jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mempersoalkan penunjukkan 15 perbankan nasional menjadi bank jangkar atau penyangga likuiditas bank sistemik selama pandemi Covid-19.
Penunjukan itu dilakukan melalui PP Nomor 23/2020 sebagai aturan turunan dari Perppu No.1/2020.
BACA JUGA: Hergun Meminta Menkeu Sri Mulyani Jangan Paksakan Kehendak
Terkait hal itu, legislator yang beken disapa dengan panggilan Hergun ini juga mempertanyakan komitmen dan tanggung jawab Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
"Pasalnya, PP tersebut menabrak undang-undang dan memposisikan perbankan nasional sebagai pengganti peran KSSK," ucap Hergun dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu (13/5).
BACA JUGA: Hergun: Pengawasan Lemah, Fungsi OJK Kembalikan Saja ke BI
Dia menjelaskan, 15 perbankan nasional yang ditunjuk oleh PP tersebut sebagai penyangga likuiditas kebutuhan perbankan selama pandemi Covid-19, merupakan bank-bank beraset terbesar.
Di sisi lain, tanggung jawab dan komitmen KSSK merupakan hal yang mutlak ada atas keseluruhan proses termasuk tahapan awal penilaian Bank Peserta dan Bank Pelaksana, pengelolaan dana likuiditas hingga proses akhir.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Kritik Keras FPI, PPPK yang Sabar ya, Ternyata Erick Thohir tak Bahagia
Menurut Hergun, memang permasalahan sistem keuangan nasional saat ini masih berkutat pada likuiditas saja dan belum terpuruk pada kondisi solvabilitas.
Namun, perubahan mendasar pada prosedural tentu memiliki dampak tertentu pada sistem perbankan nasional ke depan seiring ketatnya persaingan industri perbankan.
Bahkan, katanya, penunjukkan 15 perbankan nasional menjadi bank jangkar tersebut berpotensi menurunkan kepercayaan publik dan nilai saham dari bank jangkar ini yang keseluruhanya merupakan perusahaan go publik.
"Potensi moral hazard tentu sangat terbuka karena dengan 99% pangsa pasar UMKM tentunya adalah bagian portfolio krusial masing-masing bank. Apalagi portfolio ini adalah protofolio pembiayaan dengan kondisi bagus (koll 1 dan Koll 2), perlakuannya tentu berbeda dalam konteks business to business (bukan government to business)," jelasnya.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator industri keuangan menurutnya semakin memperlihatkan ketidakmampuan institusinya dalam melakukan fungsi pokoknya terkait pengawasan baik perbankan maupun IKNB.
Parahnya, kelemahan fungsi regulator ini malah diperkuat dengan setujunya OJK dalam pemberian informasi dan pengalihan penilaian risiko oleh bank jangkar yang ditunjuk, di mana sejatinya kerahasiaan data bagi dan antarbank adalah hal yang sangat esensial.
Apabila anggota KSSK memang berniat untuk lebih fokus dalam menjalankan tupoksinya sehingga penyelenggaraan dana likuiditas perbankan ini ‘diserahkan’ ke Bank Peserta/Bank Jangkar, Hergun mengingatkan bahwa tindakan itu menyalahi dari sisi hukum dan secara nyata menimbulkan moral hazard.
"KSSK sebagai penyelenggara pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan seharusnya bisa bertindak lebih jauh dalam mengemban tanggung jawab yang diamanahkan," tandas ketua DPP Gerindra ini.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga