Ada Celah Ungkap Kasus Pembunuhan wartawan Udin

Setelah tak Terungkap Selama 17 Tahun

Rabu, 14 Agustus 2013 – 09:45 WIB
Solidaritas Wartawan Untuk Udin. Foto: Radar Jogja

jpnn.com - JOGJA - Desakan agar Polda DIJ menyelidiki latar belakang terbunuhnya wartawan Harian Bernas Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin dari sisi pemberitaan mulai mendapatkan titik terang. Itu menyusul adanya celah baru yang dapat digunakan polisi mengumpulkan alat bukti yang diperlukan guna mengungkap siapa pelaku dan dalang di balik kasus tersebut.

Celah baru itu diperoleh dari surat Kepala Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) II Jakarta Kol Chk Yan Ahmad Mulyana yang ditujukan kepada Kapolda DIJ melalui direktur reserse kriminal umum. Isinya menyebutkan kepala Dilmilti mempersilakan Polda DIJ mengambil turunan atau fotokopi berkas acara pemeriksaan mantan Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo.

BACA JUGA: Berdalih Hiperseks, Banyak Lelaki Poligami

”Disampaikan kepada direktur kiranya dapat memerintahkan anggotanya untuk datang ke Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta di Jalan Raya Penggilingan, Pondok Kopi, Jakarta Timur, guna mendapatkan turunan (fotokopi) hasil pemeriksaan mantan Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo atau data lain yang sekiranya diperlukan,” tulis Yan dalam surat tertanggal 14 Juni 2013.

Surat tersebut merespons permohonan yang diajukan Direskrimum Polda DIJ No R/10/IX/2012/Ditreskrimum tertanggal 7 September 2012. Meski tertulis tanggal 7 September 2012, surat tersebut baru diterima dilmilti II Jakarta pada 21 Mei 2013 atau sembilan bulan kemudian.

BACA JUGA: Terpaksa 13 Jam Berdiri di Kapal

Keberadaan surat kepala Dilmilti II Jakarta itu diungkapkan oleh Anggota Bidang Penyelesaian Laporan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Budi Santoso saat memberikan keterangan di kantor ORI Perwakilan DIJ dan Jawa Tengah Selatan, Selasa (13/8).

”Seberapa penting berkas acara pemeriksaan itu, tentu akan memberikan arti tersendiri bagi pengungkapan kasus Udin,” ungkap Budi.

BACA JUGA: 76 Ribu Bendera Merah Putih Dibagikan di Aceh

Sri Roso Sudarmo merupakan bupati Bantul yang menjabat pada era 1991-1996 dan 1997-1998. Masa jabatan kedua Sri Roso ternyata tak tuntas karena kesandung kasus dugaan suap terkait pencalonannya pada periode kedua. Bupati berlatar belakang kolonel TNI AD itu ditengarai membuat surat yang berisi kesanggupan menyumbang Rp 1 miliar untuk Yayasan Dharmais milik mantan Presiden Soeharto.

Surat tersebut pernah diungkap dalam salah satu berita yang ditulis Udin pada Mei 1996, atau dua bulan sebelum dianiaya orang tak dikenal pada 13 Agustus 1996. Tiga hari kemudian, 16 Agustus 1996, Udin meninggal dunia setelah dirawat di RS Bethesda Jogja.

Sejak kematian Udin itu, nama Sri Roso kerap disebut-sebut terlibat. Apalagi dalam beberapa kesempatan ia sempat berang dengan berita-berita yang kritis Udin seputar berbagai dugaan penyimpangan yang terjadi di Bantul. Ia diketahui pernah meneken disposisi ke bawahannya agar menyikapi berita-berita di Harian Bernas.

Terkait surat kepala Dilmilti II Jakarta, Budi menyatakan, lampu hijau dari pengadilan militer itu hendaknya segera disambut polda. Mantan wakil ketua Lembaga Ombudsman Daerah (LOD) DIJ periode 2005-2008 itu mengaku pernah mengadakan pertemuan dengan Kepala Biro Pengawasan Penyidik Bareskrim Polri Brigjen Pol Ronny F. Sompie.

Hasilnya, kata dia, Bareskrim memiliki komitmen menuntaskan kasus Udin dengan mengadakan superivisi ke Polda DIJ. Kini Ronny telah dipromosikan menjadi Kadiv Humas Mabes Polri.

Budi juga menginformasikan telah melayangkan surat klarifikasi berisi permintaan penjelasan atas perkembangan penanganan kasus Udin. ORI menilai, Polda DIJ telah memberikan respons positif.

Direskrimum Polda DIJ Kombes Pol Kris Erlangga Aji Widjaya, disebut Budi berjanji menindaklanjuti dengan menyelidiki kasus Udin dari sisi pemberitaan. Namun demikian, ORI belum mendapatkan keterangan dari polda terkait surat kepala Dilmilti II Jakarta itu.

”Kami akan terus tanyakan tindaklanjutnya,” janji mantan direktur LBH Jogja ini.

Anggota Tim Pencari Fakta (TPF) PWI Jogja Asril Sutan Marajo mengapresiasi langkah ORI tersebut. Ia juga sepakat agar peran dan keberadan Sri Roso didalami penyidik melalui BAP yang tersimpan di Dilmilti II Jakarta itu.

Dari data-data yang dikumpulkan TPF setidaknya ada dua disposisi yang pernah dikeluarkan Sri Roso menyikapi berita yang ditulis Udin. Disposisi pertama ditujukan kepada Bangdes/Camat Imogiri tertanggal 27 Juli 1996 dan Kabag Humas serta Kabag Hukum Setwilda Bantul tertanggal 16 Agustus 1996. ”Semua bukti-bukti petunjuk itu sudah pernah kita serahkan ke polisi,” ujar Asril di gedung DPRD DIJ kemarin.

Harusnya Polisi Malu

Tidak terungkapnya kasus Udin selama 17 tahun mestinya menjadi koreksi dan evaluasi bagi kinerja Polda DIJ. Suara itu mengemuka saat puluhan jurnalis yang tergabung dalam Solidaritas Wartawan untuk Udin menggelar aksi di halaman gedung DPRD DIJ, kemarin (13/8).

“Harusnya polisi malu karena tidak bisa membongkar kasus Udin,” ujar Redaktur Senior Harian Bernas Jogja Hj Arie Giyarto ketika memberikan pernyataan di depan peserta aksi.

Menurut dia, selama ini polisi sukses mengungkap kasus-kasus besar. Namun untuk kasus Udin yang relatif kecil, Polda DIJ seolah tidak bergigi.

Berkali-kali Kapolda berganti, hanya janji kosong saja yang diterima wartawan. “Itu (kasus Udin) bukan kasus luar biasa, karena pembunuhannya hanya menewaskan satu orang saja. Tommy Soeharto saja bisa diseret ke pengadilan. Masak pembunuh Udin tidak bisa,” kritiknya.

Ketua PWI Cabang Jogjakarta Sihono Harto Taruno kembali meminta polisi tidak perlu berbasa-basi. Ini karena pada 17 Agustus 2014, bila kasus Udin tak juga terungkap maka kasus ini bakal kedaluwarsa.

”Jadikan pemberitaan sebagai motif pembunuhan, bukan yang lain. Polisi selalu bilang tidak ada kejahatan yang sempurna, tapi nyatanya sampai sekarang tetap tidak ada kemajuan,”sesalnya.

Menandai aksi itu juga diluncurkan logo gerakan untuk Udin berbentuk baliho warna merah. Baliho itu dipasang di lobi depan gedung dewan bertuliskan pesan ”Semangat Terus Membara.” Di atasnya tertulis Solidaritas Wartawan Untuk Udin.

Dalam aksi tersebut tampak hadir mantan anggota TPF kasus Udin Putut Wiryawan yang sekarang menjabat wakil ketua Komisi D DPRD DIJ. Juga ada anggota Komisi A Arief Noor Hartanto.

Putut mengatakan, kasus tersebut bukan semata soal Udin saja. Namun menjadi simbol kemerdekaan pers dalam mewartakan kebenaran. “Semangat demokrasi itu harus dijaga. Kalau polisi tidak sanggup membongkarnya, bilang saja tidak sanggup. Jangan sampai kadaluwarsa,” pinta mantan wartawan Bernas tersebut.

Kejadian yang menimpa Udin diharapkan tidak terjadi lagi. Pemimpin Redaksi Radar Jogja Amin Surachmad mengingatkan, jangan sampai kekerasan terulang lagi pada wartawan yang lain.

”Apapun tentang Udin, akan terus kita dukung. Semangat terus membara,” kata dia.

Setelah di dewan, aksi dilanjutkan Rabu (14/8) hari ini dengan mengirimkan surat dan sejumlah bukti ke sejumlah lembaga negara.

Di antaranya, Presiden RI, Kompolnas, Kapolri dan gubernur DIJ. Surat tersebut akan dikirimkan melalui Kantor Pos Besar dan diserahkan langsung ke gubernur DIJ di Kepatihan.

Lalu, pada Senin (19/8) ada aksi longmarch dari DPRD DIJ hingga Titik Nol Kilometer Jogja. Dalam aksi itu akan disampaikan kegagalan 17 orang Kapolda yang pernah memimpin Polda DIJ dalam mengungkap kasus Udin.

Koordinator Solidaritas Wartawan untuk Udin Ibnu Taufik Juwariyanto mengimbau wartawan menggunakan logo solidaritas Udin di berbagai media sosial seperti Twitter, Facebook, maupun foto profil di Blackberry.

”Ini guna menunjukkan solidaritas kita. Sehingga polisi tergugah hatinya bertindak secara profesional,” katanya.(hrp/hed/kus/amd)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ratusan Pegawai KAI Cari Ketua PN Medan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler