Ada Jejak Tapak Misterius Tertinggal di Beton Jalur Evakuasi Gunung Merapi

Senin, 23 November 2020 – 21:52 WIB
Jejak tapak di beton jalur evakuasi Gunung Merapi. Foto diambil dari radarjogja

jpnn.com, SLEMAN - Jejak tapak misterius muncul di jalur evakuasi Gunung Merapi, Dusun Suruh–Dusun Singlar, Glagaharjo, Cangkringan, Sleman.

Setidaknya ada tiga tapak yang diduga milik macan tutul itu, tertinggal pada beton jalur evakuasi.

BACA JUGA: Tebing Lava Tahun 1954 di Dinding Kawah Gunung Merapi Mengalami Guguran

Dua pasang tapak berukuran besar dan empat pasang berukuran kecil dan sedang.

Babinsa Kalurahan Glagaharjo Koptu Eko Widodo menuturkan tapak hewan ditemukan Jumat (20/11) dini hari.

BACA JUGA: BNPB Beri Peringatan Bencana Ganda di Lereng Gunung Merapi

Tapak tersebut terlihat seperti melintas dari arah timur menuju barat jalan.

Kedua sisi jalan tersebut adalah semak belukar dan pepohonan tinggi.

BACA JUGA: Jip Wisata di Lereng Gunung Merapi pun Siap Membantu Evakuasi

“Warga melihat jejak satwa diduga macan tutul. Sebelumnya dini hari, pekerja proyek jalur evakuasi sempat melihat hewan itu lewat sekitar pukul 02.30. Kondisi jalannya gelap, tetapi sempet lihat ukuran hewannya tidak lebih besar dari kambing dewasa,” katanya di lokasi temuan jejak kaki, Senin (23/11).

Pekerja proyek, lanjutnya, sedang mengecek pengerjaan jalur evakuasi.

Saat akan melepas plastik penutup itulah hewan yang diduga macan tutul melintas.

Saking takutnya, pekerja proyek langsung melarikan diri. Imbasnya kakinya terluka karena sempat tersandung dan jatuh.

Pagi harinya, warga sekitar berduyun-duyun mendatangi lokasi.

Jejak tapak tiga hewan liar tertinggal di beton jalan.

Eko memastikan lokasi tersebut memang perlintasan hewan liar.

Hanya saja kebetulan jejak kali ini tertinggal di beton yang belum mengering.

“Dari jejak ada sekitar dua sampai tiga ekor. Satu dewasa dominan, besar. Ada juga yang kecil, tetapi ada juga tapak ukuran kaki remaja,” katanya.

Walau begitu, Eko memastikan fenomena ini bukan karena aktivititas Gunung Merapi sebab jalur tersebut memang perlintasan bagi hewan habitat Gunung Merapi.

Salah satunya macan tutul.

“Di sini adalah perlintasan daripada satwa, bukan karena aktivititas Merapi lalu satwa turun. Namun, memang kalau perlintasan kali ini sedikit turun beberapa meter dari jalur biasanya,” ujarnya.

Temuan ini bukanlah hal baru bagi warga sekitar, khususnya Dusun Ngancar.

Wilayah ini memang masih didominasi semak belukar dan pepohonan.

Bahkan sudah hutan pepohonan saat memasuki sisi yang lebih dalam.

Eko menceritakan, temuan serupa pernah terjadi medio 2018. Kala itu, warga sekitar sempat melihat aktivititas hewan liar.

Berdasarkan fisik, dugaan sementara adalah kucing besar jenis macan tutul.

“Tahun 2018 itu setelah freatik. Sempat terlihat empat ekor, satu induk dan tiga anak, tetapi masih kecil. Lalu TNGM meneliti, tinggal dua anaknya. Ketiga kalinya tinggal satu anaknya, tetapi sudah remaja,” katanya.

Warga lanjutnya, juga tetap beraktivitas secara normal. Terlebih belum ada laporan konflik antara macan tutul dengan warga.

Seperti serangan di kandang ternak atau langsung kepada warga. Ini karena habitat alami macan tutul masih terjaga.

“Warga tidak terganggu dan macan juga tidak mengganggu warga. Laporan hewan ternak yang dimangsa juga tidak ada. Kalau pakan alaminya landak, musang, lalu tupai karena dia kucing pemanjat,” ujarnya.

Sementara itu Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Balai TNGM Wiryawan belum bisa memastikan jenis hewan pemilik tapak kaki itu.

Wiryawan mengatakan, pihaknya masih melakukan kajian guna mengetahui jenis hewan pemilik jejak tapak tersebut.

Diawali dengan pendokumentasian jejak kaki dan identifikasi habitat satwa liar di sekitar lokasi.

“Ini masih dalam kajian kami. Kalau ujung jejak ada, biasanya bukan macan. Namun, kami belum bisa ambil kesimpulan, walau info di masyarakat ada yang bilang lihat macan,” katanya.

Menurutnya, keterangan warga tidak bisa sepenuhnya menjadi acuan.

Terlebih data yang disajikan tidak terlalu kuat. Seperti adanya dokumentasi visual berupa foto atau video.

Langkah pendataan telah dilakukan. Terlebih temuan ini bukan kali pertama di wilayah Cangkringan. Pihaknya telah melalukan pemasangan trap camera di sejumlah titik. Fokusnya adalah titik di perlintasan satwa liar kawasan lereng Gunung Merapi.

“Ada banyak satwa yang terdokumentasi, tetapi belum terlihat ada macan. Kami pasang di daerah Dukun, Srumbung, Kaliurang dan Cangkringan. Ada 20 titik pemasangan,” katanya.

Keterangan dan kesaksian warga turut melengkapi pendataan.

Terutama yang pernah melihat langsung satwa liar tersebut.

Jajarannya juga berkoordinasi dengan BKSDA DIJ. Ini karena beberapa temuan juga ditemukan di luar wilayah Balai TNGM.

“Beberapa jejak yang ditemukan di luar Balai TNGM kami koordinasikan dengan BKSDA DIY. Karena wilayah di luar TNGM itu tanggung jawab BKSDA,” ujarnya.

Kepala BKSDA DIJ Muhammad Wahyudi mengakui ada laporan jejak hewan liar di kawasan lereng Merapi.

Pihaknya juga melibatkan civitas UGM. Khususnya yang terkonsentrasi pada pengelolaan satwa liar.

Peran bersama Balai TNGM, lanjutnya, secara rutin melakukan identifikasi inventarisasi dan monitoring di sekitar taman nasional.

“Memang di wilayah Cangkringan dan sekitarnya agak kesulitan dipasang trap camera. Karena lalu lintas manusia di situ sudah banyak. Sehingga, beberapa kali trap camera hilang,” katanya. (dwi/tif/radarjogja)


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler