Ada Silsilah di Surau Tinggi Calau, Nabi Muhammad Urutan Pertama, Syekh Abdul Wahab ke-33

Jumat, 16 April 2021 – 09:53 WIB
Surau Tenggih atau Surau Tinggi Calau. Foto: Istimewa - diambil dari padek

jpnn.com, SIJUNJUNG - Surau Tenggih atau Surau Tinggi Calau menjadi saksi bisu perkembangan Islam di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat.

Konon surau yang berada di Kampung Calau, Nagari Muaro, Kecamatan Sijunjung itu dibangun oleh Syekh Abdul Wahab.

BACA JUGA: Masjid Ini Saksi Sejarah Pangeran Diponegoro, di Dalamnya Ada Sumur Menyimpan Harta

Syekh Abdul Wahab mempunyai karamah tersendiri. Ketaatannya kepada Allah SWT dan tingginya pengetahuan ilmu agama, menjadikan dia dipandang sebagai imam sejati, hingga mempunyai murid di berbagai penjuru daerah.

Surau Tenggih yang dibangun Syekh Abdul Wahab terbilang representatif, besar, berlantai papan, atap bergonjong empat terbuat dari ijuk.

BACA JUGA: Makam Syekh Jumadil Kubro Seperti Terangkat, Tak Ada Alat Berat yang Bisa Meratakan

Di sisi Surau Tenggih terdapat tempat berwuduk berupa pincuran tujuh, airnya jernih tak pernah kering meski di tengah kemarau panjang.

Konon aliran air pincuran tujuh bersumber dari sebuah mata air, tidak jauh dari lokasi surau.

BACA JUGA: Allahu Akbar, Bocah 8 Tahun di Bogor jadi Imam Tarawih

Di dalamnya, terdapat kelambu putih tempat bersuluk, berikut sejumlah manuskrip dan kitab-kitab kuno tulisan Arab berusia ratusan tahun.

Untuk kelestarian bangunan, Surau Tenggih Kampung Calau masuk dalam daftar aset peninggalan sejarah cagar budaya di bawah tanggung jawab BPCB Sumbar.

Imam Calau, Umar SL Tuangku Mudo diwakili Karimun, 67, selaku Juru Kunci Makam Syekh Abdul Wahab menuturkan, kompleks tersebut sampai kini masih digunakan.

Namun, tidak lagi sesemarak dahulu. Bahkan, di antara bangunan pendukung di kompleks tersebut sudah banyak yang lapuk dimakan rayap.

Surau Tenggih memiliki tujuh jendela, empat tiang, atap bergonjong empat, berdiameter sekitar 14×14 meter persegi.

Di dalam bangunan dilengkapi sebuah mihrab, tempat bersuluk, dan menyimpan sebuah bedug dan gong besar (tergantung) untuk penanda masuknya waktu salat.


Surau Tinggi Calau. Foto: diambil dari kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar

Sejauh ini, bangunan ini sudah direnovasi empat kali, setelah terakhir sempat dibakar penjajah Jepang.

Karimun mengaku sedih melihat kompleks Surau Tenggih sekarang. Bahkan, kompleks Pemondokan Calau sepi jemaah selain di Ramadan.

Selain Ramadan, surau hanya diisi orang tua-tua yang menggelar salat berjamaah lima waktu di dalamnya.

”Mungkin dunia sudah tua, pusat dan tempat-tempat ibadah menjadi sepi,” sesalnya sambil mengajak Padang Ekspres melihat-lihat sejumlah kitab-kitab kuno, manuskrip tua di dalam Surau Tenggih.

Karimun menunjukan daftar silsilah Syekh Abdul Wahab hingga berhulu ke Nabi Muhammad SAW dibingkai khusus di dinding surau.

Abdul Wahab sendiri berada pada urutan ke-33.

Dalam daftar tersebut tercantum pada urutan pertama adalah Nabi Muhammad SAW, berlanjut pada Imam Ali Murtadho, Husin Syahid, Imam Zainu Abas, Imam Muhammad Ali Bakar.

Lalu, Imam Ja’far Shidiq, Abu Yazid Bustami, Syekh Muhammad Maghribi, Syehk Aribi Madinah’ Atiq, Habib Zufri Turkit Tusi, Lutub Habib Haqqo Qolaqoni, Qhodilah Kholilah, Muhammad Ahif, Muhammad Arif, Abdus Syatharoh, Imam Qhudi Syatharoh, Ahad Baitullah, Aqholudri.

Berikutnya, Muhammad Ali Asyiq, Wajannatuddin Alwi, Sya’adilah.

Selanjutnya, Muhammad Hasnawi, Syekh Abdul Kusasy, Syekh Abdur Rauf Aceh, Syekh Burhannuddin Ulakan, Syekh Abdurrahman, Syekh Khairuddin Marungki, Syekh Jalaluddin Tanjung Medan, Syekh Idris Mufti Tanjung Medan, Syekh Abdul Hasan Mufti Ulakan, Syekh Qusyasy Tibarau, Syekh Anikuddin Pudak Sijunjung dan Syekh Abdul Wahab Calau.

Kemudian di bawahnya masih ada Syekh Jalaluddin Calau, hingga Syekh Ahmad Calau.

”Itulah daftar silsilah keguruan Syekh Abdul Wahab yang berhulu kepada Nabi Besar Muhammad SAW,” katanya.

Untuk ranji pewaris Imam Calau, antara lain; Abdul Wahab, Syekh Jalaluddin, Syekh Ahmad, Ayek Usman Bagindo Katik, Angku Malin Kuniang Jangguik Malin Mudo dan Malin Mancayo, Angku Kamaluddin, Imam Kopa dan Buya Khairuddin, H.Sapri Malin Saidi, Umar SL Tk Mudo.

Seorang pewaris Calau, Bujang Gunjo mengatakan, perjuangan Syekh Abdul Wahab dalam menyebarkan Islam di bumi Sijunjung sangatlah berat.

Di masa itu, masyarakat masih berkeyakinan beragam, bahkan banyak bertentangan dengan ajaran Islam.

Beliau datang dari dari daerah Nagari Kumanis, sesampai di Calau Muarosijunjung perjuangannya tersebut turut didampingi seorang tokoh bernama Datuak Tapowuok. Berkat perjuangan cukup panjang, akhirnya didirikan tempat ibadah bernama Surau Tenggih, kemudian berlanjut pembagunan Masjid Tuo Istiqomah di Jorong Tangah.

Beberapa tahun lalu, terbongkar sebuah rahasia besar bahwa Syekh Abdul Wahab disebut-sebut sebagai cucu dari Tuangku Imam Bonjol.

Hal ini terkuak setelah sebelumnya datang rombongan tokoh masyarakat dari Bonjol, hingga mereka membuka lembaran sejarah garis keturunan Tuangku Imam Bonjol yang hilang ratusan tahun silam.

Dikaitkan dengan sejarah yang didapatkan para tokoh adat, tokoh masyarakat di Sijunjung terkait, sempat disepakati Syekh Abdul Wahab bukan penduduk asli Muaro. Kesepakatan ini pun selanjutnya dikukuhkan lewat sebuah hajatan syukuran bersama dengan menyembelih seekor kerbau di Kampung Calau.

”Beliau keturunan langsung dari Tuangku Imam Bonjol,” ujar Bujang Gunjo. (yulicefanthony/padangekspres)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler