jpnn.com - JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendukung usulan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy terkait moratorium ujian nasional (UN). Sekretaris Jenderal FSGI Retno Listyarti mengatakan, ada delapan alasan sehingga moratorium UN perlu didukung.
Pertama, UN terbukti tidak meningkatkan kualitas pendidikan seperti klaim Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sebab, kata Retno, UN secara pedagogis membuat pembelajaran dan pengajaran menjadi kering.
BACA JUGA: Alhamdulillah...Dua WNI Sandera Abu Sayyaf Akhirnya Bebas
"Kebijakan penilaian pendidikan sebaiknya diserahkan guru dan sekolah. Sementara pemerintah punya tanggung jawab mengembangkan kapasitas guru dalam mengajar dan menilai, sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan otentik," katanya, Senin (12/12).
Kedua, dengan standar pendidik minimal strata satu (S1) dan belum memadainya sarana prasarana pendidikan, tidak mungkin soal UN yang dibuat berindikator sama untuk seluruh wilayah Indonesia.
BACA JUGA: Ahok Sudah Minta Maaf, Apapun Hasil Proses Hukum Sebaiknya Diterima
Ketiga, memaksakan diri menyelenggarakan UN berstandar soal dengan indikator yang sama adalah perbuatan tidak berkeadilan. Hal itu sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 pasal 66 ayat dua.
"Keempat, sebagian besar guru Indonesia tidak bangga dengan hasil UN yang diraih anak didiknya," katanya pesimistis.
BACA JUGA: Setara: Prasetyo Lebih Menyerupai Politisi Dibanding Jaksa Profesional
Kelima, hasil UN yang diharapkan adalah sebuah pemetaan mutu program atau satuan pendidikan. Namun, faktanya yang didapat adalah pemetaan ketidakjujuran berbagai pihak.
Keenam, sepanjang UN dilaksanakan dengan rantaian yang panjang dari pusat ke daerah, peluang bocornya soal semakin besar. Karenanya penyebaran kunci jawaban antar-siswa sulit dibendung seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi belakangan ini.
Ketujuh, sebut Retno, UN yang dijadikan sebagai penentu kelulusan peserta didik akan menjadi faktor pendorong banyak pihak untuk tidak jujur. Walhasil, imbuhnya, dalam pola pikir masyarakat sudah terbentuk dua pilihan mengenai UN. Jujur tapi tidak lulus atau tidak jujur tapi lulus.
"Kedelapan, melalui UN yang pelaksanaannya tidak obyektif dan mutu kompetensi lulusan diragukan, maka biaya penyelenggaraannya sebesar ratusan miliar yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak sebanding dengan harapan kepastian pengukuran mutu dan pencapaian tujuan pendidikan yaitu, mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat," tandas Retno.(uya/JPG)
BACA ARTIKEL LAINNYA... AJI Ingatkan Media Massa Bijak Siarkan Sidang Kasus Ahok
Redaktur : Tim Redaksi