jpnn.com, TULUNGAGUNG - Usaha jasa transportasi di Indonesia terus berkembang dengan majunya zaman ketika semua akses sekarang bisa dicari dengan mudah menggunakan smartphone.
Itulah yang dimanfaatkan dengan baik oleh Achmad Chafid Tri Hela Putra, salah seorang pengusaha muda asal Desa Plosokandang, Kecamatan Kedungwaru.
BACA JUGA: Warga Hanya Bergantung Dari Sumur Tua di Hutan
RACMAD NUR YAHYA, Tulungagung
Tulungagung, Jawa Timur kini sudah memiliki transportasi online pertama dan asli yang disebut OMJEK.
BACA JUGA: Banyak Tenaga Kerja Asing Datang, Langsung Bentuk Tim Pantau
Merujuk pada jasa transportasi online lainnya dengan skala nasional, OMJEK sudah menyamainya, bahkan bisa menjadi kompetitor yang andal.
Latar belakang pendirian OMJEK berasal dari pengalaman pribadi Achmad Chafid Tri Hela Putra, owner OMJEK.
BACA JUGA: Peduli Lingkungan, Lantamal I Belawan Tanam Bibit Pohon Mangrove
Lelaki yang akrab disapa Chafid itu ingin usaha jasa ojek berbasis layanan digital mempermudah kehidupan masyarakat dan membantu aktivitas yang padat di era modern ini.
Apalagi, masih minim angkutan umum di Tulungagung yang bisa menjangkau hingga daerah-daerah.
Tentu, kondisi tersebut membuat Chafid berpikir apa yang bisa dilakukan untuk mempermudah mobilisasi seseorang ketika akan menuju suatu tempat yang tidak dijangkau angkutan umum.
''Sebenarnya ide muncul secara tidak sengaja. Saya bekerja di luar kota dan sering pulang ke Tulungagung ketika akhir pekan,'' ungkapnya.
Saat turun bus dari Surabaya, ujar Chafid, dirinya harus menunggu bus operan lagi kalau mau ke rumah.
Mau telepon keluarga sudah tengah malam sehingga kurang enak.
''Nah, dari sana saya berpikir kenapa tidak bikin transportasi online seperti yang sudah berkembang di kota-kota besar lainnya. Jadi, awalnya gitu aja, Mas, ide itu terpikir,'' ujar pemuda 22 tahun tersebut.
Setelah ide muncul, Chafid melakukan riset terhadap beberapa orang mengenai kesulitan jangkauan transportasi umum ke pelosok-pelosok.
Hasilnya, terang dia, hampir 80 persen menyatakan bahwa layanan tersebut memang dibutuhkan.
Chafid berpikir dan mengambil langkah untuk menggandeng developer aplikasi untuk menciptakan aplikasi OMJEK tersebut.
Akhirnya, mulai Februari 2017, anak ke-5 di antara 8 bersaudara dan putra pengusaha kawak Sutrimo Gangsar itu mendirikan ojek online bernama OMJEK.
''Pertama, rekrutmen driver saya 4 orang motor dan 1 orang mobil. Tapi, alhamdulillah, di awal operasional, masyarakat menyambut antusias adanya OMJEK ini,'' ujar dia.
Sampai-sampai, teman-teman dekat Chafid yang sebenarnya bukan driver dimintai bantuan untuk menyelesaikan semua order pelanggan.
Sampai saat ini, lanjut dia, sudah ada sekitar 21 driver motor dan 4 mobil.
Seiring dengan perjalanan waktu, OMJEK juga sudah buka di Kediri, Lombok (Nusa Tenggara Barat), dan yang paling baru di Ponorogo.
''Ya, kalau ditotal, orderan yang masuk rata-rata satu hari sekitar 150 orderan. Yang terbanyak masih di Tulungagung karena dua kota lainnya sudah ada ojek online yang sudah eksis di nasional,'' papar mahasiswa semester VIII itu.
Disinggung mengenai sistem bermitranya, dia mengaku sama-sama menguntungkan.
Jadi, setiap driver yang mendaftar akan dibebani biaya garansi Rp 350 ribu. Itu biaya untuk pengambilan atribut jaket dan helm berwarna biru muda.
Tapi, apabila driver tersebut berhenti dan mengembalikan atribut, uang jaminan juga akan dikembalikan.
Sistem bagi hasilnya, 20 persen ke perusahaan dan 80 persen ke driver.
''Jadi, pendapatan driver ditentukan oleh kerajinan driver itu sendiri. Bahkan, sampai saat ini ada yang per minggu mengantongi sekitar Rp 1,5 juta. Saya ikut senang bisa membantu dan memberi lapangan pekerjaan untuk orang lain,'' terang lulusan SMAN Boyolangu tersebut. (*/din/c19/diq/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sekjen PDIP Pacu Spirit Nasionalisme Warga Sulut dengan Vide
Redaktur & Reporter : Natalia