jpnn.com - JAKARTA - Kubu Tim Sukses Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dinilai inkonsisten saat menyikapi beredarnya surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) ABRI pada 1998. Sebab, ketika Moh Mahfud MD selaku ketua Tim Sukses Prabowo-Hatta mengaku memerintahkan agar salinan keputusan DKP disebarluaskan ke publik, ternyata ada pula bagian dari tim pemenangan pasangan capres dari Koalisi Merah Putih itu yang mempolisikan penyebar dokumen yang dianggap rahasia itu.
Menurut pengamat hukum dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Syamsuddin Radjab, ada langkah yang saling bertolak belakang terkait langkah kubu Prabowo-Hatta dalam menyikapi surat keputusan DKP itu. Alauddin mengaku pernah menyaksikan Mahfud MD di televisi membuat pernyataan agar keputusan DKP itu disebar sehingga publik tahu persis bahwa Prabowo tidak dipecat.
BACA JUGA: Jelang Pilpres, Pengamat dan Akademisi Bermuka Dua Tumbuh Subur
"Saya saja kaget mendengar penjelasan Prof Mahfud di stasiun TV yang menyebut bahwa timnyalah yang sengaja menyebar selebaran keputusan DKP agar rakyat tahu bahwa Prabowo tidak dipecat melainkan diberhentikan dengan hormat," kata Radjab di Jakarta, Sabtu (14/6).
Namun keheranan Radjab bertambah ketika ada Tim Advokasi Merah Putih yang juga bagian dari Tim Sukses Prabowo-Hatta telah melaporkan penyebaran dokumen keputusan DKP ke polisi. Radjab menduga ada Tim Hukum Prabowo-Hatta tak memperhatikan perintah Mahfud agar dokumen DKP disebarluaskan.
BACA JUGA: Timses Jokowi-JK: Obor Rakyat Tidak Beri Pendidikan Politik Baik
Bagaimana soal substansi surat DKP itu? Radjab mengatakan sebenarnua substansi surat tak perlu diperdebatkan lagi.
Radjab mengatakan, Prabowo memang tidak bisa secara sepihak dituduh melanggar HAM. Namun demikian, lanjut Radjab, sebaiknya Prabowo tidak menghindar dari panggilan Komnas HAM sehingga bisa memberikan keterangan tentang hal yang sebenarnya terjadi saat pemeriksaan.
BACA JUGA: Mau Kampanye Sukses? Tiru Moto Rumah Makan Padang
Radjab mengatakan, semestinya memang ada proses peradilan tentang kasus penculikan aktivis pada 1998 melalui pengadilan HAM. “Apalagi ada rekomendasi (DPR) tentang pembentukan pengadilan HAM kasus penculikan dan penghilangan paksa itu,” paparnya seraya menambahkan agar pengungkapan kasus HAM tidak terhenti pada persoalan penculikan aktivis tetapi juga menjangkau kerusuhan Mei 1998, kasus 27 Juli 1996, peristiwa Talangsari dan kasus HAM berat lainnya.
Sebelumnya Mahfud dalam sebuah wawancara dengan salah satu televisi swasta mengakui bahwa pihaknya yang meminta salinan dokumen DKP itu disebarkan. ”Justru kita yang menyuruh nyebar, sebarkan saja. Wong itu buktinya diberhentikan dengan hormat. Kalau diberhentikan tidak dengan hormat, baru masalah,” kata Mahfud.
Di sisi lain kemarin (13/6), Tim Advokasi Merah Putih yang mendukung Prabowo-Hatta melaporkan empat akun Twitter ke Mabes Polri. Alasannya, empat akun di Twitter itu telah menyebarluaskan dokumen DKP.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lomba Menulis Surat untuk Jokowi Ramai Peminat
Redaktur : Tim Redaksi