jpnn.com, JAKARTA - Pembangunan kawasan industri halal dinilai potensial untuk mendongkrak produk halal nasional.
Pasalnya, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan kawasan industri halal nasional bertujuan untuk memusatkan layanan yang berkaitan dengan kehalalan produk.
BACA JUGA: Indonesia Berpeluang Jadi Eksportir Produk Halal Terbesar Dunia
"Ini upaya untuk mendongkrak produk halal nasional agar dapat sukses masuk pasar global," kata Pingkan di Jakarta, Selasa (8/6).
Mengutip data Kemendag, Pingkan mengatakan sektor makanan dan minuman, kosmetik, dan produk farmasi merupakan tiga sektor industri halal yang telah mengenyam ekspor sukses.
BACA JUGA: 310 Calon Jemaah Haji Jalani Vaksinasi Covid-19, Machli: Vaksin Ini Halal
Sektor tersebut menghasilkan surplus perdagangan sebesar USD 281 juta, USD 20 juta, dan USD 26 juta.
"Sejak 2015 hingga 2019, ekspor makanan dan minuman halal ke negara anggota OIC juga meningkat sebanyak 5,51 persen," kata Pingkan.
BACA JUGA: Ketua DPD RI Dukung Kolaborasi BPJPH Kemenag-LIPI dalam Penguatan Produk Halal
Salah satu contoh kesuksesan rantai nilai global produk halal adalah penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara perusahaan Arab Saudi dengan pemerintah kabupaten Payakumbuh untuk mengekspor 20 ton rendang pada 2019.
"Kebanyakan daging sapi dalam produk tersebut berasal dari Australia, yang memperlihatkan potensi Indonesia- Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement untuk meningkatkan keterkaitan industri peternakan Australia dan industri makanan halal Indonesia untuk memasok pasar halal global," ujar Pingkan.
Kendati demikian, kapasitas Indonesia di sektor industri halal masih relatif kecil meskipun RI memiliki populasi muslim terbesar di dunia.
"Bahkan ekspor makanan halal Indonesia masih tertinggal dari Brazil, Thailand, dan Turki," bebernya.
Pingkan menuturkan Kementerian Perdagangan mulai mengeksplorasi peluang ekspor produk halal ke negara-negara anggota Organization of Islamic Cooperation (OIC), namun masih banyak usaha lokal yang tidak mempertimbangkan sertifikasi halal.
"Padahal itu hal penting dalam kegiatan usaha mereka," ujar Pingkan.
Selain itu, perbedaan standar dan sertifikasi halal antara Indonesia dan negara lain juga bisa menjadi hambatan non-tarif untuk ekspor produk halal Indonesia.
Pingkan menyebutkan hambatan ini termasuk dalam dialog perdagangan Kemendag dengan negara-negara OIC dan non-OIC.
"Untuk itu menjadi penting bagi pemerintah untuk melihat keselarasan program dengan kerangka regulasi yang berkaitan dengan upaya mendongkrak industri halal ini apalagi untuk tujuan ekspor," ungkap Pingkan. (antara/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Elvi Robia