Ada Nama Jaksa Agung & Hatta Ali dalam Rencana Aksi Pinangki untuk Djoko Tjandra

Rabu, 23 September 2020 – 19:39 WIB
Jaksa Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/9). Pinangki didakwa menerima suap USD 500 ribu dari Djoko S Tjandra. Foto: Ricardo/JPNN.COM

jpnn.com, JAKARTA - Surat dakwaan terhadap Pinangki Sirna Malasari yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (23/9) memuat nama pejabat penting.

Dalam surat dakwaan itu ada nama Jaksa Agung ST Burhanuddin dan mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali.

BACA JUGA: Beginilah Cara Jaksa Pinangki Berfoya-foya Pakai Duit Suap dari Djoko Tjandra

Jaksa penuntut umum (JPU) Kemas Roni saat membacakan surat dakwaan menyatakan, awalnya Pinangki menemui Djoko S Tjandra di The Exchange 106, Kuala Lumpur, Malaysia pada 25 November 2019.

Menurut JPU, Pinangki bersama koleganya, Andi Irfan Jaya dan advokat Anita Kolopaking menyodorkan proposal bertitel action plan (rencana aksi) kepada Djoko Tjanda.

BACA JUGA: Jaksa Pinangki Jadi Terdakwa, Begini Patgulipatnya soal Suap Djoko Tjandra

"Terdakwa dan Andi Irfan Jaya menyerahkan dan memberikan penjelasan mengenai rencana berupa action plan yang akan diajukan kepada Djoko Tjandra untuk mengurus kepulangan dengan menggunakan sarana fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung,” ujar JPU.

Skenario Pinangki adalah Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta fatwa MA agar vonis terhadap Djoko Tjandra sebagaimana dalam putusan PK Nomor 12 bertanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi. “Sehingga (Djoko Tjandra, red) bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana," sambung JPU.

BACA JUGA: Mengenakan Gamis dan High Heels di Sidang Perdana, Jaksa Pinangki: Ahamdulillah...

Dalam pertemuan itu Pinangki dan Djoko menyepakati fee pengurusan fatwa. Angkanya USD 1 juta.

Surat dakwaan itu juga memerinci skenario yang dituangkan Pinangki dalam action plan. Poin pertama rencana aksi itu ialah penandatanganan akta kuasa jual sebagai jaminan bila 'security deposit' yang dijanjikan Djoko Tjandra tidak terealisasi.

Pada poin kedua, pengacara Djoko Tjandra menyurati Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mengajukan permohonan fatwa MA. Surat itu akan diteruskan ke MA pada 24-25 Februari 2020.

Pada poin ketiga disebutkan bahwa Burhanuddin akan mengirimkan surat permohonan fatwa tersebut kepada Hatta Ali pada 26 Februari-1 Maret 2020. Saat itu Hatta Ali masih memimpin MA.

Adapun poin keempat dalam rencana itu menyebut soal pembayaran fee 25 persen atau sebesar USD 250 ribu dari total USD 1 juta. Sementara uang muka kesepakatan itu sebesar USD 500 ribu dan Djoko akan bertanggung jawab untuk membayarkannya pada 1-5 Maret 2020.

Poin aksi kelima ialah pembayaran fee untuk konsultan media kepada Andi Irfan Jaya sebesar USD 500 ribu. Dana untuk mengondisikan media akan dibayarkan pada 1-5 Maret 2020.

Pada poin aksi keenam disebutkan bahwa Hatta Ali menjawab surat Burhanuddin pada 6-16 Maret. Sebagai penanggung jawabnya ialah Hatta Ali atau DK atau AK.

Selanjutnya poin ketujuh rencana aksi itu menyebutkan Burhanuddin menerbitkan instruksi terkait surat Hatta Ali. Isi instruksinya ialah Jaksa Agung akan memerintahkan bawahannya melaksanaan fatwa MA.

Pinangki menjadi penanggung jawab langsung untuk urusan itu. Realisasinya ditargetkan pada 16-26 Maret 2020.

Adapun poin aksi kedelapan ialah pencairan 'security deposit' sebesar USD 10 ribu. Artinya, Djoko Tjandra bakal membayar uang tersebut apabila action plan kedua, ketiga, keenam dan ketujuh berhasil dilaksanakan.

Penanggung jawabnya pun Djoko Tjandra. Rencana itu akan dilaksanakan pada 26 Maret-5 April 2020.

Selanjutnya pada poin aksi kesembilan disebutkan bahwa Djoko Tjandra kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi pidana penjara selama 2 tahun. Penanggung jawab poin aksi kesembilan itu Pinangki atau Andi Irfan Jaya, sedangkan rencana realisasinya pada April-Mei 2020.

Kemudian pada poin aksi kesepuluh disebutkan tentang pembayaran fee 25 persen atau USD 250 ribu sebagai pelunasan bila Djoko Tjandra kembali ke Indonesia sebagaimana rencana aksi kesembilan. Adapun realisasi pelunasannya direncanakan pada Mei-Juni 2020.

Namun, kesepakatan action plan tersebut tidak terlaksana satu pun meski Djoko sudah mengeluarkan uang USD 500 ribu. Oleh karena itu terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali tersebut membatalkan kesepakatan dengan Pinangki pada Desember 2019.

JPU mengatakan, Djoko membatalkan kesepakatan dengan cara memberikan catatan ‘NO’ pada kolom notes dengan tulisan tangan. Bos PT Era Giat Prima itu juga memberikan catatan ‘bayar nomor 4 dan 5' pada poin ketujuh.

Selain itu, Djoko juga menuliskan catatan ‘bayar 10 M’ pada rencana aksi kesembilan. “Bonus kepada terdakwa apabila rencana kesembilan berhasil (Djoko kembali ke Indonesia, red),” ujar JPU.(tan/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler