jpnn.com - JAKARTA - Pertemuan lanjutan antara pemerintah pusat yang diwakili Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nanggroe Aceh Darussalam, memerlihatkan hasil menggembirakan terkait pembahasan sejumlah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP).
Antara lain terkait pembahasan RPP pengelolan minyak dan gas di Aceh, pemerintah pusat akan melibatkan pemprov Aceh dalam pengelolaan di lepas pantai sejauh 200 mil dari garis pantai.
BACA JUGA: Perolehan Kursi Anjlok, Ketua Golkar Inhu Dinilai Jadi Penyebab
"Tadi sudah ada kesepahaman. Memang 200 mil kan bukan surrounding lagi, Itu laut jauh. Tapi Aceh minta dilibatkan. Jadi tadi itu yang sedang kami pikirkan formulasinya seperti apa dan dalam bentuk apa. Sedang dibuat. Yang penting dengan dilibatkan mereka bisa tahu seperti apa. Tapi kan perlu waktu," ujar kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri, Djohermansyah Djohan, di Gedung Kemendagri, Jakarta, Rabu (16/4).
Hasil menggembirakan lain terkait pembahasan rancangan Peraturan Presiden tentang pertanahan, birokrat yang akrab disapa Prof Djo ini menyatakan sudah tidak ada perbedaan pandangan lagi.
BACA JUGA: Banyak Caleg Petahana yang Rontok
"Soal pertanahan itu sudah selesai. Sembilan urusan pertanahan sesuai PP 38/2007 itu semua provinsi kan dapat seperti Aceh juga. Nah dua urusan pertanahan lain diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh, yaitu HGU (hak guna usaha dan HGB (hak guna bangunan), itu menjadi urusan pertanahan yang dilaksanakan Aceh. Jadi sudah sepakat," katanya.
Dalam hal urusan pertanahan kata Djo, pemintah Aceh sebelumnya meminta 21 urusan pertanahan seluruhnya dipegang daerah. Namun pihak Pemprov Aceh mengalah dengan pembagian 11 urusan dipegang daerah, sisanya 10 urusan tetap dipegang pemerintah pusat.
BACA JUGA: Dua Kantor Kecamatan Dibakar Massa, Surat Suara Ludes
"Untuk Badan Pertanahan Nasional (BPN), itu akan dialihkan. Karena mereka punya urusan pemerintahan di bidang pertanahan, jadi perlu ada aparat, perlu lembaga. Tapi itu nanti ditransferlah yang BPN itu, kantornya jadi perangkat daerah. Jadi nanti Badan Pertanahan Aceh. Untuk aparatnya nanti dia bangun perangkat daerah," katanya.
Dengan dicapainya sejumlah kesepahaman, Djo berharap pembahasan sejumlah RPP terkait Aceh dapat diselesaikan paling lambat 17 Juni mendatang.
Saat ditanya terkait Peraturan Daerah (Qanun) lambang dan bendera Aceh, Djo menyatakan dalam pertemuan kali ini tidak dibahas. Namun Pemprov Aceh telah berjanji akan melakukan penyempurnaan, jika pembahasan RPP dan Perpres memeroleh hasil menggembirakan.
Pandangan senada dikemukakan Gubernur Aceh, Zaini Abdullah.
"Soal bendera tidak dibicarakan. Kalau yang lain sudah beres dan sudah dibicarakan dengan Presiden, maka baru kita bicarakan (lambang dan simbol Aceh). Tadi pembahasannya menyangkut migas dan pertahanan. Urusan bendera urusan terakhir . Yang penting terkait kesejahteraan rakyat (lebih dulu)," katanya.
Zaini mengakui dalam pertemuan kali ini telah dicapai beberapa hasil yang cukup menggembirakan. Namun begitu ia berharap ketika nantinya disepakati, hasil-hasil yang dicapai disetujui semua tingkatan dan bukan hanya oleh para menteri.
"Tapi Dirjen semua di bawah, harus tahu apa isi dari kesepakatan ini. Jangan sampai terjadi dualisme pemahaman," katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PKS-Demokrat Pastikan Rebut Satu Kursi
Redaktur : Tim Redaksi