jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos mengkritik pemerintah yang mengaku telah salah ketik dalam menyusun Pasal 170 Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja. Menurut Nining, pengakuan tentang salah ketik draf wet yang dikenal dengan sebutan omnibus law itu adalah cara pemerintah menyelamatkan diri.
"Itu bentuk menyelamatkan diri saja, kalimatnya jelas, kok. Pejabat publik itu jangan suka mengaburkan pokok persoalan, memangnya yang buat undang-undang tidak mengindahkan para ahli," ujar Nining kepada jpnn.com, Selasa (18/2).
BACA JUGA: Mengapa Ada Salah Ketik di RUU Omnibus Law Cipta Kerja?
KASBI, kata Nining, tegas menolak Pasal 170 RUU Omnibus Law. Sebab, ada logika hukum yang terbalik di dalam pasal tersebut.
Dalam rancangan itu tertulis bahwa peraturan pemerintah bisa mengubah sebuah undang-undang.
BACA JUGA: Dasco Gerindra: Pemerintah Akui Ada Salah Ketik di RUU Cipta Kerja
"Mengenai Pasal 170, PP bisa mengubah UU, logikanya saja sudah terbalik. Kalau pemerintah menyampaikan itu adalah salah ketik, seperti anak PAUD yang belum bisa baca tulis saja," ungkap Nining.
Lebih lanjut Nining juga menlontarkan kerehanannya terhadap RUU Omnibus Law yang tidak dibahas secara terbuka. Hingga kini, kata dia, pemerintah tidak melibatkan publik membahas RUU Omnibus Law.
"RUU (Omnibus Law) sudah melahirkan ketidakterbukaan, tidak demokratis, bahkan misterius," timpal dia.
Sebelumnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Laoly mengakui ada kesalahan ketik dalam Pasal 170 RUU Omnibus Law. Pada pasal itu tertulis bahwa kepala negara mengubah undang-undang melalui peraturan pemerintah (PP).
Menurut Yasonna, PP tidak bisa membatalkan UU. Menteri asal PDI Perjuangan itu menegaskan, maksud sebenarnya pada Pasal 170 RUU Omnibus Law adalah PP membatalkan aturan di bawahnya termasuk perda.
"Jadi dalam hal ini juga peraturan daerah tidak boleh melawan keputusan presiden atau peraturan pemerintah. Kalau tidak sesuai, bisa dibatalkan melalui peraturan perundang-undangan itu juga. Sama dengan Omnibus Law membatalkan beberapa perundang-undangan, sah-sah saja," kata dia. (mg10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan