Orang Makassar datang ke pantai utara Australia mencari teripang dan melakukan barter dengan suku Aborigin selama 1770-1907. Suku Aborigin mewariskan kisah tentang orang Makassar itu dari mulut ke mulut antargenerasi.
Orang Makassar atau Macassan dalam istilah Aborigin, datang jauh sebelum orang-orang Eropa mendatangi benua kangguru itu. Mereka mencari teripang atas perintah Belanda yang hendak menjual teripang ke kapal dagang China yang datang ke wilayah Nusantara setiap tahun.
BACA JUGA: Jakarta Tujuan Pertama Lawatan PM Malcolm Turnbull
"Saya pikir, kala orang Macassan datang, mereka baik-baik saja, dan punya saat-saat yang bagus, dan selalu begitu. Orang Macassan datang dalam rombongan besar, dan orang Aborigin saat bertemu dalam kelompok yang lebih kecil. Namun orang Macassan tak ingin merebut tanah mereka," tutur Dr Steven Farram, dosen sejarah North Australia dan ASEAN dari Charles Darwin University (CDU).
Steven mengatakan hal tersebut kala diwawancara 2 media Indonesia, termasuk detikcom yang ke Australia atas undangan Australia Plus ABC International, di Indonesian Garden, CDU, Darwin, Northern Territory pada September 2015 lalu.
BACA JUGA: Ini Dia Teknologi Tua yang Sangat Populer di Zamannya
Teripang menjadi komoditas yang diperdagangkan warga aborigin Australia dan pelaut Makassar.
BACA JUGA: Peneliti Australia Berhasil Ciptakan Aplikasi Game yang dapat Menguji Indera Pendengaran
Dia menambahkan, tak ada gesekan antara orang Aborigin dan orang Makassar meski orang Makassar mengambil teripang. Namun, tak semata-mata mengambil, orang Makassar menukarkan sejumlah benda-benda berharga yang terbilang baru dikenal orang Aborigin.
"Sumber daya alam seperti teripang, Aborigin tak makan teripang, jadi tak ada konflik. Mereka juga bekerja bersama, ada mutual benefit di antara mereka," papar dia.
Saudagar Makassar yang datang juga adalah muslim pertama yang datang ke benua Australia. Namun pengaruh Islam, dinilai Steven sangat minor.
"Pengaruh Islam sangat minor, dari konteks ini. Macassan datang sebagai pedagang mengumpulkan materi, dan mereka tak mencoba untuk mengubah keyakinan atau agama warga lokal," tuturnya.
Dalam konteks dampak pada budaya, orang Makasar mungkin bisa sembahyang di mana saja, dan orang-orang Aborigin melihat.
"Namun bukan berarti mereka menjadi muslim, itu cuma pengenalan, hanya meniru praktik-praktik relijius," jelas dia.
Hal yang berbeda, imbuhnya, terjadi kala orang Eropa datang. Orang Eropa saat datang sudah memiliki keinginan untuk tinggal, membangun rumah dan memakai tanah produksi yang dimiliki orang Aborigin.
Jejak pelaut Makassar terekam dalam kontak mereka dengan pendatang Eropa di Australia Utara.
"Jadi sebelum orang Eropa datang, mereka sudah berkontak dengan orang Makassar. Itu pengalaman besar yang dialami dengan damai dan saling menguntungkan hingga orang Makassar kembali pulang. Aborigin berhubungan dengan orang Makassar dengan sukarela. Hal berbeda kala orang Eropa datang ke tanah ini, mereka menetap, mengasingkan yang punya tanah ini, dan 'Now you have to work for us, now you have to work what we say, now you have to..'," paparnya.
Atas hubungan saling respek dan saling menguntungkan antara Aborigin dan orang Makassar, maka Aborigin 'mengawetkan' kenangan itu melalui ingatan komunal yang diturunkan dari generasi ke generasi. Caranya, bukan melalui budaya tulisan melainkan lisan alias oral. Budaya lisan Aborigin sangat kuat. Sehingga mereka mewariskannya melalui cerita yang dituturkan dari orangtua ke anak, melalui lukisan di batu-batu, menyerap bahasanya, melalui tari-tarian dan nyanyi-nyanyian, menjadi inspirasi dalam ritual upacara.
"Tak terhitung budaya yang ditinggalkan dari jejak lukisan di batu, juga ingatan akan orang Macassan bisa ditemukan di lagu, dan dalam tarian, banyak ritual yang berhubungan dengan kedatangan orang Macassan," papar dia.
Meski orang Makassar berhenti mengunjungi orang Aborigin sekitar tahun 1907, generasi muda Aborigin masa kini masih mengetahui dengan baik kisah kedatangan orang Makassar itu.
"Sangat mengejutkan bahwa kisah itu (kedatangan orang Makasar) bisa bertahan berabad dari generasi ke generasi. Melibatkan waktu, orang menyanyi dan tarian, sekarang orang buat lagu pop," ungkap Steven.
Steven memberikan contoh ada band Aborigin yang jaya di era 90-an dari kawasan Arnhem Land bernama "Sunrize Band" dan mereka memiliki lagu berjudul "Lembana Mani Mani". Lembana Mani Mani, imbuhnya, adalah bahasa Makassar untuk Maningrida. Maningrida adalah komunitas suku Aborigin di Arnhem Land, NT, Australia.
"Mereka (generasi muda Aborigin) kepada lagu-lagu pop dengan nyanyian rock and roll. Liriknya begini 'Lembana Mani Mani, when Macassan cames, looking for tripang and we want joint them' Sangat bagus," tutur Steven.
Sedangkan Paul Scott Clark, kurator Museum dan Galeri Seni Northern Territory mengatakan, pengaruh Makassar tampak dalam motif segitiga-segitiga yang digunakan untuk rajah tubuh orang Aborigin. Motif segitiga itu, merupakan motif kain orang Makasar yang digunakan untuk sarung dan sebagainya.
*Hany Koesumawardani, jurnalis Detik.com melakukan peliputan di Australia atas undangan Australia Plus ABC International.
Dapatkan kesempatan memenangkan boneka beruang Bobbie, khas Australia, yang memiliki harum bunga lavender dengan menceritakan apa yang paling Anda sukai dari Australia. Caranya? Tulis di akun Twitter Anda dengan tag #JendelaAustralia. Setiap harinya akan ada 5 pemenang yang diumumkan secara periodik melalui akun Twitter Australia Plus Indonesia @APlusIndonesia
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ibu ini Melahirkan Sendiri hanya Dipandu Telepon dari Petugas Ambulan