui.

"Saya jawab, semoga dengan masuk penjara bisa menjadi tempat untuk bertobat," jelasnya''Sebagai senior, lebih baik saya yang menghukum daripada harus orang lainItu lebih menyakitkan," tambahnya.

Meski punya peran sentral di KPK, hidup Abdullah tergolong sederhana bagi orang sekelasnyaSebagai penasihat, Abdullah menerima gaji Rp 30 juta-Rp 35 juta per bulan"Gaji yang saya terima naik turun di kisaran itu, tergantung kontribusi dan prestasi yang saya raih di KPK," jelasnya

Tiga tahun belakangan, pulang-pergi ke kantor, Abdullah mengendarai mobil Toyota AvanzaUang muka mobil (Rp 50 juta) tersebut diambilkan dari tabungan Rp 40 juta dan pinjaman seorang temanSetiap masuk kantor, Abdullah selalu menjinjing tas kulit warna hitam berisi dokumen pekerjaannya"Semua ini produk dalam negeri," ujarnya.

Kesederhanaan memang sudah menjadi prinsip hidup mantan ketua Pengurus Besar (PB) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ituTanah plus rumahnya di perkampungan Rawa Denok, Depok, tepatnya di Jl H Kimah, Rangkapan Jaya Baru, yang dibeli seharga Rp 90 juta, baru lunas setahun lalu.

"Kalau cerita alamat, susahRumah saya itu benar-benar di tengah perkampungan," katanya

Ketika Jawa Pos bersikeras mengatakan akan mengunjungi rumahnya, Abdullah lalu memberikan kiat cara cepat mencari rumahnya"Cari saja tuan tanah H Edy di daerah Rawa DenokDia akan memberi tahuSebab, saya beli rumah itu dari dia," jelasnya.

Dulu, Abdullah memang pernah punya rumah di Jalan Tambak Manggarai, Jakarta SelatanNamun, saat dirinya dikejar-kejar aparat keamanan di masa Orde Baru karena diduga terkait kasus Tanjung Priok, rumah itu mengalami musibah kebakaran

Sebagai penasihat KPK, Abdullah terdorong untuk memberikan contoh hidup sederhana kepada para anak buahnyaMaka, dia pun memilih indekos di Jalan Bukit DuriSetelah itu, dia mengontrak rumah dua kamar di kawasan Jalan Al Barkah, kompleks Masjid As-Syafiiyah di kawasan Menteng Pulo, Jakarta Pusat.

"Saya mengontrak rumah karena kamar mandi rumah kos yang dulu ada di luarIstri saya jadi kerepotan harus pasang kerudung kalau mau ke kamar mandi," bebernya.

Seperti yang dilihat Jawa Pos, rumah kontrakan itu -dengan harga pasaran Rp 5 juta-Rp 7 juta per tahun- berada di gang yang padat pendudukTak ada halaman yang cukup untuk sekadar parkir mobilKarena itu, Abdullah harus memarkir mobilnya di halaman Masjid As-Syafiiyah

Meski namanya amat tersohor di KPK, Abdullah tak begitu dikenal di kompleks rumah kontrakannya ituSaat menanyakan sosok Abdullah Hehamahua kepada warga sekitar, Jawa Pos harus bicara panjang lebar untuk menerangkan ciri-ciri fisik AbdullahTernyata di kawasan itu dia akrab dipanggil Pak HajiTak ada yang tahu bahwa dia adalah orang penting di KPKSoal ini, dia berdalih"Saya memang tak bercerita di mana saya bekerjaIni karena saya bertugas di KPK," kata suami Emma Arifin itu(el)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Untuk Kampanye, Pengurus Parpol Sewa Pesawat Khusus


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler