jpnn.com - JAKARTA - Langkah Mabes Polri menetapkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai tersangka kasus tindak pidana penistaan agama diapresiasi Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah.
Menurut Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman, sebagai pelapor mewakili Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM), secara umum pihaknya mengapresiasi kinerja Bareskrim Polri dalam gelar perkara ini, yang acaranya tertata rapi dan apik.
BACA JUGA: Jokowi Utus Mendagri Temui Pimpinan DPR
Beberapa hal yang menjadi catatan penting AMM dari gelar perkara ini, diantaranya:
Pertama, dalam paparan disebutkan penyidik telah mendapatkan 16 barang bukti, memeriksa 29 orang saksi dan 39 orang saksi ahli.
BACA JUGA: Yusril Sebut Langkah Bareskrim Jerat Ahok Bukti Polri Bebas Intervensi
Barang bukti berupa Berkas Asli BAP Puslabfor Polri, BAP Labor Krimanalistik Polri, kepingan VCD/DVD Video, bulletin, kliping, kutipan media social, berita-berita internet, flashdisk dan lain-lain.
Jelas sudah lebih dari cukup alat bukti bagi penyidik untuk menaikkan status kasus ini.
BACA JUGA: Petani Tembakau Desak DPR Kebut RUU Pertembakauan
Kedua, paparan saksi dari Puslabfor Mabes Polri AKBP Muhammad Nur, jelas bahwa dari empat video yang dianalisis, momen pidato Ahok di Pulau Seribu itu benar adanya, tidak ditemukan adanya editan berupa penyisipan ataupun pemotongan.
Tentu saja ini sudah membantah opini yang berkembang seolah sudah terjadi editan atas video yang dijadikan alat bukti.
Ketiga, keterangan saksi yang menyaksikan kejadian di TKP atas nama inisial Zn (masyarakat nelayan) mengatakan bahwa pernyataan Ahok “ ….dibohongin pake surat Almaidah 51, macam-macam itu. ….” benar adanya.
Dan saksi merasa kesal, marah dan menganggap pernyataan itu tidak tepat.
Sedangkan saksi lainnya inisial Y (Lurah Pulau Panggang) tidak mau memberikan komentar karena Ahok sebagai gubernur adalah atasan yang bersangkutan.
Selanjutnya saksi dari Dinas Kominfo DKI Jakarta inisial NCM tidak tahu isi pidato Ahok itu karena dia hanya bertugas secara teknis untuk mendokumentasikan pidato gubernur.
Artinya terkonfirmasi bahwa saksi di TKP keberatan dengan pernyataan Ahok sekalipun keberatan itu tidak disampaikan di tempat kejadian.
Keempat, keterangan saksi dari pihak terlapor (Ahok) yang dihadirkan dari Bangka Belitung sebanyak tiga orang semuanya memang meringankan Ahok.
Mereka adalah sopir dan tim sukes Ahok pada pilkada Bangka Belitung tahun 2007 di mana Ahok menjadi salah satu calon.
Mereka lebih memberikan keterangan tentang bahwa pada pilkada itu Ahok juga sudah diserang dengan isu-isu SARA termasuk ayat-ayat Alquran.
"Hal ini sempat saya komentari pada saat memberi tanggapan. Menurut kami kesaksian ini tidak relevan dengan kasus yang diperkarakan. Tempat dan momen kejadiannya jauh berbeda, konteks kasusnya juga berbeda, Ahok kami laporkan atas dugaan Penistaan Agama dan tidak berkaitan dengan pilkada," beber Pedri dalam siaran pers yang diterima JPNN, Rabu (16/11).
Kelima, keterangan Saksi Ahli yang dihadirkan oleh pelapor, terlapor dan penyidik dibagi dalam tiga kategori: Ahli Agama, Pidana dan Bahasa.
Tentu saja keterangan para ahli ini bersifat independen dan netral.
Ada yang pro menyatakan Ahok terbutki melakukan tindak pidana dan ada yang sebaliknya, serta ada juga yang tidak memberikan pernyataan “terbukti atau tidak”.
Namun dalam pro kontra tersebut menurut kami, penyidik semestinya sudah bisa menyimpulkan kasus ini.
Kami berkeyakinan sebagian besar keterangan ahli menyebutkan sudah terpenuhi unsur untuk menyatakan ada tindak pidana dan yang menyatakan tidak terpenuhi terpenuhi sudah terbantahkan di forum gelar perkara kemaren.
"Satu hal juga yang menjadi kritik kami sampaikan dalam gelar perkara ini adalah bahwa terdapat beberapa Saksi Ahli yang tidak berkompeten di bidangnya. Misalnya ada Ahli Sejarah diperiksa sebagai Ahli Agama, Ahli Ushuluddin memberikan keterangan tentang tafsir Almaidah 51," terangnya.
Keenam, beberapa pelapor, ahli dan kami sendiri menyampaikan di forum gelar perkara bahwa soal tafsir Surat Almaidah ayat 51 sudah selesai dengan keluarnya Pendapat Keagaman MUI yang sudah disampaikan ke penyidik.
Pendapat keagamaan itu statusnya lebih tinggi daripada Fatwa di hirarki keputusan MUI. Karena itu tidak perlu lagi ada pertanyaan penyidik tentang tafsir surat al ma’idah 51 ini.
Bahwa perbedaan tafsir di kalangan ulama adalah sesuatu yang lazim, namun dalam kasus ini pelapor tidak melaporkan Ahok atas tafsir melainkan pada pernyataannya dengan kata “dibohongin dan dibodohin”.
Bahwa selama ini dalam banyak kasus penodaan agama, Fatwa MUI selalu jadi rujukan penyidik dan hakim dalam mengambil kesimpulan.
Artinya yurispudensinya sudah jelas bahwa Fatwa MUI layak dijadikan rujukan utama dalam kasus ini. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Usai Ahok jadi Tersangka, Djarot Sempat Salah Duga
Redaktur : Tim Redaksi