Cuplikan rekaman video beberapa minggu menjelang Pembantaian Lapangan Tiananmen menunjukkan suasana kegembiraan dan optimisme munculnya demokrasi di China. Pada 3 Juni 1989, tepat 30 tahun lalu, optimisme itu ditumpas dengan pembunuhan brutal oleh rezim Partai Komunis.
Pada malam 3 Juni 1989, Tentara Pembebasan Rakyat mendapat perintah untuk mengarahkan senjatanya kepada para mahasiswa dan warga biasa lainnya yang telah berminggu-minggu menggelar aksi pro-demokrasi secara damai di jantung Kota Beijing.
BACA JUGA: Jebakan Kekerasan Atas Wanita Indonesia yang Menikahi Pria Australia
Para demonstran bahkan sampai berkemah di lapangan bersejarah itu, sebagai bentuk aksi mendorong demokrasi di negara Komunis ini.
ABC Australia yang meliput kejadian itu memiliki rekaman kejadian di lapangan dan sekitar alun-alun itu. Bahkan syuting dilakukan setiap hari meski banyak di antaranya tidak pernah disiarkan saat itu.
BACA JUGA: Garuda Indonesia Anggap Putusan Pengadilan Australia Tidak Adil
Kamera-kamera TV merekam kehidupan mahasiswa di kemah mereka di tengah alun-alun dan di jalan-jalan Beijing. Warga masyarakat juga mendukung perjuangan mahasiswa.
Lapangan Tiananmen menjadi kota di dalam kota. Para mahasiswa menjaga ketertiban kawasan itu, melindungi para peserta aksi mogok makan di alun-alun, dan mengatur keluar masuknya ambulans.
BACA JUGA: Karena Carpal Syndrome, Pemegang WHV Indonesia Ini Buka Bisnis di Australia
Dalam salah satu adegan, sejumlah mahasiswa terekam sedang menyanyikan lagu ulang tahun dan berbagi kue di bawah bayang-bayang foto raksasa Mao Zedong. Video: Hunger strikers in Tiananmen Square say they're holding out for victory (ABC News)
Seorang aktivis Zhou Fengsuo mengelola siaran Suara Gerakan Mahasiswa darii Tiananmen saat itu. Dia menilai hari-hari tersebut telah memunculkan sifat-sifat terbaik dalam diri rakyat.
"Bagi saya, aspek terpenting yaitu jutaan rakyat China untuk pertama kalinya, mungkin juga yang terakhir dalam hidup mereka, merasakan kebebasan di Beijing," katanya.
"Kebanyakan orang tidak saling mengenal. Kami semua terikat oleh mimpi untuk Tiongkok yang lebih baik," ujarnya.
"Tiananmen, selama periode yang singkat itu, begitu damai. Orang-orang menumbuhkan persahabatan satu sama lain," tambah Zhou.
Pemerintah Komunis China memang telah menyatakan darurat militer, tapi para demonstran di jalan-jalan Beijing itu tak pernah menduga Tentara Pembebasan Rakyat akan menembaki mereka. Video: Chinese protesters sing anthem The Internationale (ABC News)
Dalam adegan yang direkam ABC, mahasiswa dan rakyat saling bergandengan tangan seraya menyanyikan The Internationale, lagu Partai Komunis dunia, sementara para tentara menyaksikan mereka.
Rowena Xiaoquing He yang ketika itu masih duduk di bangku SMA turut bergabung dalam demo di luar Kota Beijing. Dia mengaku ikut merasakan optimisme yang membuncah dan akan mengantarkan negara ke demokrasi.
"Kami tidak melakukannya karena kebencian, kemarahan, atau keluh-kesah. Kami melakukannya karena cinta, harapan, dan bahkan kepercayaan kami pada pemerintah, bahwa mereka akan mereformasi diri. Kami merasa harus patriotik dan membantu pemerintah memperbaiki diri," katanya kepada ABC.
"Kami melihat inilah saatnya kami bisa bicara dan mengekspresikan idealisme anak muda demi negara," ujarnya.
Sekarang Rowena menetap di Amerika Serikat dan menjadi pengajar di kampus tentang peristiwa tahun 1989 itu. Video: The Goddess of Democracy is ushered through Beijing by Chinese students in 1989 (ABC News)
Mantan wartawan ABC Max Uechtritz yang meliput Tiananmen saat itu, menggambarkan bagaimana para demonstran mengusung patung karet busa Dewi Demokrasi - mirip Patung Liberty - ke Lapangan Tiananmen.
"Di bawah pengawasan ratusan ribu pasukan yang memenuhi kota, namun para demonstran melakukan hal ini, jelas suatu provokasi luar biasa. Yaitu membawa Patung Liberty ke jantung Komunisme, dan mendirikannya di depan Mao Zedong," katanya.
Uechtritz ada di lokasi ketika tindak kekerasan aparat mulai dilakukan.
"Kami dengan ngeri menyaksikan saat-saat kekuatan penuh militer China menghancurkan mimpi gerakan demokrasi itu," kata Uechtritz.
Dia menyebut rekaman kamera TV ABC menjelang pembantaian itu mengungkapkan kisah lengkap tentang apa yang terjadi.
"Rekaman ini jadi pengetahuan luar biasa mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada musim semi 1989," katanya.
"Setiap hari, setiap rekaman, setiap pemotretan yang diambil, direkam, dirinci, dan dicatat," ujar Uechtritz.
Sampai hari ini peristiwa Tiananmen tetap menjadi hal tabu di China. Tidak ada keterangan resmi mengenai jumlah korban tewas akibat pembantaian. Tapi diperkirakan antara beberapa ratus hingga 10 ribu rakyat kehilangan nyawa di sana saat itu.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Australia Ungkap Wilayah Dengan Tingkat Merokok Terparah