Abraham: Kalau Itu Dianggap Aib, Lakukan Peradilan Tertutup

Kamis, 09 Juni 2016 – 09:53 WIB
Suasana Rapat Komite III DPD RI dengan agenda memberikan masukan terhadap draf RUU Penghentian Kekerasan Seksual (PKS) di gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (8/6). FOTO: Humas DPD for JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Komite III DPD RI menyampaikan sejumlah masukan terhadap draf RUU Penghentian Kekerasan Seksual (PKS). Senator asal Nusa Tenggara Timur (NTB), Abraham Paul Liyanto mengusulkan adanya peradilan secara tertutup untuk melindungi identitas dari korban pelecehan seksual.

“Saya bahkan mengusulkan kalau itu dianggap aib, mungkin bisa dilakukan peradilan secara tertutup atau minimal diupayakan bagaimana supaya korban tidak mendapat malu tapi untuk pelaku tetap terbuka,” ujar Abraham saat rapat kerja Komisi III DPD, Rabu (8/6).

BACA JUGA: Anak Buah Prabowo Nilai Program Andalan Jokowi Ini Mubazir

Senator asal DKI Jakarta, Fahira Idris mengusulkan pemberdayaan masyarakat dalam upaya penutupan konten pornografi, perlu memberikan hadiah atau penghargaan kepada masyarakat yang sudah berpartisipasi.

Sementara Senator Delis Jukarson Hehi asal Sulawesi Tengah meminta Kementerian Sosial bersinergi dengan Kominfo untuk memblok seluruh konten pornografi. Di sisi lain, dia mempertanyakan sanksi bagi para dokter yang menolak untuk melaksanakan eksekusi kebiri bagi para pelaku kekerasan seksual.

BACA JUGA: Curah Hujan di Daerah-Daerah Ini Bakal Meningkat sepanjang Juli-September

“Untuk konten pornografi mungkin bisa melibatkan masyarakat dengan memberikan hadiah untuk mereka yang bisa menginfokan adanya konten pornografi di situs tertentu. Sistem reward harus diaktifkan, kalau tanpa reward banyak yang tidak peduli,” katanya.

Senator asal Sumatera Utara, Darmayanti Lubis menilai kemiskinan dan buruknya sarana infrastruktur merupakan faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual. Untuk itu, dia berharap pemerintah memberikan rekomendasi yang tepat untuk mengatasi kedua faktor itu.

BACA JUGA: Ngeri! Mal di Surabaya Ditarget Mirip Bom Thamrin

“Keluarga miskin sehingga satu rumah petak kecil harus dihuni lebih dari satu keluarga dan juga jalan-jalan gelap yang perlu penerangan harus dimasukkan sebagai penyebab, sehingga nantinya akan berdampak pada rekomendasi yang dibuat Kemensos,” ujarnya.

Muslihuddin Abdurrasyid, senator asal Kalimantan Timur menilai pemerintah perlu mensosialisasikan wadah rehabilitas yang dapat menampung laporan dari masyarakat.

Menurutnya, masih banyak daerah yang belum memahami bahwa Kementerian Sosial memiliki berbagai program pendampingan bagi masyakat yang membutuhkan perlindungan atau bantuan.

“Perlu wadah khusus dimana masyarakat bisa melapor. Di daerah juga menginginkan wadah rehabilitasi. Banyak provinsi yang tidak punya,” jelasnya.

Senator asal Maluku, Novita Anakotta justru mempertanyakan efektifitas program pendampingan Satuan Bakti Pekerja Sosial Perlindungan Anak (Sakti Peksos) yang diselenggarakan oleh Kementerian Sosial. Ia berharap pendampingan tidak hanya dapat dirasakan di kota-kota besar saja, tapi juga di daerah-daerah terpencil.

“Sakti Peksos apa yang sudah dilakukan dan apakah kira-kira sudah cukup efektif sehigga bisa diterapkan di daerah lain,” tanyanya.

Sementara itu, Khofifah Indar Parawansa mengaku baru menerima draf dari Komnas Perempuan dan selanjutnya akan diserahkan kepada DPR untuk kemudian dapat disempurnakan dan dikembalikan kepada pemerintah.

Ia berharap draf RUU PKS dapat mengakomodasi beberapa hal di antaranya sanksi hukum yang tegas dan menimbulkan efek jera, rehabilitasi sosial bagi korban dan pelaku, pembagian tugas dan kewenangan berbagai pihak yang terlibat dan upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurai faktor pencetus dan risiko kekerasan seksual.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sopir Sekretaris MA Hilang Bagai Ditelan Bumi..


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler